Takut membahayakan kehamilan yang sangat ditunggu-tunggu bertahun lamanya, saya pun menghentikan semua jenis pemakaian obat-obat kimia. Berhenti mengecat rambut meskipun uban mulai bermunculan dan tentu saja, berhenti memakai segala macam obat jerawat dan perawatan kulit wajah.
Sebenarnya itu termasuk dalam tindakan yang berlebihan, karena dokternya sudah memberi jaminan kalau obat-obatan itu aman untuk ibu hamil.
Tapi saya tetap keukeuh untuk meminimalisasi resiko apapun yang mempengaruhi kandungan saya.
Better save than sorry, itu semboyan saya.
Seperti sudah diprediksi, kulit wajah sayapun murka semurka-murkanya. Untunglah hanya sebentar saja. Begitu masuk bulan kedua, berangsur-angsur pulih sendiri. Tentu saja tidak se-glowing seperti ketika dalam perawatan, tapi semuanya tertutupi oleh aura kehamilan yang merona.
Begitu lahiran, wajah sayapun di kunjungi jerawat lagi. Tidak semasif sebelumnya, hanya satu dua, karena itu saya pun tidak terlalu menghiraukannya. Lagipula saat itu saya juga masih memberi ASI ke baby saya, jadi masih berusaha untuk bebas kontak dengan zat-zat kimiawi.
Yang bisa saya lakukan adalah menjaga kebersihan kulit wajah sebisa mungkin.
Cerita berubah ketika akhirnya merantau ke lain benua.
Surprise...surprise!
Jerawat mendadak enggan hinggap di wajah saya, padahal saya tidak melakukan upaya apapun untuk membuatnya lenyap.
Mungkin karena udara yang bersih, relatif bebas debu dan tidak gerah membuat kulit saya akhirnya bernafas lega dan bahagia.
Kalau sekarang? Jerawat kadang-kadang kembali, karena debu dan polusi disini tak bisa dihindari.