Keterangan foto : Scholastika Sumirah Martodiwongso warga lereng Merapi Yogyakarta yang telah dipanggil Tuhan 18 tahun lalu, namun senyumnya lewat foto ini tetap abadi memberi kesegaran jiwa siapapun yang memandang. Sebagai orang Jawa asli, dia sangat mengagumi budaya masyarakat Sunda, khususnya dalam soal makanan. Setiap Lebaran tiba pasti membuat Wajik Bandung untuk sajian tamu yang datang berkunjung, istilahnya UJUNG( * )
Coba kita ingat, bagaimana perasaan yang muncul, mana kala kita berkesempatan bertemu dengan seseorang yang mulai dari sinar matanya, bibirnya, dan wajahnya memancarkan senyum indah mempesona?
Adem hati ini rasanya. Semua beban hidup, seakan hilang. Hidup terasa ringan, membahagiakan.
Yang semula hati ini penuh dendam, seketika berubah penuh cinta.
Semula ide mentok, seketika itu juga ide-ide dahsyat muncul yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Pantaslah psikholog ternama, M.A.W. Brouwer, berkata : " Bumi Pasundan Lahir saat Tuhan lagi tersenyum".
Memang nyatanya, Bandung itu kota indah nan jelita. Wajarlah, guna mengungkap kekaguman betapa elok jelitanya Pasundan, W.A.W Brouwer berkata demikian.
Eloknya tatar Pasundan, bukan hanya terkenal dari alam yang dihiasi pegunungan hijau nan asri, dan semaraknya kebun teh di hampir seluruh lereng bukit, melainkan jejaka ( laki-laki ), maupun mojang ( gadis ) Sunda yang terkenal ramah, murah senyum kepada siapapun, terutama kepada wisatawan.
Oleh karena itu, tempat wisata alam, pusat belanja, maupun kuliner setiap hari ramai dikunjungi para wisatawan, terutama saat weekend, atau musim liburan.
Senyum, dan keramahtamahan masyarakat Pasundan itu aset yang harus dipelihara.
Bukan hanya itu, sifat kepribadiannya yang mau terbuka dengan dunia luar yang terpancar dengan semangat "Silih Asah Silih Asuh Silih Asih" ( saling mencerdaskan, saling membimbing, saling menyayangi ).
Semangat inilah yang menjiwai seluruh warga masyarakat Pasundan. Dari sinilah semangat kerukunan bermuara.
Akibatnya, Tatar Pasundan disayang Tuhan. Semua warga yang terdiri dari beraneka suku, agama, ras bisa hidup guyub membangun Tatar Pasundan (*).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H