Mohon tunggu...
Yulianus Suhartono
Yulianus Suhartono Mohon Tunggu... Lainnya - Y. Suhartono

Di sinilah saat ada waktu luang, kita sebentar mampir mengunjungi indahnya aneka peristiwa hidup. Duduk di teras ditemani secangkir kopi, duduk santai barang 20 sampai 30 menit, melepas lelah guna merajut ide-ide baru sebagai bekal menata hidup semakin baik di bandingkan hari kemarin. Jangan bosen singgah setiap hari di sini. Terima kasih ( Y. Suhartono, penunggu rumah ).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Bagai dalam Sangkar, Bahagia atau Menderita?

27 Oktober 2021   11:27 Diperbarui: 29 Oktober 2021   08:43 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian juga ketika sudah dewasa, setiap hari kita dituntut menyusun program dan jadwal kerja biar bisa memenuhi aneka kebutuhan hidup. Kerja dan kerja jadilah semboyan hidup. Tidak heran, jika kita melihat selama 24 jam jalan raya tidak pernah sepi 

Perjuangan Sisifus

Mengapa jalan-jalan tidak pernah sepi orang lalu lalang berkendara? Ya, itu bukti ada kehidupan. Hidup itu bergerak, beraktivitas guna memenuhi kebutuhan. 

Mahkluk hidup taraf sederhana, seperti tumbuhan/ binatang, kebutuhan hidupnya sederhana, yaitu terpenuhinya kebutuhan fisik, makan dan minum.

Demikian juga semakin tinggi posisi tingkat hidupnya, semakin beraneka dan rumit pula kebutuhan yang harus dipenuhi. 

Ada orang yang mencadangkan bekal dalam satu hari Rp 20.000,- ( dua puluh ribu rupiah ) cukup untuk makan dan mengisi bensin satu hari, namun banyak pula yang mencadangkan bekal hariannya paling tidak Rp. 100.000,- ( seratus ribu rupiah ), bahkan hingga jutaan rupiah. 

Dari antara kita yang berbekal Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah ), hingga yang membutuhkan bekal per-hari jutaan rupiah mana yang bisa dengan mudah kita tebak kelompok ini yang bahagia, dan kelompok ini yang menderita? 

Tidak mudah lho, menebaknya. Soalnya banyak orang berusaha menutupi derita, tapi tidak sedikit pula yang menjual derita untuk memuaskan nafsu serakahnya, para pengemis di perampatan jalan, contohnya. 

Yang jelas masing-masing dituntut untuk bekerja dan bekerja. Persaingan antar individu/ kelompok semakin terlihat. Hawa nafsu memiliki ‘dunia’ semakin menjadi. Tidak segan orang menghalalkan segala cara untuk sekedar bertahan hidup, dan atau berlenggang di kancah gaya hidup.

Banyak yang tegar menghadapi trend ini, namun tidak sedikit pula yang ciut, putus asa. Orang miskin maupun mereka yang berada di papan atas bisa mengalami nasib sama, putus asa hingga mati bunuh diri. 

Siapa yang tidak tahu Elvis Presley, artis terkenal dan kaya raya. Apapun yang dia mau, dapat dibeli. Tetapi, akhir hidupnya tragis, mati over dosis minum obat terlarang. Ia salah mengartikan derita hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun