"Kadang ironis memang...banyak maestro yang hidupnya menderita hingga kematian menjemputnya. Setelah itu para kolektor justru bersuka cita karena bisa mempermainkan harga lukisannya dengan fantastis," ujarku prihatin.
 "Begitu juga baik...artinya si pelukis sudah memberi kehidupan kepada banyak orang...bermanfaat toh?" Kembali tawa Beliau mengembang."Masriadi pelukis Bali sudah melakukannya, lukisannya di kisaran 12 M."
 "Selain melukis kegiatan Bapak apa saja?"
 "Saya mengajak siapa saja yang mau berteater."
 "Saya boleh ikut meski sudah tua gini?"
 "Ga ada batasan usia untuk berteater yang penting konsistensi tidak main-main...Mba tau siapa aktor pertama di dunia? Dia lahir 500 tahun sebelum masehi di Yunani."
Aku tertegun, bila berteater saja harus serius...bagaimana seharusnya menjalani kehidupan ini? Aku kemudian curhat kalau putraku begitu kuat jiwa seninya tapi banyak dirundung masalah terutama di sekolah.
"Ya di situlah ajaibnya sistem pendidikan kita. Ketika seorang murid tidak memenuhi standar yang ditetapkan maka ia dianggap abnormal. Saya kira anak Mba istimewa karena ia independen tidak berusaha mengikuti standar orang lain. Dan kebanyakan orang istimewa itu tidak  lahir di istana dan bermahkota, mereka sering dianggap gila dan bermasalah karena pemikirannya melampaui jamannya."
"Bangsa kita ini mulai kehilangan orientasi dan identitas karena tidak menghargai seni dan budaya. Bandingkan dengan di Barat, sejak balita kepekaan estetika anak sudah diasah hingga naluri kemanusiaan pun muncul alamiah. Seniman Barat bisa mendunia karena mereka di sekolah diberi ruang untuk berpikir kreatif. Mereka mengaplikasikan logika, estetika dan etika menjadi sebuah karya."
"Saya sangat sedih melihat para pelajar kita yg melulu dicekoki pelajaran minim pemahaman seni, akibatnya mereka ini tumbuh penuh luka batin hingga lepas kendali. Bayangkan beberapa tahun ke depan jika mereka menjadi pemuka masyarakat apa yg akan terjadi?"
Aku  manggut-manggut sambil menguap melepas ketegangan di kepala yang mulai berat, lalu menyetop Ibu penjual kue yang lewat. Beberapa gemblong, combro dan kue cucur akhirnya menemani obrolan kami. Tak terasa waktu dua jam kami habiskan untuk berbincang. Aku pun berpamitan kepada Beliau.