Mohon tunggu...
Ysabelle Alexa
Ysabelle Alexa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga

a student that loves to write

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Highlights of JAFF19 : Workshops to Premieres

5 Januari 2025   20:05 Diperbarui: 5 Januari 2025   20:01 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : https://jaff-filmfest.org/

APA ITU JAFF?

Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) adalah festival film bergengsi yang diselenggarakan setiap tahun di Yogyakarta, Indonesia. Festival ini merupakan hasil kerja sama antara pihak penyelenggara dengan NETPAC (Network for the Promotion of Asian Cinema), sebuah organisasi global yang berbasis di Colombo. NETPAC melibatkan berbagai profesional di dunia perfilman, termasuk kritikus, pembuat film, dan kurator, yang bertujuan untuk mempromosikan perfilman Asia di tingkat internasional.

JAFF biasanya diselenggarakan pada akhir tahun, antara akhir November hingga awal Desember. Festival ini berlangsung selama sekitar satu minggu penuh, yang diisi dengan berbagai acara menarik seputar dunia perfilman. Dengan waktu yang cukup panjang, JAFF memberikan kesempatan bagi penonton untuk menikmati berbagai film berkualitas dan mengikuti berbagai kegiatan lainnya. Tidak hanya sekadar pemutaran film, JAFF menawarkan banyak kegiatan menarik yang melibatkan berbagai pihak di industri film. Di antaranya, terdapat sesi diskusi yang mempertemukan sutradara, penulis naskah, dan pemeran film untuk berbagi pengalaman dan wawasan tentang pembuatan film. Selain itu, terdapat juga berbagai workshop yang memberikan kesempatan kepada para peserta untuk mendalami aspek teknis atau kreatif dalam pembuatan film. Selain diskusi dan workshop, JAFF juga mengadakan sharing session yang mempertemukan berbagai komunitas film dari seluruh Indonesia, menciptakan kesempatan untuk saling bertukar ide dan pengalaman. Acara temu antar komunitas ini sangat penting dalam memperkuat jaringan industri film di tanah air. 

Di luar kegiatan utama, JAFF juga menyediakan berbagai merchandise menarik yang dapat dibeli oleh pengunjung. Merchandise ini seringkali menjadi kenang-kenangan yang tak terlupakan bagi para pengunjung, dan meliputi berbagai barang seperti tote bag, kaos, mug, stiker, gantungan kunci, dan masih banyak lagi. Produk-produk ini tidak hanya menjadi souvenir festival, tetapi juga mendukung festival dengan cara yang menyenangkan.

SECARIK CERITA DI JAFF TIAP HARI NYA

JAFF memiliki rangkaian acara yang dimulai dengan pre-event yang meliputi Reel-Life Film Camp, Open Air Cinema, dan pemutaran film Hong Kong. Pada hari pertama festival, acara dimulai dengan upacara pembukaan yang diisi dengan sambutan dari petinggi serta ketua JAFF. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan penampilan dari Lomba Sihir sebagai penutup dari opening ceremony. Film pembuka festival, Samsara, diputar sebagai screening opening film JAFF. Selama seminggu pelaksanaannya, festival ini menyajikan berbagai screening film pilihan yang lolos penilaian juri, yang tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari berbagai negara Asia, memberikan gambaran yang kaya akan keberagaman sinema Asia.

Sumber foto : Penulis
Sumber foto : Penulis

Sorotan utama di JAFF adalah diadakannya sesi berbagi pengalaman mengenai film The Shadow Strays. Dalam sesi tersebut, sutradara, produser, editor, dan direktur JAFF turut hadir untuk berbagi wawasan mengenai proses pembuatan film. Dari sini, penonton dapat memahami bagaimana cara menangani berbagai aspek dalam produksi film, mulai dari penyutradaraan hingga pengeditan. Timo Tjahjanto, salah satu pembicara dalam sesi tersebut, mengungkapkan pengalamannya ketika pertama kali menonton Like & Share di JAFF, yang langsung mendorongnya untuk menghubungi Bu Anne dan mengatur pertemuan dengan Aurora Ribero. Menariknya, saat menulis naskah, seluruh kru sudah mempersiapkan peran Aurora dengan memperhatikan kapabilitasnya dalam mengeksekusi akting yang diminta. Co-produser Daiwanne P. Ralie juga menjelaskan bahwa dalam pembuatan film ini, mereka melakukan pengujian koreografi serta pembuatan videoboard bersama Dinda (editor) untuk memastikan visi kreatif mereka sesuai. Timo juga menambahkan bahwa The Shadow Strays jauh lebih berat dan menantang dibandingkan dengan Big Four, karena proyek ini mengharuskan mereka keluar dari zona nyaman, menggabungkan unsur aksi dan komedi yang cukup sulit untuk diseimbangkan. Selain sesi berbagi ini, JAFF juga menghadirkan kegiatan utama lain, yaitu pemutaran perdana film Love Unlike K-Dramas, yang dibintangi oleh Lutesha, Ganindra Bimo, dan Jerome Kurnia, menambah semarak festival pada hari kedua tersebut.

Pada hari kedua JAFF, digelar juga pemutaran Layar Anak Indonesia, sebuah program yang menampilkan film-film pendek karya anak bangsa. Salah satu film yang diputar adalah Ada Hantu di Menara Merdu, yang melibatkan Dendy Ariza Putra, anggota dari Sinematografi UNAIR, sebagai bagian dari tim produksi. Selain berkontribusi dalam pembuatan film, Dendy juga menjadi pembicara dalam acara Public Presentation yang bertajuk "Memaksimalkan Potensi Komunitas dalam Produksi Film" pada Kamis, 5 Desember. Dalam sesi ini, Dendy membahas pentingnya kolaborasi antar komunitas dalam menciptakan karya film yang berkualitas. Acara tersebut menggali bagaimana kerja sama yang solid antar berbagai kelompok dapat mempengaruhi hasil akhir sebuah proyek film, serta memperlihatkan betapa besar dampaknya dalam menghasilkan karya yang bermutu.

Sumber foto : Penulis
Sumber foto : Penulis

Pada hari ketiga JAFF, yang jatuh pada tanggal 2 Desember, fokus utama acara adalah peringatan 25 tahun karir Dian Sastrowardoyo dalam dunia perfilman. Dalam rangka merayakan perjalanan panjangnya, JAFF menayangkan tiga film yang dibuat oleh Dian saat ia masih belajar di sekolah penulisan naskah: Daybreak, Kotak, dan Quarantine Tales-Nougat. Setelah pemutaran film-film tersebut, Dian hadir dalam sesi berbagi pengalaman di mana ia menceritakan perasaannya. "Ga pernah kusangka film karyaku akhirnya bisa sampai ke kalian, karena disaat film ini selesai aku juga bingung mau di publish dimana. Akhirnya JAFF mengontak dan menanyakan kesediaanku menampilkan film, ya aku setuju ajaa dongg," ucapnya dengan senyum hangat.

Selain menampilkan karya-karya Dian, JAFF juga mengadakan pemutaran film romansa komedi legendaris AADC (Ada Apa Dengan Cinta?). Setelah pemutaran, Mira Lesmana, produser film tersebut, mengungkapkan rasa bangganya: "Film ini pertama kali ditayangkan di layar lebar bioskop lohh, berbahagialah kalian yang dapat kesempatan untuk nonton AADC di layar lebar." Dalam kesempatan yang sama, Dian Sastro mengungkapkan bahwa pada awalnya, ia belum memutuskan apakah akan berperan sebagai Cinta atau Maura. Namun, seiring berjalannya waktu, kru akhirnya menetapkan bahwa Dian akan memerankan karakter Cinta. Mira Lesmana dan Rudy Soedjarwo, sang sutradara, juga bercerita bahwa saat aktris untuk peran Cinta sudah ditetapkan, pemeran Rangga masih belum ditemukan. Nicholas Saputra pun baru benar-benar terpilih di detik-detik terakhir casting.

Hari keempat JAFF dipenuhi dengan acara menarik, salah satunya adalah JAFF Cinematic Concert yang menampilkan penampilan spektakuler dari Sal Priadi dan Kunto Aji, yang berhasil menarik perhatian banyak orang ternama dari kalangan atas. Selain konser ini, ada juga pemutaran film dalam program Asian Perspectives dan Jogja Showcase, yang diikuti dengan sesi berbagi pengalaman dan tanya jawab bersama para pembuat film setelah setiap sesi screening. Sementara itu, salah satu sorotan utama dari hari ketiga adalah pemutaran perdana film dokumenter RM: Right People, Wrong Place, yang mengisahkan perjalanan Kim Nam Joon (RM) dalam mencari passion di dunia musik selama proses pembuatan album solo-nya. Film ini sangat dinantikan oleh para penggemar BTS, yang dikenal dengan sebutan ARMY, karena mereka akhirnya dapat menyaksikan potongan kisah tentang salah satu member BTS yang sudah lama tidak aktif di dunia hiburan, membuat momen ini begitu berarti bagi mereka.

Sumber foto : Penulis
Sumber foto : Penulis

Pada hari kelima JAFF, suasana festival tetap meriah dengan berbagai jadwal pemutaran film pendek yang datang dari seluruh penjuru Asia, seperti yang terjadi pada hari-hari sebelumnya. Selain pemutaran film, festival ini juga mengadakan berbagai acara menarik seperti workshop, public presentation, public lecture, dan masih banyak lagi. Salah satu acara penting pada hari Rabu ini adalah public lecture yang mengangkat tema "Tribute to Aruna Vasudev". Aruna Vasudev dikenal sebagai pionir dalam dunia perfilman Asia, yang telah berjasa besar dalam mengangkat citra sinema Asia di kancah internasional. Ia juga merupakan pendiri NETPAC, sebuah organisasi yang berperan penting dalam mempromosikan perfilman Asia ke dunia luar. Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas kontribusinya, JAFF, yang bekerja sama dengan NETPAC, menyelenggarakan public lecture ini untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa Aruna Vasudev.

Pada dua hari berikutnya, JAFF mengarahkan fokusnya pada pemutaran film dalam program Light of Asia dan Layar Komunitas, menampilkan berbagai karya menarik yang melibatkan komunitas film dari berbagai negara. Pada hari keenam, festival ini mengadakan sebuah Public Lecture untuk membahas tema besar JAFF tahun ini, yaitu Metanoia, yang merujuk pada perubahan mendalam dalam cara berpikir atau pandangan hidup. Sebagai pembicara utama, Hanung Bramantyo, sutradara Indonesia ternama yang dikenal dengan karya-karyanya seperti Kartini, Ipar adalah Maut, Bumi Manusia, dan Miracle in Cell No.7, berbagi pandangannya mengenai tema ini. Hari ketujuh festival masih dipenuhi dengan berbagai kegiatan edukatif, termasuk workshop di LPP Enthusiastic, LPP Visionary, dan LPP Taman Bintang, yang memberikan kesempatan bagi peserta untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan mereka dalam dunia perfilman.

Pada hari terakhir JAFF, festival ini ditutup dengan berbagai penghargaan yang mengapresiasi karya-karya luar biasa yang telah diputar selama acara. Sebagai film penutup, JAFF menayangkan 1 Kakak 7 Ponakan, sebuah karya yang mengisahkan seorang arsitek muda yang, setelah kehilangan kedua kakaknya dalam sebuah tragedi, terpaksa mengambil peran sebagai pengasuh bagi tujuh keponakannya. Sambil berjuang untuk memperbaiki kehidupannya, ia dihadapkan pada sebuah peluang besar yang bisa mengubah nasibnya. Namun, kesempatan itu memaksanya untuk memilih antara mengejar cinta, meraih kesuksesan dalam karier, atau tetap setia menjaga keluarga yang tersisa. Film ini menggambarkan dilema emosional yang dalam dan keputusan hidup yang berat.

ESENSI JAFF DALAM DUNIA PERFILMAN DI INDONESIA

JAFF memberikan berbagai manfaat penting bagi industri perfilman, terutama bagi filmmaker baru yang ingin menunjukkan karya mereka ke khalayak yang lebih luas. Festival ini juga menjadi ajang untuk membawa nama filmmaker Indonesia ke kancah perfilman Asia, memberikan kesempatan bagi mereka untuk bersaing dan mendapatkan perhatian internasional. Selain itu, JAFF juga menyediakan platform bagi para peserta untuk berbagi pengetahuan melalui berbagai acara seperti Public Lecture, Public Presentation, dan workshop yang mendalam. Festival ini juga mempermudah proses pitching bagi para pembuat film yang ingin mencari dana dari produser, membuka peluang pendanaan untuk proyek-proyek mendatang. Tak hanya itu, JAFF juga menjadi tempat yang ideal untuk memperluas jaringan relasi antar komunitas film, memungkinkan kolaborasi lebih lanjut antara berbagai pihak. Sebagai contoh, anggota Sinematografi Universitas Airlangga yang ikut serta dalam pembuatan film Ada Hantu di Menara Merdu dan menjadi pembicara di salah satu sesi JAFF, menunjukkan betapa besar manfaat festival ini dalam memperluas pengalaman dan koneksi. Secara keseluruhan, JAFF memberikan pengalaman yang sangat berharga setiap tahunnya, dengan berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang terlibat.

BEBERAPA SAPAAN HANGAT DAN TANGGAPAN DARI PUBLIC FIGURE TERNAMA

Festival JAFF tahun ini terasa spesial, terutama dengan hadirnya banyak sineas dan aktor ternama. Di antara momen tersebut, saya berkesempatan berbincang dengan beberapa tokoh yang meninggalkan kesan mendalam.

Angga Yunanda, salah satu aktor muda yang sedang naik daun, berbagi antusiasmenya. "JAFF kali ini menurutku spesial," katanya, "karena ada pemutaran film premiere bareng Shenina, Tale of The Land." Angga terlihat bangga dengan karya tersebut dan berharap filmnya bisa diterima dengan baik oleh penonton.

Saat bertemu Dian Sastrowardoyo di Lounge Empire XXI, saya sempat menyampaikan kekaguman terhadap tiga filmnya yang dia buat ketika menjalani sekolah scriptwriting. Ia membalas dengan cerita inspiratif. "Meskipun aku anak tunggal, aku buat film Nougat karena terinspirasi dari keluarga sepupuku yang mulai renggang. Aku yakin banyak yang bisa merasa relate," ujar Dian. Ketika saya menyinggung film Daybreak, ia tersenyum dan berkata, "Pasti kamu anak tunggal ya? Aku juga pernah merasakan hal yang sama."

Tak kalah menarik, saya bertemu Lutesha sebelum pemutaran filmnya. Dengan gaya santai, ia menyapa, "Hai, jangan lupa nonton Cinta Tak Seindah Drama Korea, ya. Selamat menikmati JAFF, see you!" Sapaan hangat itu menunjukkan betapa antusiasnya ia menyambut penonton.

Momen berharga lainnya adalah pertemuan dengan Jajang C. Noer. Sosok legendaris ini memberikan pesan yang menyentuh. "Teruslah berkarya di dunia perfilman," katanya. "Sekarang kamu mungkin hanya datang sebagai penonton dengan Sahabat Hanoman-membership pass. Siapa tahu, beberapa tahun lagi kamu hadir sebagai pembuat film."

Interaksi singkat namun bermakna ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan, penuh dengan semangat dan inspirasi dari para tokoh perfilman Indonesia.

TANGGAPAN PENULIS TENTANG JAFF

Sumber foto : Penulis
Sumber foto : Penulis

Mengikuti JAFF 19 merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Sebagai pecinta film, berada di tengah-tengah festival yang mempertemukan berbagai sineas, aktor, dan penggemar memberikan wawasan yang luar biasa. Tidak hanya bisa menyaksikan film-film berkualitas dari berbagai negara, saya juga mendapat banyak pelajaran, baik secara teori maupun praktik, dari diskusi, workshop, hingga obrolan santai dengan para tokoh di industri ini. Saya belajar bagaimana sebuah film bukan hanya soal cerita, tetapi juga tentang proses kreatif yang penuh perjuangan, kerja sama tim, dan kepekaan terhadap isu sosial. Mendengar langsung pengalaman para aktor dan filmmaker ternama membuat saya semakin mengapresiasi dunia perfilman. JAFF 19 bukan sekadar festival, tetapi ruang untuk tumbuh, belajar, dan terinspirasi dari orang-orang yang sudah jauh lebih berpengalaman. Saya merasa sangat beruntung bisa menjadi bagian dari acara ini, dan pengalaman yang saya dapat akan saya gunakan bersama perjalanan saya berikutnya di dunia seni dan kreativitas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun