Mohon tunggu...
Ruang BacaKomunitas
Ruang BacaKomunitas Mohon Tunggu... Editor - Pegiat Literasi

Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Library for All: Membaca dan Meminjam Buku di RBK

9 Mei 2019   10:20 Diperbarui: 9 Mei 2019   10:33 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesatnya teknologi informasi di satu sisi telah mendorong migrasi budaya pustaka dari konvensional ke era digital. Keberadaan i-pustaka atau perpustakaan on-line dengan beragam kemudahannya tentu menjadi pilihan yang lebih simpel, efektif, dan efisien untuk memanfaatkan layanan pustaka digital. Namun begitu, pustaka konvensional jangan sampai ditinggalkan, tapi sebaliknya perlu direvitalisasi untuk dikomplementasikan. Karena nyatanya, layanan pustaka secara konvensional masih tetap dibutuhkan masyarakat.

***

"Memangnya masih ada yang mau pinjam buku ke perpustakaan konvensional?" demikian pertanyaan salah seorang kawan saya tiga tahun lalu, saat ia tahu bahwa saya bersama beberapa kawan akan mendirikan Ruang Baca Komunitas. 

Tentu sulit menjawab pertanyaan itu secara tepat. Karena itu saya menjawabnya secara ringan saja, "Yaa siapa tahu memang masih dibutuhkan," sebuah jawaban yang tampak kurang meyakinkan. Hal ini saya sadari karena memang angka kunjungan ke perpustakaan semakin hari tampaknya semakin berkurang. 

Kondisi umum yang ada saat itu menunjukkan bahwa keberadaan perpustakaan masih dipandang sebelah mata. Minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan masih tergolong rendah. 

Menurut hasil kajian Biro Pusat Statistik (BPS, 2015) budaya literasi di Indonesia masih rendah. Hal ini antara lain ditandai oleh kultur membaca dan mengunjungi perpustakaan di Indonesia yang juga tergolong masih rendah, yaitu 25,1 persen. 

Menurut hasil kajian itu, sebagian besar masyarakat mengaku kunjungan ke perpustakaan hanya dilakukan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Pada tahun yang sama, saya punya kesempatan mengunjungi sejumlah desa dan kelurahan di Kota Banjar. Dalam berbagai kunjungan itu, hal pertama yang saya perhatikan adalah ketersediaan perpustakaan di desa maupun di kelurahan tersebut. 

Hasil pantauan saya secara sekilas seolah mengkonfirmasi hasil kajian BPS tersebut bahwa minat masyarakat kita untuk memanfaatkan perpustakaan terhitung masih rendah.

 Meskipun ketersediaan buku di perpustakaan desa dan kelurahan secara formal sudah cukup memadai, namun secara aktual keberadaan perpustakaan konvensional belum benar-benar fungsional secara optimal. 

Rak-rak buku yang terkunci dan berdebu, pojok baca yang sepi dan terisolasi, adalah potret umum yang banyak saya jumpai di sejumlah desa dan kelurahan.

Kurang fungsionalnya perpustakaan konvensional saat ini setidaknya dapat dijelaskan dari dua hal. Pertama, era digitalisasi yang secara massif telah memindahkan budaya pustaka dari konvensional ke digital. 

Keberadaan i-pustaka atau perpustakaan on-line dengan beragam kemudahannya sudah barang tentu menjadi alternatif yang lebih simpel, efektif, dan efisien untuk memanfaatkan layanan pustaka. 

Kedua, masih rendahnya minat dan kegemaran membaca, padahal ini merupakan basis utama tumbuhnya budaya baca. Jika faktor pertama yang menjadi alasan, itu mungkin suatu kemajuan. 

Namun jika faktor kedua atau faktor keduanya yang menjadi alasan maka inilah kendala yang menjadi masalah utama yang perlu segera mendapatkan perhatian untuk dicari alternatif solusinya.

Persis dalam kondisi seperti itulah timbul keinginan kami untuk menghadirkan model perpustakaan alternatif. Hadirnya pustaka digital (i-pustaka) dari mulai tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, atau bahkan mungkin sampai ke tingkat kecamatan dan desa/kelurahan barangkali sudah menjadi keniscayaan dalam era teknologi informasi dan digital. 

Namun perpustakaan konvensional juga menurut hemat saya jangan ditinggalkan, tapi sebaliknya perlu direvitalisasi untuk dikomplementasikan. 

Dalam kaitan ini, kehadiran dan keberadaan Ruang Baca Komunitas (RBK) tentu bukan untuk berkompetisi dengan perpustakaan yang sudah ada, tapi justru untuk membangun sinergi dan saling melengkapi fungsi dan peran perpustakaan secara simultan. Dengan sinergi dan semangat kebersamaan ini diharapkan minat baca masyarakat senantiasa terus terdorong. 

Tumbuh kembangnya kegemaran membaca (reading habit) tentu akan menjadi prasyarat bagi terbentuk dan terbangunnya masyarakat pembelajar (reading society) sebagai salah satu modal utama untuk meraih kemajuan. Untuk itu, selain buku elektronik (e-book) dan jaringan pustaka digital (i-pustaka) yang kami miliki, pustaka konvensional masih tetap menjadi layanan utama yang kami siapkan keberadaannya. Karena nyatanya, layanan pustaka secara konvensional masih tetap dibutuhkan masyarakat.

Sejak RBK kami dirikan 4 April 2016, kunjungan masyarakat untuk membaca dan meminjam buku tidak pernah sepi, terutama dari kalangan pelajar. Ada enam sekolah yang lokasinya cukup dekat dengan Sekretariat RBK, yaitu SDN 2 Banjar, SDN 3 Banjar, SDN 5 Banjar, MTs Negeri Banjar, SMPN 3 Banjar, dan MAN Banjar. 

Selain itu, ada juga SMAN 1 Banjar yang punya hubungan spesial karena Ketua Yayasan Ruang Baca Komunitas (YRBK), Siti Maroah adalah guru dan pembina literasi di sekolah tersebut. 

Siswa dari ketujuh sekolah itulah yang awalnya menjadi pengunjung RBK. Berikutnya, siswa-siswa lain dari luar kelurahan dan dari luar Kecamatan Banjar juga datang, baik untuk sekadar membaca di tempat maupun meminjam buku untuk dibawa pulang. Belakangan bahkan bukan hanya siswa saja yang datang ke RBK, tapi juga guru, mahasiswa, santri, dan emak-emak ibu rumah tangga. 

Untuk yang terakhir itu, mereka awalnya datang hanya mengantar anaknya ke RBK tapi kemudian ikut lihat-lihat koleksi pustaka dan akhirnya juga turut membaca dan meminjam buku, terutama buku-buku novel dan buku-buku menu masakan yang kebetulan kami mendapat donasi beberapa jilid "menu masakan nusantara" dari Majalah Nova.


Awalnya kami menetapkan jam operasional Perpustakaan RBK mulai pukul 13.30 -- 17.30 untuk hari Senin-Jumat. Sementara di akhir pekan, Sabtu -- Minggu jam buka perpustakaan dimulai jam 09.00 -- 18.00. Penentuan jam operasional tersebut dimaksudkan supaya tidak bentrok dengan jam masuk sekolah.

 Dalam arti, setelah pulang sekolah para siswa diharapkan dapat langsung berkunjung ke RBK. Namun kenyataannya jam operasional kami tidak berlaku secara kaku. 

Jam berapa saja pengunjung datang, kami akan selalu siap melayani. Bahkan seringkali justru pada jam pelajaran sekolah, guru-guru dari sekolah terdekat menugaskan para siswa untuk membaca dan meminjam buku ke RBK. Belakangan kami juga menawarkan program khusus bertema Outdor Learning, Outdor Literasi atau sering kami sebut sebagai "OL-Kuadrat". 

Program ini kami tawarkan ke sekolah yang ingin memanfaatkan fasilitas buku dan tempat di RBK untuk melakukan pembelajaran di luar kelas agar para siswa tidak bosan serta mendapatkan model pembelajaran yang lebih variatif.   

Untuk keanggotaan perpustakaan, awalnya kami menetapkan hanya orang-orang yang terdaftar sebagai Anggota yang dapat meminjam buku, sementara yang lainnya hanya boleh membaca buku di tempat. 

Hingga akhir 2018, ada 67 orang Anggota Perpustakaan RBK. Untuk menjadi Anggota perpustakaan RBK syaratnya sangat mudah yaitu, mengisi formulir keanggotaan, menyerahkan pas photo, foto copy identitas dan nomor kontak HP/WA. Foto copy identitas dapat berupa foto copy KTP, Kartu Pelajar, Kartu Mahasiswa atau SIM.

 Sementara untuk siswa SD cukup foto copy KTP orang tua dan nomor kontak (HP/WA) orang tuanya. Sebagian besar anggota merupakan siswa/i SMP dan dari kelompok ini pula yang paling banyak berkunjung ke RBK terutama untuk mengerjakan tugas GLS-WJLRC (Gerakan Literasi Sekolah -- West Java Leader's Reading Challenge). 

Namun kini soal keanggotaan tidak lagi kami jadikan syarat. Peminjaman buku boleh dilakukan siapa saja dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Semua peminjam buku cukup memotret cover buku yang dipinjamnya dan kemudian mengirimkannya via WA pengelola. Cukup itu saja!

Dari pengalaman pelayanan dan peminjaman buku hingga saat ini, masih ada dua hal yang mengganjal. Pertama, soal keterbatasan personalia dan SDM pustakawan kami yang belum memadai. 

Untuk itu kami pernah meminta bantuan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan untuk memberikan solusi, tapi hingga saat ini belum ada tawaran alternatif solusinya. 

Kedua, keterbatasan pustaka terutama buku-buku muatan lokal berbahasa Sunda. Untuk buku-buku lain, sementara ini boleh dibilang ketersediaannya cukup memadai karena kami sering mendapatkan donasi buku dari berbagai pihak. 

Donasi buku terbanyak kami dapatkan dari Toko Buku Lumpurmas dan Asep Mulyana, Alumni Fisipol UGM Yogyakarta. Namun dari berbagai sumbangan buku yang kami terima hingga saat ini hampir tidak ada donasi buku berbahasa Sunda. 

Padahal banyak sekali siswa dan guru yang mencari buku, terutama novel bernuansa muatan lokal yakni buku-buku berbahasa Sunda sehingga berulang kali kami terpaksa mengecewakan mereka. 

Tiga tahun lalu, pada peresmian YRBK, Ibu Walikota Banjar sebenarnya sudah menjanjikan akan memberi donasi khusus untuk pengadaan buku berbahasa Sunda di RBK. Namun hingga saat ini, janji itu belum terrealisasi.*

Dokori
Dokori

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun