Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Ketika Ibu Stoke" (Bagian 2, Selesai)

16 Desember 2021   00:40 Diperbarui: 16 Desember 2021   00:49 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen Yoyo Goyol (@yoyo_setiawan_79)

Dengan perasaan campur aduk dan mata berkaca-kaca kukendarai sepeda motor tua. Entah berapa sumpah serapah orang yang kulewati karena aku ngebut dengan asal. Yang penting cepat sampai di tempat ibu berbaring tak berdaya...

Setelah berkendara 10 menit, aku sampai di sebuah rumah sakit terbesar di Cikarang. Tak lama mencari ruang ibu, karena bapak sudah menjemput di depan pintu masuk rumah sakit ini. Terimakasih, pak. Bahkan di saat seperti ini, bapak masih perhatian kepada aku.

Yang berjaga di kamar IGD hanya boleh satu orang. Jadi aku bergantian dengan bapak saat ingin masuk ke ruang ini. Bapak mempersilakan aku berganti masuk menjaga ibu. Pikiranku sedang berperang, kasihan ke ibu dan setengah menyalahkan bapak selama ini.

Betapa tidak, bapak memegang kekuasaan penuh di keluarga ini. Memang bapak orangnya keras, disiplin dan cerdas. Ibu kadang sedikit berbeda pendapat sedikit saja langsung didebat bapak. Apalagi kalau masalah yang serius seperti keuangan dan keyakinan.

Tapi menurutku,--dan ini tidak berani aku ungkapkan di depan bapak---ibu juga berhak berpendapat, memberi masukan dan membantu mencari solusi. Ini tidak. Makanya kuanggap, bapak terlalu otoriter, ibu selalu mengalah. Termasuk dalam hal keuangan, sampai-sampai ibu tidak mau memegang keuangan keluarga. Ibu selalu tertekan, banyak pikiran dan dituntut sempurna oleh bapak! Hal inilah yang memicu penyakit rekanan darah tinggi ibu kambuh.

Bila kuingat semua itu, ingin rasanya membawa kabur ibu ke kampung, biarkan bapak dengan watak buruknya tinggal sendiri di perantauan. Toh, kesuksesan bapak juga peran aktif ibu selama ini. Airmata tak kuasa kutahan, meleleh dari kedua mata.

Ibu tergeletak diam di ranjang rumah sakit. Sekarang aku berada di depannya. Sosok yang telah melahirkanku, merawat siang dan malam tanpa lelah, kini terbaring lemas. Bisa jadi dari kecil aku manja seperti kedua adikku yang sampai hari ini terus dimanja bapak. Maka aku bertekad untuk belajar mandiri, mencari pekerjaan sendiri. Dan akan kuberikan contoh untuk adik-adikku.

Perlahan, aku duduk di kursi yang ada di samping ranjang ibu, sengaja tak bersuara agar tidak mengganggu tidur ibu dalam pengaruh obat ini. Terlihat rona pucat wajah ibu, aduhai betapa berat beban hidupmu, ibu! Perkenankan aku, anakmu, ikut membantu meringankan beban itu. Suatu saat nanti, aku harus berani membela ibu.

Lengan tangan kirinya terpasang slang infus dan beberapa titik kabel untuk memonitor detak jantung. Terlihat dada ibu bernafas seperti orang berlari, terengah-engah. Detak jantungnya di atas normal. Hati ini sedih tak terperi, tak ada yang dapat kuperbuat, hanya hati ini memanjatkan selalu doa keselamatan untuknya.

Saat menelepon tadi, bapak memberitahu ibu didiagnosa dokter terkena serangan stroke. Maka aku teliti, dari ujung rambut hingga ujung kaki, bagian mana yang terserang stroke? Oh, masyaallah, baru setelah kuamati dengan teliti bagian mulut ibu tampak tidak normal, bibir bawah tertarik ke kiri! Apa nanti ibu tidak bisa bicara?

Juga kulihat jemari tangan kiri  terlihat kaku, berbeda dengan tangan lainnya. Oh, Tuhan. Betapa berat ujian ibu, sudah selama ini tertekan, sekarang seperti tersiksa dengan kondisi ini. Entah nanti, berapa lama waktu untuk memulihkannya.

Tiba-tiba terdengar pintu diketuk, aku buru-buru menyeka kedua pipi. Tampak dua orang perawat masuk membawa peralatan periksanya. Satu orang yang terlihat lebih senior membawa kertas lembar pemeriksaan, yang lainnya mendorong troli berisi banyak peralatan medis. Entah pemeriksaan apa yang akan dilakukannya.

Melihat aku bangkit dari duduk dan tersenyum, keduanya membalas senyuman dan mengangguk tanda hormat.

"Permisi bapak, perkenankan kami perawat jaga yang masuk siang akan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium. Bapak boleh tetap di sini, sekalian kami akan meminta tanda persetujuan keluarga atas tindakan pemeriksaan ini", kata perawat senior, Sinta, begitu tertulis namanya di baju seragam sebelah kanan.

"Ya, Sus. Silakan lakukan tindakan terbaik, agar ibu cepat pulih!" jawabku.Beberapa saat perawat Sinta menuliskan keterangan di lembaran yang dipegangnya, sementara perawat satunya, Dewi, sibuk mempersiapkan alat suntik dan lainnya.

"Silakan tandatangan di sini, pak!" Suster Sinta menyodorkan lembaran yang telah diisinya padaku. Karena fokus pada keinginan yang kuat agar ibu mendapatkan layanan terbaik, aku tak perlu banyak bertanya. Segera kutandatangani lembaran itu.

Segera setelah kutandatangani surat persetujuan itu, suster Dewi cekatan memasang alat suntik di ujung slang infus, melepasnya sementara. Lalu ditarik perlahan sehingga darah memenuhi tabung suntik. Dilepasnya dengan perlahan juga, slang yang sempat dilepas tadi dipasang kembali.Tak lupa melakukan pemeriksaan tekanan darah, detak jantung, detak nadi di pergelangan dan saturasi di ujung jari.

Setelah mencatat semua pemeriksaan, keduanya berpamitan keluar. Selesai. Tentu aku akan lebih banyak menyisihkan waktu untuk dekat ibu. Nanti akan kucontohkan kepada kedua adikku agar selalu mendampingi ibu. Ibu perlu orang yang ikhlas mendampingi pengobatan/ terapi selama dia sakit agar tidak semakin sedih. Seperti apa sedihnya apabila seorang ibu ditinggal sendiri dalam keadaan sakit, sang anak sibuk dengan dunianya masing-masing!

Semoga "teguran" Allah ini akan membuat bapak tersadar, mendapatkan hidayah dan kembali senyum keluarga terpancar dari masing-masing anggota keluarga.

---&&&--

Pagak-Malang, 15-12-2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun