Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Jam Dinding Masjid, Mati"

20 November 2021   17:00 Diperbarui: 20 November 2021   17:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya pak, ini pak Tar sedang bingung, jam patokan azannya rusak, itu baru pukul 09:30!", jawab Budi membantu pak Tarmuji yang masih bingung.

"Oh, baterai jamnya sudah habis barangkali? Ya sudah, nanti setelah salat kita cek jam dindingnya. Pak Tar, ayo azan sekarang!", kata pak imam. Budi belum tahu namanya.

"Ya, pak", jawab pak Tar singkat. Tanpa banyak bertanya, ia menghampiri mikropon, mengaktifkan dan melantunkan azan. Sedikit terlambat, tapi masih lebih baik daripada tidak ada azan sama sekali!

Allahuakbar... Allahuakbar! Suara pak Tar terdengar serak, parau. Aduhai, di manakah para anak muda yang semestinya aktif memakmurkan masjid, semestinya terlantun nada merdu generasi muda yang bertaqwa!

Selesai azan, muadzin tua ini, tak lupa segera menunaikan salat sunnah qabliyah Duhur. Salut Budi melihat pak Tar setua itu masih semangat beribadah! Kalau seumuran Budi atau pak imam, sudah hal biasa.

Selepas salat, pak imam menghampiri pak Tar, duduk di sebelahnya.

"Pak Tar, nanti selesai salat Duhur, tolong belikan baterai jam, ya?", kata pak Imam meminta. Yang diajak bicara hanya mengangguk dan tersenyum. Lagi-lagi, Budi penasaran belum berkenalan dengan pak imam ini.

"Maaf, pak kyai, saya belum berkenalan dengan bapak?", kata Budi mendekat ke orang yang berjanggut lebat itu, tangan kanan ia sodorkan untuk menjabat tangan pak kyai.

"Ya lupa, kenalkan saya, pak Sukri", jawab pak kyai. Yang diajak berjabat tangan meraih tangan kanan Budi erat dan tersenyum.

"Kenalkan saya, Budi Santoso!", jawab Budi tak kalah semangat.

"Nanti mas Budi tolong pak Tar diantar ke toko kelontong, saya minta dibelikan baterai jam", kata pak Sukri meminta Budi .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun