Pengambilan Keputusan bagian dari salah satu keterampilan seorang pemimpin dalam mengemban salah satu perannya, yaitu mengambil suatu keputusan, khususnya pada kasus-kasus yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan atau Etika. Perlu dipahami keputusan-keputusan yang diambil secara langsung atau tidak, menentukan arah dan tujuan suatu institusi atau lembaga yang berpengaruh kepada mutu pendidikan sesuai dengan pemikiran KI Hajar Dewantara yaitu pembelajaran yang berpihak pada murid.
Penulis yang merupakan Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 5 Provinsi DKI Jakarta merangkum pengambilan keputusan berbasis nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin dalam berbagai aspek dari mulai mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, hngga pada pengujian keputusan di sekolah khusus di SMP Negeri 176 Jakarta.
Penasaran ingin tahu lebih jauh bagaimana pengambilan keputusan yang berbasis nilai kebajikan seorang pemimpin itu bisa dilakukan? Lalu seperti apa paradigma dan prinsip yang berlaku? Bagaimana hasil pengujian keputusannya? Mari simak tulisan berikut ini.
Pada praktik proses pengambilan keputusan dengan nilai-nilai kebajikan yang ada, tentunya  berpangku kepada penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara di Sekolah dengan tujuan pendidkan  yaitu menuntun  segala kodrat  yang ada pada anak-anak  agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya baik sebagai individu manusia maupun  sebagai anggota masyarakat.Â
Dalam Proses "menuntun", anak dbirikan kebebasan namun pendidik sebagai pamong  dalam memberikan tuntunan dan arahan agar  anak tidak kehilangan arah  dan membahayakan dirinya.
Pada nilai-nilai dan peran guru penggerak, tentunya pengamblan keputusan berpusat kepada murid, dimana seorang guru penggerak hendaknya senantiasa mengutamakan kepentingan dan kebutuhan perkembangan murid sebagai dasar bertindak utama. Apa yang disiapkan dalam pembelajaran selalu untuk mendukung kebutuhan dan keadaan murid.Â
Hal ini terutama dalam kegiatan di kelas dan lngkungan sekolah, sebagai calon guru penggerak  penulis harus memiliki nilai inovatif melalui ide-ide baru yang membangun dan bervarasiasi serta bersikap terbuka masukan dan gagasan orang lain untuk mencapai solusi yang tepat.
Selain itu, dalam visi perubahan yang dilkukan oleh calon guru penggerak dalam pengambilan keputusan akan membawa dampak dengan terbentuk budaya positif dalam pembelajaran yang berpihak pada murid.Â
Pada hal tersebut, melahirkan sebuah paradigma atau pemikiran inskuiri apresiatif di sekolah dengan berawal dari impian dan cita-cita, namun dilukiskan dengan kata-kata motivasi yang menggetarkan diri hingga membangkitkan perubahan paradigma menuju tujuan yang akan dicapai Bersama dalam sistem Pendidikan.
Pengambilan keputusan yang dilakukan melalui penerapan coaching, agar nilai-nilai kebajikan yang ada dalam dilema etika bisa dalami secara terseluruh atas apa yang menjadi kebutuhan dan haparan bisa dicapai. Disamping itu pula, sosial emosional dalam pengambilan keputusan sangat berpengaruh dalam penentuan dilema etika (benar lawan benar).
Terkait paradigma yang berlaku dalam pengambilan keputusan yang berpijak pada nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin mengacu pada beberapa hal yaitu: Â pertama, Individu lawan kelompok (individual vs community); kedua, rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy); ketiga, kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) dan keempat jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
Sedangkan pada prinsip pengamblan keputusan yang berpijak pada nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin yaitu : pertama, berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking); kedua, berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking dan ketiga, berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Penulis yang merupakan Calon Guru Penggerak menguji pengamibilan keputusan dengan berpijak pada nilai-nilai kebajikan pada sekolah yang  mejadji unit kerjanya tereflekasi berikut ini, pada Tata Tertib Sekolah, dimana paradigma yang adalah Individu lawan kelompok.Â
Dikarenakan tata tertib yang dijalankan dalam penggunaan telepon genggam di lingkungkan sekolah, dimana individu murid membutuhkan telepon genggam sebuah kebutuhan primier dalam kegiatan penunggjang tranportasi ke sekolah  Dari paradigma kelompok yaitu beberapa murid mengikuti keyakinan tersebut sebagai sebuah aturan yagn harus ditaati dilingkungan sekolah. Sedangkan prinsip yang mendasari keputusan yaitu rasa peduli terhadap murid tersebut.Â
Dimana tahapan pengujian keputusannya terangkum sebagai berikut pertama, mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan yaitu : etika dan nilai-nilai sosial, tata tertib sekolah. Kedua, Menentukan siapa yang terlibat dalam permasalahan tersebut yaitu, murid, orang tua murid, dan pihak sekolah.Â
Dan ketiga, menentukan fakta-fakta yang relevan dalam permasalahan tersebut yaitu : laporan walikelas, guru BK dan Wakil Bidang Kesiswaan dari hasil sidak mentaati tata tertib sekolah.
Pada pengujian benar atau salah, terdiri dari adanya Uji legal (aturan yang berlaku); Uji Regulasi (adanya pelnggaran hukum dan etika); Uji Intuisi (Tindakan berlawan atau sejalan dengan nilai-nilai); Uji Publikasi (media cetak / elektronik); Uji Panutan at au Idola (orang yang menjadi panutan). Serta yang utama adanya investigasi opsi trilemma seperti adanya surat peringatan (pembinaan dan pemanggilan orang tua) dan sanksi berupa penyitaan telepon genggam sampai pembagian raport semester ganjil.
Terakhir refleksi dari pengamblan keputusan yang diambil seorang pemimpin pembelajaran dengan mengacu pada nlai-nilai kebajikan dalam dilema etika adalah bahwa berani mengambil keputusan yang berpihak pada murid, tentu akan menbentuk budaya positif dalam lingkungan seklah untuk membentuk lngkungan pembelajaran yang bisa  membangun karakter murid di masa depan yang beriman dan bertakwa, unggul dan prestasi serta berwawasan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H