Semakin ku menahan malah muncul ratusan frame-frame semu itu
Ku taklukan dengan segala cara dan upaya
Dzikir, zen, tao, dll
Ah pikirku sudah kucapai pencerahan itu
Namun malah ku di hantui bayang-bayang tak nyata itu
Bangun dalam tidur
Tidur dalam bangun
Mengigau memanggil-memanggil rasa sakit terdalamku
Namun tetap
Tetap saja waktu dan dunia ini berputar dengan cepatnya
Melampaui yang tak kuperkirakan
Gravitasi yang terjadi pada diriku melambat
Seperti ada seseorang yang menikmati menyiksaku disuatu tempat yang tak kuketahui
Menabur garam diatas lukaku tanpa henti
Begitu menyiksanya
Ohh sampai-sampai menginfeksi Jiwaku
Akhirnya jiwaku tak lagi memandang segalanya dengan benar
Ia hanya merespon ingatan akan rasa sakit itu sampai keakar-akarnya
Tidak sampai disitu saja
Aku kehilangan segalanya di dalam satu waktu
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula
Kata-kata ini?
Ahh mustahil bisa menggambarkan betapa mengerikannya yang kurasakan
Betapa menderitanya kepalaku
Betapa tak sadarnya akal sehatku
Namun begitu aku memandang laut yang tenang itu seketika aku berubah pikiran
Begitu luasnya ia
Mampu menampung begitu banyak macam yang tak terhingga
Ia begitu biru namun luas tanpa batas
Begitu dalam dan menghanyutkan
Maka jadilah yang terbatas ini menjadi tak terbatas
Mencoba mengikuti frekuensi kecepatan cahaya
Seimbang diantara reruntuhan ini
Entah siapapun engkau
Apapun wujudmu itu
Kau sedang bertarung dengan dirimu sendiri
Memaksa membuat sebuah tembok besar dibanding menghancurkan
Takut menerima kenyataan
Tak mau merasakan sensasi sebuah kesakitan
Tak mau merayakan segalanya
Maka rayakanlah segala yang kau miliki
Jangan bersandar dengan yang terbatas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H