"Mau minum apa? Kopi? Teh? Susu? Atau minuman rempah? Mau makan atau sekedar camilan? Coba lihat-lihat dulu di buku menu ini!" katanya sambil memberikan buku menu. "Mas tadi belum jawab pertanyaanku. Nama Mas benar Mas Bagaskara? Takutnya salah orang," kataku meyakinkan. Seharusnya benar, karena sudah memperhatikan sepatu yang aku pakai. "Iya, aku Bagas, Bagaskara. Setelah pesan, tolong Mbak cerita soal sepatu itu ya?" tanyanya dengan penuh harapan.
"Aku pesan satu teh jahe panas dan kentang goreng saja Mas," pintaku sambil memberikan buku menu itu ke Mas Bagas. "Oh iya, nama Mbak siapa ya?" tanyanya padaku. Aku juga lupa menyebutkan nama. "Clara," kataku sambil mengulurkan tangan.
Mas Bagas menyambut uluran tanganku. "Mas, aku bisa melihat hantu. Beberapa waktu lalu Anna menemuiku, minta tolong agar aku memakai sepatu ini lalu bertemu denganmu. Anna menyesal tidak bisa menerimamu sebagai kekasih, Anna minta maaf. Apakah Mas mau memaafkan? Ia tak kan tenang di dunia manusia, Ia menunggu Mas memberikan maaf baru bisa naik," kataku sambil meneteskan air mata.
"Jadi, sepatu itu buat bukti bahwa Anna menemuimu ya?" tanya Mas Bagas menegaskan apa yang ada di pikirannya. "Iya Mas, takutnya Mas nggak percaya. Apa Mas memberi maaf?" tanyaku sambil melirik Anna. "Apakah di sini? Aku nggak bisa melihatnya. Aku ingin berkata padanya, tunjukkan di mana Ia berdiri!" kata Mas Bagas sambil melihat sekeliling. Aku menunjuk ke arah di mana Anna berdiri, di sudut ruangan. "Itu Dia Mas, mendekatlah!" kataku sambil melihat Mas Bagas.
"Anna, aku memang tak bisa melihatmu, tapi aku bisa merasakan hadirmu di sini. Aku minta maaf, aku nggak bisa menjagamu. Aku membuatmu kehilangan nyawa. Aku buatkan ruangan ini khusus untukmu, tapi Kau tak pernah mau menerima ajakanku sewaktu masih hidup. Karena aku tahu Kauikut, makanya aku bawa Clara ke sini. Kausuka ungu kan? Aku buka caf ini dekat dengan makam Anna, agar aku bisa sesering mungkin mengunjungimu Na. Aku menyesal. Aku jahat, aku tak seharusnya memaksamu memakai sepatu itu Na. Kamu tidak salah, jadi tak ada yang aku maafkan. Aku yang salah Na, maafkan aku," tutur Mas Bagas sambil berlutut menghadap ke Anna.
Aku melihat Anna menangis, ingin memegang bahu Mas Bagas, tapi nggak bisa, nggak mungkin bisa. Tapi aku pernah membaca sebuah artikel "Tak ada yang mustahil bagi Tuhan." "Anna, cobalah, jangan menyerah! Coba Na! Ucapkan permintaanmu!" perintahku pada Anna sambil aku mendekati mereka. Mas Bagas berbalik melihatku.
"Maaf ya Bagas," kata Anna masih mencoba memegang bahu Mas Bagas. "Tuhan aku mohon bantu aku, untuk pertama dan terakhir kalinya, aku ingin bisa menyentuh Bagas, meski aku tak terlihat olehnya, yang penting aku bisa memegang, tolong aku Tuhan!" pinta Anna yang masih terus mengharap. Aku pun juga membantu sebisaku dengan doa, "Tuhan tolong temanku Anna, Ia hanya ingin menyentuh untuk pertama dan terakhir, agar lebih puas dalam meminta maaf, kami pasrah kepadaMu."
"Kami mohon Ya Tuhan, jika Engkau berkenan, izinkan Anna menyentuhku, pertama dan terakhir!" tambah Mas Bagas yang ternyata sudi membantu.
Tanpa menyerah, Anna masih saja mencoba menyentuh Mas Bagas. Terus dan terus, hingga Mas Bagas berteriak, "Aduh." "Ada apa Mas?" tanyaku penasaran. "Aku berhasil, aku bisa menyentuh Bagas. Akhirnya, terima kasih Tuhan, terima kasih Bagas dan Clara, aku bahagia," kata Anna sambil menunjukkan wajah gembiranya.
"Terima kasih Tuhan," kataku dan Mas Bagas. "Kok bisa barengan gini ya kita?" tanya Mas Bagas sambil menatapku. "Jodoh kali kalian," sahut Anna. "Hus, asal aja kalau bicara," kataku sambil memandang Anna. "Maksudnya Clara?" tanya Mas Bagas bingung, karena tak bisa mendengar Anna. "Aku bicara dengan Anna Mas, bicara aneh," jawabku sambil tersenyum aneh. "Oh maaf, aku pikir bicara denganku, aku kan nggak bisa lihat dan mendengar Anna bicara," katanya sambil tersenyum.
"Sudah, aku di sini, kok malah kalian ngobrol sendiri?" tanya Anna sambil sedikit cemberut. Aku dan Mas Bagas saling pandang lalu tersenyum. Entah kenapa matanya seperti mengatakan sesuatu, tapi aku nggak tahu. Anna terdiam melihat kami saling pandang. "Anna, maafkan Mas Bagas, meskipun bagimu Beliau tidak salah! Begitu juga Mas Bagas, maafkan Anna! Meskipun menurutmu tidak salah," pintaku pada keduanya.
Aku tidak enak pada Anna yang memperhatikan kami, makanya aku langsung memecah kebekuan dengan berkata begitu. "Anna, maafkan aku ya! Aku sudah memaafkanmu," kata Mas Bagas memandang ke sudut. "Aku juga sudah memaafkanmu Bagas, aku minta maaf. Clara, tolong sampaikan ke Bagas ya!" pinta Anna. Karena aku melamun, aku terdiam, Anna mengulang kembali permintaannya, "Clara, kamu dengar aku? Clara?"