Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepatu Anna Membuatmu Berkelana

5 Desember 2024   17:33 Diperbarui: 5 Desember 2024   17:37 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anna, hantu pemilik sepatu ungu yang cantik (sumber gambar : clipart-library.com)

"Usia terakhirku sebelum meninggal, dua puluh empat tahun. Aku selalu dipuja banyak lelaki, karena menurut mereka aku cantik dan tak ada yang bisa mengalahkan cantikku. Aku sadar, aku memang cantik luar biasa. Tapi, yang bikin aku menyesal adalah aku terlalu sombong dengan kecantikanku. Selalu pamer di media sosial, karena sangat bangganya dengan wajahku. Ada yang bangga, tapi ada yang iri bahkan benci dengan aku. Waktu itu aku belum mau pacaran, karena masih ingin mengejar karier.

Hingga suatu ketika ada seorang laki-laki yang mendekatiku, karena melihatku di media sosial. Dia ingin mengenalku lebih jauh katanya. Dari awal, aku sudah bilang belum mau pacaran, hanya mau berteman. Tapi entah kenapa Dia terus mengejarku dan ingin agar menjadi kekasihku. Aku jadi merasa risih dengannya.

Di hari sebelum aku meninggal, Dia memberiku sepasang sepatu ungu, karena aku suka warna ungu, hingga rambutku dicat warna ungu, dan saat itu juga aku memakai gaun berwarna ungu. Dia ingin sekali melihatku memakai sepatu itu di depannya. Aku bingung, karena aku tidak menyukai orang itu. Tapi Ia memaksaku, menyentuh kakiku ingin memakaikan sepatu itu. Saat itu aku lari, tapi tak ku sangka, aku malah tertabrak sebuah mobil yang melaju kencang. Ya, itulah akhir hidup si ungu, warna kesukaanku," jelasnya padaku.

Tapi aku masih belum jelas, ada satu hal yang belum kupahami. Hingga aku lanjut bertanya, "Lalu, apa yang bisa kubantu? Pasti ada hubungan dengan sepatu itu kan?" tanyaku meyakinkan pendapatku. Ia mengangguk. "Tolong kembalikan sepatu itu ke Bagaskara! Orang yang mengejarku dulu, yang tadi kuceritakan, yang memberi sepatu itu untukku. Tolong bilang maaf! Karena aku menolaknya. Aku percaya padamu. Kamu punya kelebihan, makanya aku memilihmu Clara," pintanya.

"Gimana caraku bertemu Bagaskara? Tunjukkan di mana tempatnya Anna! Kucoba sekuat tenaga untuk berkelana, demi membantumu agar Kautenang," kataku yang berusaha membantu. "Pakai sepatu itu dan ikuti petunjukku! Jangan pernah buka mata sampai aku minta Kaubuka! Janji?" tanya Anna padaku. Aku belum bisa jawab, malah timbul pertanyaan lagi, "Kenapa nggak boleh buka mata?" "Nanti malah Kau tak sampai tujuan. Gimana? Janji?" pintanya lagi. Aku mengangguk.

Aku memakai sepatu lalu memejamkan mata sesuai perintah. Tiba-tiba tubuhku bergetar seperti naik wahana, tapi aku tak kan buka mata karena telah berjanji, walau dalam hati aku penasaran. Janji harus ditepati. Tak sampai lima menit, getaran itu sudah berhenti, tapi aku masih memejamkan mata. "Clara, buka matamu! Kita sudah sampai. Cepat kan?" perintahnya padaku. Aku membuka mata perlahan. "Ini rumahnya? Di makam?" tanyaku tak percaya.

"Ikut saja! Kau akan tahu Clara," pinta Anna. Aku masuk ke makam itu, sunyi sekali di sini, tak ada satu manusia yang terlihat. Aduh, aku semakin takut terjadi sesuatu, tapi aku percaya, Anna pasti akan melindungiku. Aku terus berjalan perlahan mengikuti Anna. Ada bangunan kecil di ujung makam itu, tapi bangunan itu sudah tidak utuh, hanya tinggal reruntuhan saja. Aku terdiam, masih mencari seseorang di sekitar makam.

"Clara, ayo masuk! Bagaskara ada di balik bangunan itu. Ceritakan semua, jangan lupa perlihatkan sepatu ungumu padanya!" perintah Anna padaku. "Anna, Bagaskara bukan orang jahat kan? Ia tak akan membuatku celaka kan?" tanyaku dengan rasa takut. Anna menjawab sambil tersenyum, "Tidak, Bagaskara orang baik, percaya padaku!"

"Permisi, Mas Bagas? Bolehkah aku masuk?" tanyaku sambil melangkahkan kaki. Tak ada suara. Aku masuk, tapi ada seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh. Aku sungguh terkejut, ternyata seorang laki-laki, apakah itu Bagaskara? "Maaf, Mbak cari siapa ya? Kok sendirian di makam? Tidak takut?" tanyanya karena tidak melihat Anna di situ. "Mas, apakah Mas hanya lihat aku sendiri di sini?" tanyaku meyakinkan. "Aku cuma lihat Mbak sendiri aja nih, nggak ada yang lain. Emang Mbak ngajak siapa? Pacar?" tanya Mas Bagas padaku. Aku menggeleng sambil melirik Anna. Anna hanya tersenyum kecil.

"Iya Mas, aku sendiri saja ini. Pacar juga belum punya lho," gurauku sambil memasarkan diri sendiri. Bagaskara hanya tersenyum, sambil bertanya, "Mbak cari siapa? Lalu, sepatu itu, aku merasa tidak asing ya?" "Bolehkah kita cerita sambil duduk manis?" pintaku sambil sibuk mencari tempat duduk. Bagaskara menarik tanganku membawaku ke suatu tempat, sambil berkata, "Jangan di sini! Seram. Kita sambil ngopi yuk? Jalan kaki aja! Nggak sampai 500 meter." Dia memaksaku, karena aku belum menjawab, asal main tarik aja.

"Ini kedai kopi milikku, maaf, aku nggak bermaksud sombong," katanya sambil menunjukkan salah satu tempat dengan nuansa ungu. Hanya satu ruangan khusus itu, tapi kok kosong ya. Aku membaca tulisan di pintu kaca ruangan itu "Ruangan khusus, hanya untuk tamu undangan." Maksudnya apa ya? "Masuk! Nanti kujelaskan," pintanya padaku. Aku masuk sambil kebingungan, dan bertanya dalam hati, apakah aku tamu undangan? Sehingga bisa masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun