Aku tak tahu, apakah Kakek masih hidup atau tidak. Ular itu berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat tampan dengan mahkota di kepalanya. Raja siluman ular? Ia tersenyum padaku. Aku menjadi tidak takut sekarang.Â
Aku keluar dan berdiri di depan siluman itu. "Jangan takut! Aku memang raja siluman ular seperti yang Kaupikirkan. Pulanglah! Aku tidak mau Kaumeminta bantuan pada dukun itu!
Kalau mau minta sesuatu, mintalah pada Tuhan! Aku menyamar jadi ular biasa, karena aku tahu, Kau akan ke sini. Kekasihmu sangat mencintaimu, Ia akan menerimamu apa adanya. Kau juga mencintainya bukan karena harta. Aku tahu. Semoga kalian bahagia. Aku akan melindungimu sampai pulang," jelasnya.
 "Mengapa Kaulindungi aku? Aku hanya manusia biasa," tanyaku. Ia tersenyum. "Kau pernah menolongku. Satu bulan lalu Kau dan kekasihmu ada di puncak. Aku dalam wujud ular berada di pohon tempat kalian mengadakan acara.Â
Salah seorang pengunjung mengambilku dan ingin membunuhku, padahal aku hanya di pohon, tak pernah berniat membunuh manusia. Kaumelarang pengunjung untuk melepasku. Ingat?" tanyanya padaku. Â
Aku mengangguk. "Terima kasih," kataku. "Aku juga terima kasih padamu. Pejamkan mata! Kuantar Kau pulang," perintahnya. Aku ragu awalnya, tapi aku percaya padanya. Aku pejamkan mata. Tak sampai satu menit, aku kembali ke rumahku. Siluman itu menghilang. Kekasihku berada di teras rumahku.
"Maaf Mas, aku membuatmu menunggu. Tak ada sinyal. Maaf ya aku lama," kataku dengan permintaan maaf. Ia mengangguk. Raut mukanya sedih. "Ada apa Mas? Kok sedih?" tanyaku. Ia memelukku sambil menangis, "Sayang, aku... aku... dipecat dari pekerjaan, kukena fitnah, dituduh sebagai pembunuh karena kelalaianku saat bertugas. Aku masuk daftar hitam dan tak bisa kerja di bagian yang berhubungan dengan kesehatan. Padahal aku tak salah, tega sekali orang yang melakukan fitnah.
Apa salahku?" Aku terkejut dan diam. Apakah aku tetap menikah dengannya di saat kondisi sedang seperti ini? Aku pun juga belum mendapat pekerjaan yang layak. Lalu gimana dengan kehidupan selanjutnya? Apakah aku harus meminta tolong pada siluman itu? Oh tidak, Ia pernah berkata aku harus meminta tolong pada Tuhan.
Aku masih berpikir. Kekasihku menepuk bahuku, "Sayang, ada apa? Kok melamun? Apa yang sedang Kaupikirkan?" Aku menggeleng. Apakah aku harus cerita pertemuanku dengan siluman itu? Aku takut.Â
Tidak semua orang bisa percaya dengan hal ini. Tidak, jangan, kataku dalam hati. Aku ingat kalimat yang diucapkan siluman itu, harus meminta pada Tuhan dan aku anggap tak bertemu dengan siluman itu.
"Mas, aku tak apa-apa, hanya sedih saja, mengapa ada yang jahat sama Mas? Semoga Ia mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatannya ya Mas." Aku meneteskan air mata dan memeluk kekasihku.Â