Mohon tunggu...
Yovita A. Mangesti
Yovita A. Mangesti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Praktisi Hukum

Hukum itu harus humanis, karena hukum itu tentang manusia, oleh manusia, dan untuk manusia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membangun Budaya Anti Kekerasan: Perspektif Hukum

7 Mei 2024   12:18 Diperbarui: 7 Mei 2024   12:23 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan Hukum Indonesia, Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan kekuatan fisik yang menimbulkan bahaya bagi badan atau nyawa, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan merampas kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Kata "kekerasan" disebut sebanyak 101 kali  dalam UU 1 tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (ditetapkan 3 Agustus 2023) disebutkan bahwa Kekerasan adalah setiap perbuatan, tindakan, dan/atau keputusan terhadap seseorang yang berdampak menimbulkan rasa sakit, luka, atau kematian, penderitaan seksual/reproduksi, berkurang atau tidak berfungsinya sebagian dan/atau seluruh anggota tubuh secara fisik, intelektual atau mental, hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan atau pekerjaan dengan aman dan optimal, hilangnya kesempatan untuk pemenuhan hak asasi manusia, ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, kerugian ekonomi, dan/atau bentuk kerugian lain yang sejenis. [1]

Bentuk kekerasan, meliputi : Kekerasan fisik; Kekerasan psikis; perundungan; Kekerasan seksual; diskriminasi dan intoleransi; kebijakan yang mengandung Kekerasan; dan bentuk Kekerasan lainnya. Pasal 8 Permendikbudristek 46 / 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyebutkan bahwa Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan nonfisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, atau membuat perasaan tidak nyaman, dapat berupa:

pengucilan; penolakan; pengabaian; penghinaan; penyebaran rumor; panggilan yang mengejek; intimidasi; teror; perbuatan mempermalukan di depan umum; pemerasan; dan/atau perbuatan lain yang sejenis. [2]

Pasal 310 ayat 1 : menjelaskan terkait siapa saja yang menyerang kehormatan maupun nama baik orang lain agar diketahui umum diberinkan sanksi penjara selama 9 bulan.

Pasal 310 ayat 2 : Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan

Pasal 311 ayat 1 : jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 315: Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu;

Pasal 369 ayat 1: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau penghapusan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 

Sanksi menurut  Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektroni:

  1. Pasal 45 ayat 1 : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  2. Pasal 45A ayat 3 : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
  3. Pasal 45 A ayat 4 : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ;
  4. Pasal 45 A ayat 2 : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah) ;
  5. Pasal 45 B : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah

            Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat  penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dan/atau pekerjaan dengan aman dan optimal. [3]

            Pasal 9 Permendikbudristek 46 / 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan juga mengatur tetang Perundungan. Perundungan merupakan Kekerasan fisik dan/atau Kekerasan psikis yang dilakukan secara berulang karena ketimpangan relasi kuasa.

Perundungan tidak hanya melalui kontak fisik, namun dapat terjadi dengan mengggunakan media dunia virtual / internet, yang biasa dikenal dengan isilah Cuberbulling atau ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.

Menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.

Wiliard dan Kimberly L Mason, mengklasifikasikan bentuk cyber bulliying, yaitu :

  • Flaming : dimana substansi dari teks pesan yang dikirimkan berisi kalimat atau kata-kata yang bernada kemarahan dan tiba-tiba;
  • Harassement : yaitu pesan atau pemberitahuan yang sangat menggangu yang dikirimkan melalui pesan singkat ataupun media sosial dan dilakukan secara berulang-ulang tanpa henti;
  • Denigration : merupakan suatu Tindakan pengumbaran kejelekan orang lain di media sosial dengan tujuan menghancurkan nama baik dan reputasi oran lain;
  • Impersonation : merupakan kejahatan dengan modus untuk seakan-akan menjadi pihak lain dan mengirimkan status atau info yang tidak baik;
  • Outing : merupakan kejahatan dengan membocorkan rahasia kepunyaa orang lain dalam bentuk foto maupun sebagainya;
  • Trickery: adalah kejahatan dengan merayu orang lain dengan berbagai upaya untuk memiliki rahasia pihak lain;
  • Exclusion ; merupakan Tindakan yang disengaja dengan mengeluarkan seseorang dari suatu grub media sosial;
  • Cyberstalking, merupakan suatu Tindakan dengan mengusik menjelek- jelekan identitas pihaj lain secara terus-menerus yang mengakibatkan orang tersebut mengalami ketakutan yang sangat luar biasa.

Cara pencegahan dan  Cyber Bull[3]ing adalah sebagai berikut :

a. Penanaman Nilai Universal : Ketuhanan, kemanusiaan (harkat dan martabat manusia), keadilan. [4] Kaidah nilai tersebut merupakan falsafah hidup bangs Indonesia. Dengan mengingat jati diri manusia yang sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan, satu dengan lainnya bersifat unik,[5] dan menghargai harkat kemanusiaan dalam tatanan sosial yang memiliki kesamaan hak hukum maka cyber bulling dilarang.[6], [7] Keadilan dicapai dengan memberikan perlindungan bagi korban. [8]

Pengembangan sikap empati dan belarasa di lembaga Pendidikan terutapa  terhadap korban dilakukan dengan

      a. penguatan tata Kelola, yaitu : sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 15 UU Permen 46/2023 terdapat komite sekolah yang mengawasi pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan

      b. edukasi, yaitu dengan menumbuhkan nilai-nilak kesetiakawanan, patriotise di kamangan pelajar dan mahasiswa

      c. penyediaan sarana, prasarana dan aksesabilitas untuk menangani secara reprseif berdasar hukum yang berlaku. Menyelesaikan secara Non-Litigasi (non-pengadilan). Jika Non-litigasi tidak memungkinkan, maka dapat diselesaikan melalui litigasi (pengadilan)[9]

[1]       Kemenkeu, "Pencegahan Kekerasan Seksual," www.djkn.

[2]       G. Tio and Y. A. Mangesti, Rehabilitasi Pelaku Kekerasan Seksual. Surabaya: Untag Press, 2022.

[3]       K. Perempuan, "Pernyataan Sikap Komnas Perempuan atas Kasus Kekerasan Seksual," Komnas Perempuan, 2016.

[4]       D. Darnodiharjo, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

[5]       K. Bertens, Etika Biomedis. yogyakarta: Kanisius, 2011.

[6]       "Kasus Kekerasan seksual."

[7]       S. Marzuki, "Dimensi Kejahatan Korporasi," Jurnal Hukum, vol. 2, no. 1, 2014.

[8]       M. Reksodiputro, "Statistik Kejahatan di Indonesia".

[9]       P. E. D. Antari, "Pemenuhan Hak Anak yang Mengalami Kekerasan Seksual Berbasis Restorative Justice pada Masyarakat Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali," Jurnal HAM, vol. 12, no. 1, p. 75, Apr. 2021, doi: 10.30641/ham.2021.12.75-94.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun