Mohon tunggu...
Yovita Arie Mangesti
Yovita Arie Mangesti Mohon Tunggu... Lainnya - Dosen dan Praktisi Hukum

Hukum dibuat untuk memberikan perlindungan bagi manusia, bukan untuk komoditi, manipulasi, dan eksploitasi. Tiada keadilan tanpa kejujuran nurani.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Malpraktik Dokter dalam Hukum Positif Indonesia

19 Januari 2021   20:40 Diperbarui: 19 Januari 2021   20:56 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Malpraktik merupakan terminologi yang digunakan atas adanya ketidaksesuaian antara harapan dan  ketercapaian upaya pelayanan kesehatan. Biasa saja akibat adanya kesalahan tindakan kedokteran, adanya resiko, atau kejadian ikutan yang tak terprediksi dan berdampak pada tubuh pasien. Hukum tidak menyebutkan secara eksplisit tentang malpraktik. Trend diskusi "malpraktik" di Indonesia dilatarbelakangi beberapa hal, yaitu : 

a. Perubahan paradigma tradisional ke modern pada kontrak terapeutik dalam hubungan dokter-pasien. Dahulu, hubungan dokter-pasien  bersifat paternalistik sehingga antara dokter dan pasien terdapat kesenjangan (social gap). Dokter dipandang sangat superior sehingga pasien berada dalam kondisi terdominasi. Hal ini  berimplikasi pada kesenjangan kedudukan antara dokter dan pasien. Sedangkan dalam pandangan kontemporer, sebagaimana setiap orang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum (equality before the law) maka antara dokter dan pasien setara dalam kedudukan, hak, dan kewajiban. Dokter dan pasien sama-sama memiliki tanggungjawab dalam setiap perilakunya secara hukum.

b. Perubahan atas akses informasi  yang konvensional ke arah akses modern dengan penggunaan ilmu dan teknologi.  Perkembangan pelayanan kesehatan berkembang dengan berbasis hak pasien.  Ilmu dan teknologi ini pun telah mengubah pola pelayanan tatap muka dan ada perjumpaan fisik dengan pasien, sekarang bergeser ke arah telemedicine. Hal ini juga terjadi pada penyimpanan data rekam medis yang saat ini telah menggunakan electronic data, sehingga memerlukan juga pengawasan yang inkonvensional dalam segala aspek pelayanan yang diberikan oleh dokter kepada pasien.

c. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat. Semakin modern, masyarakat semakin cerdas untuk menyerap berbagai informasi di media konvensional maupun elektronik tentang kesehatan. Masyarakat pun menyadari bahwa dalam pelayanan medis merupakan suatu peristiwa hukum dan harus dipertanggungjawabkan. Hal ini berpotensi munculnya malpraktik, apabila dokter tidak jeli dan empathy kepada pasiennya. Terlebih jika diduga adanya indikasi perbuatan melanggar kode etik, disiplin persepsi dan hukum.

        Hubungan dokter dengan pasien merupakan hubungan hukum. Pertanggungjawaban dokter meliputi pertanggungjawaban etik dan moral sebagaimana tercantum dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan pertanggungjawaban hukum, meliputi perdata, pidana dan administrasi. Terkait dengan Hukum Administrasi,  dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran harus memiliki : 

a. perizinan praktek (memiliki SIP dan STR)

b. wajib simpan rahasia kedokteran

c. informed consent

d. rekam medis

      Pelanggaran kewajiban berpotensi terjadinya malpraktik medis baik secara perdata, pidana, dan administrasi.  Terkait dengan hukum administrasi kewajiban dokter dalam praktik kedokteran meliputi:

a. memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun