“Bagus, tapi jangan lupa penghematan,” ulangnya lagi sembari meninggalkan ruangan, lalu masuk bus. Melalui jalur utama jalan raya, rombongan bus Dahlan Iskan memasuki kawasan PT PKT. Tak ada mobil patroli atau motor polisi lalu lintas yang mengawal.
Saat memasuki lokasi pabrik, beberapa mobil di belakang bus yang ditumpangi Dahlan terpaksa distop. Lantaran kondisi pabrik harus tetap kondusif dan tidak boleh sembarangan meski hanya berkeliling-keliling. Saat semua menunggu di luar, bus Dahlan tetap berjalan secara pelan. Rombongan itu mengelilingi kawasaan pabrik selama 30 menit.
Waktu menunjukkan pukul 11.00 wita. Lagi-lagi bus yang membawa Dahlan mampir di suatu tempat, kali ini restoran Bontang Kuring PKT. “Waktunya makan siang, Pak,” ujar seorang staf humas PT PKT mempersilakan Dahlan menyantap hidangan ikan mas goreng dan asam manis kepiting.
Dahlan dan rombongan duduk membelakangi kolam di sebelah resto terbuka itu. Terlihat, ia menyantap menu yang disediakan dengan lahap diselingi perbincangan ringan seputar rencana pembukaan lahan bersama petinggi BUMN dan Wali Kota Adi Darma.
Begitu selesai, Dahlan langsung berdiri. Dengan lugas, dia langsung berseru. “Ayo, ayo.. Kumpul-kumpul. Yang BUMN kita kumpul dulu. Yang masih makan, silakan dilanjut dulu, mumpung ikannya enak,” katanya.
Tentu saja ini agak nyeleneh, karena yang dipanggil adalah para petinggi BUMN yang dulu akrab dengan birokrasi. Kali ini, dengan gaya bak seorang kawan di warung kopi, Dahlan memanggil mereka semua untuk duduk satu meja. Dia membahas langkah yang harus diambil agar investasi pembuatan cetak sawah dan lahan pertanian di Kaltim sukses.
Sayangnya, itu semua off the record. “Teman-teman wartawan, boleh ikut mendengarkan rencana ini sebagai background, tapi tidak untuk dipublikasikan. Soalnya takut tidak jadi. Kan nanti sama-sama rugi, lahan tak jadi dan kawan-kawan wartawan juga tidak punya berita,” serunya, kali ini menggunakan mik yang telah diberi staf karyawan PKT, membuat semua orang tertawa.
Singkat cerita, Dahlan mengharapkan rencana besarnya harus berjalan lancar. Ia menjelaskan 100 ribu hektare lahan yang sudah tersedia, harus diolah dengan benar. Seperti mencontoh salah satu pabrik di Pulau Jawa dan bukan perusahaan tambang. “Yang dimakan manusia kan bukan batu bara. Tidak juga makan minyak sawit toh, soalnya bakal kolesterol. Jadi harus diolah dengan benar,” kalimatnya.
Sebelum menutup pertemuan, Dahlan masuk dapur restoran. “Saya ingin ketemu kokinya dulu. Masakannya enak,” katanya langsung masuk dapur. Di sana, semua kru restoran langsung mesem-mesem. Dahlan mengecek alat masak dan bertemu dengan koki. Bahkan sempat bertanya dari mana si koki belajar masak. “Karedoknya enak, empalnya enak, kok bisa enak? Gurunya dari mana?” tanya Dahlan. “Guru saya dari Bandung, Pak,” jawab si koki. Usai dari restoran Bontang Kuring, Dahlan melanjutkan perjalanan. Ah... Suhu, aku masih ingat pesanmu padaku "Kalau ingin ingin membeli sepeda, belajarlah dulu mengendarainya" kini aku siap, dan aku ingin membeli sepeda sepertimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H