Mohon tunggu...
Yovanda FajriAripian
Yovanda FajriAripian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta program studi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bahaya Pornografi terhadap Kesehatan Remaja

8 Januari 2024   23:51 Diperbarui: 8 Januari 2024   23:55 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut WHO, remaja merupakan generasi muda yang dalam tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja adalah masa peralihan yang dimana rasa keingintahuan akan lebih tinggi dibandingkan masa sebelumnya. Rentang usia remaja berkisar antara 13 hingga sekitar 20 tahunan. Perubahan-perubahan yang dialami masa remaja merupakan hal yang penting diperhatikan karena perubahan tersebut menyangkut tentang fisik, kognitif, sosial dan juga kepribadian.

Oleh karena itu, masa remaja dikenal dengan masa gejolak karena ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Masa ini juga disebut masa yang tidak stabil karena ketika adanya peralihan dari anak-anak menuju dewasa mereka akan lebih banyak mencoba dan menggali hal baru yang belum ditemuinya sebagai bentuk proses pencarian jati diri yang sebenarnya. Namun, rasa penasaran tersebut akan menimbulkan perilaku yang beresiko tinggi mengingat teknologi internet yang sudah cukup pesat.

Masifnya penggunaan internet di kalangan remaja dapat berdampak buruk bagi penggunanya jika tidak dikendalikan. Banyak hal negatif di internet yang dapat memberikan efek buruk, salah satu contohnya yaitu akses pornografi. Di era digital sekarang sangat mudah bagi seseorang mengakses situs-situs pornografi melalui internet. masalah ini menjadi hal serius jika dilakukan terus-menerus sehingga dapat menyebabkan kecanduan dan kerusakan saraf otak. Ini merupakan ancaman serius bagi generasi muda bagi kesehatan fisik maupun mental.

Berdasarkan hasil survei KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) pada tahun 2021 mencatat sekitar hampir 90% remaja laki-laki dan 23% remaja perempuan pernah menonton video pornografi. Kebanyakan dari mereka menonton video tersebut karena rasa penasaran yang tinggi. Lebih ironisnya lagi, rata-rata usia pertama kali mereka mengakses konten tersebut belum pada usia yang seharusnya dan jauh sebelum waktu yang tepat secara emosi dan psiokologis.

Beberapa hasil penelitian dari para ahli konten pornografi dapat menimbulkan gangguan psikologis, emosional yang tidak terkontrol, rasa kecemasan, hingga terganggunya hubungan sosial. Selain itu, remaja yang sering melihat konten pornografi membuat perubahan cara berpikir mereka dan meniru perilaku negatif seperti seks bebas, perilaku menyimpang, dan kekerasan seksual.

Kesehatan fisik juga akan terganggu jika seseorang berlebihan dalam mengakses konten tersebut seperti terganggu dalam berkonsentrasi sehingga tidak bisa fokus dalam belajar dan kegiatan apapun, gangguan tidur akibat kebiasaan begadang untuk mengakses pornografi, dan disfungsi seksual dikemudian hari.

Konten pornografi menyebabkan adiksi atau kecanduan yang berlebih dan akan sulit diatasi. Bagi remaja yang sudah ketagihan mengonsumsi pornografi, mereka akan terus mencari konten yang lebih vulgar demi memenuhi hasrat kepuasannya. Kondisi ini tentu sangat berbahaya mengingat di masa ini remaja sedang membentuk pola pikir dan pertumbuhannya ke tingkat dewasa.

Kecanduan pornografi juga dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Bagian otak yang rusak karena kecanduan pornografi yaitu pada bagian Pre Frontal Konteks (PFC). PFC merupakan bagian otak yang berfungsi sebagai pengendali emosi, konsentrasi, pembeda antara baik dan buruk, pengendalian diri, berfikir kritis, membentuk kepribadian dan perilaku sosial. Dopamin dalam otak akan terus membanjiri PFC sehinggan menjadi tidak aktif. Apabila hal ini dilakukan terus menerus akibat kecanduan maka PFC yang dibanjiri oleh dopamin akan mengalami penyusutan dan mengakibatkan disfungsi pada bagian tersebut. Kerusakan otak akibat pornografi lebih parah dibandingkan dengan kecanduan narkotika.

Selain itu, pornografi juga bisa mengancam masa depan remaja, beresiko gagalnya meraih cita-cita dan bisa terjerumus ke dalam kriminalitas hingga narkotika jika tidak diredam. Bahaya pornografi tidak hanya menimbulkan kerugian bagi individu saja, melainkan bisa merugikan secara sosial.

Dilansir dari Kompas.com, sejak 2018-2023 Kementrian Kominfo telah memblokir sebanyak 1.211.571 konten pornografi. Namun, faktanya hingga saat ini masih banyak pengguna internet khususnya remaja yang masih mengakses konten negatif tersebut, salah satunya dengan menggunakan Virtual Private Network (VPN). Tools ini sangat mudah diunduh di smartphone oleh seluruh pengguna internet tanpa adanya batasan usia sehingga memudahkan bagi para remaja hingga anak-anak untuk bisa mengakses konten-konten tersebut.

Konten pornografi bukan hanya berbentuk video, melainkan ada banyak jenis pornografi lainnya. Ada yang berbentuk foto, ilustrasi, teks, audio, gambar bergerak bahkan dalam bentuk game. Maka dari itu perlu adanya pengawasan ketat dari berbagai pihak untuk mencegah penyebarluasan konten pornografi di internet terutama di kalangan remaja.

Pemerintah telah membuat kebijakan tentang pornografi dengan dibuatnya UU no. 44 tahun 2008 yang berisi pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Dalam UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) pasal 27 ayat 1 juga disebutkan bahwa setiap orang yang mendistribusikan secara sengaja muatan yang melanggar kesusilaan akan dikenakan pidana penjara selama 6 tahun atau denda sebanyak 1 milyar rupiah. Selain itu, pemerintah juga telah melakukan pemblokiran terhadap kata-kata yang mengandung unsur pornografi pada search engine seperti Google dan yang lainnya.

Selain pemerintah, elemen masyarakat juga turut berperan aktif guna pencegahan dampak buruk dari pornografi. Dalam keluarga orangtua wajib menjaga, memantau serta mengedukasi anak dalam menggunakan internet agar lebih bijak dan bisa menyaring konten-konten negatif yang akan berdampak buruk pada diri sendiri dan juga masa depan anak.

Dikutip dari jurnal Pornografi Pada Kalangan Remaja (Galih dan Nurliana: 2020),ada banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi kecanduan pornografi tapia ada beberapa faktor lain yang dominan, yaitu

  • Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga

Orangtua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk di dalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi di dalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan, sehingga mudah untuk menerima hal buruk tidak terkecuali video porno.

  • Pengaruh lingkungan yang tidak baik

Manusia selalu melakukan adaptasi terhadap lingkungan untuk bertahan hidup. Sehingga keberadaan lingkungan akan sangat mempengaruhi individu di dalam lingkungan itu sendiri, ketika lingkungan hidup tidak baik maka individu-individu yang ada di dalamnya akan terpengaruh oleh keadaan ini.

  • Tekanan psikologi yang dialami remaja

Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah yang diakibatkan adanya perceraian atau pertengkaran orangtua yang menyebabkan anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan untuk coba menghibur diri dan pada keadaan ini pengaruh negatif akan lebih mudah diterima daripada nasehat positif, seperti video porno.

  • Peranan media massa

Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah terpengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang mereka lihat, seperti pada film atau berita yang bersifat kekerasan atau lain sebagainya.

  • Gagal dalam studi/pendidikan

Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk bila ia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya dengan menonton video porno.

  • Perkembangan teknologi modern 

Dengan perkembangan teknologi dan komunikasi saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan bagi remaja untuk mendapatkan hiburan yang sebenarnya tidak sesuai dengan mereka, dengan mengakses situs pornografi melalui media internet.

Orangtua dapat mengenali ciri-ciri anak yang kecanduan pornografi melalui berbagai tanda. Pertama, anak lebih sering mengunci diri di kamarnya dengan laptop atau smartphone yang memungkinkan mereka mengakses konten porno. Kedua, mereka menunjukkan sikap waspada dan sensitif jika orangtua memegang atau memeriksa gawai mereka. Ketiga, anak yang kecanduan cenderung memiliki ketertarikan berlebihan untuk bertemu lawan jenis tanpa pengawasan. Keempat, mereka kerap melontarkan candaan vulgar kepada teman yang mengarah pada pornografi. Kelima, terjadi penurunan minat pada kegiatan positif seperti sekolah dan olahraga akibat lebih asyik mengakses konten porno. Dengan mengetahui ciri-ciri ini, orangtua dapat lebih waspada dan mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi kecanduan pornografi pada anak.

Kunci dari pemberantasan pornografi ialah semua elemen termasuk masyarakat bisa berkomitmen untuk bersama-sama melindungi masa depan anak negeri dari konten-kontek yang merusak masa depan bangsa.

Penulis : Yovanda Fajri Aripian, Mahasiswa semester 5 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun