Di tulisan sebelumnya, saya sudah mengatakan bahwa ada ilmu baru dalam politik yang bernama Imagologi. Sebuah strategi yang hanya terfokus pada pencitraan (Imago = Image). Intinya pencitraan itu lebih penting daripada kebenaran. Kebenaran tidak penting.Â
Yang penting terpilih dulu. Nanti setelah terpilih, barulah mereka memikirkan bagaimana mewujudkan janji-janji bohong yang telah dilontarkan saat kampanye. Syukur-syukur bisa terealisasi. Kalau tidak, mereka akan memikirkan bagaimana mengcounter ketidakberhasilan itu. Dalam menjalani metode imagologi, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat seseorang menjadi media darling.
Jadi tidak perlu heran kenapa belakangan ini Sandiaga Uno getol sekali blusukan lalu mengeluarkan statement-statement kontroversial. Ya, betul! Tujuannya agar mendapat liputan yang besar dari media. Dengan mengandalkan ilmu imagologi, Sandi terus labrak sana, labrak sini. Mengeritik kebijakan Jokowi, mengeritik Menteri Kelautan, Ibu Susi Pudjiastuti.Â
Pokoknya semua diserang yang penting mendapat liputan. Ketika Ibu Susi menanggapi kritikan tersebut, Sandi dengan enteng meminta maaf. Lalu permintaan maafnya kembali disorot media. Setelah itu, dia kembali menyerang sana-sini. Sebetulnya apa yang sedang dilakukannya?
Analisa saya adalah kubu Prabowo ingin mendesain pilpres tahun depan sebagai pertarungan antara Jokowi vs Sandi. Kenapa demikian? Karena pengalaman pilpres sebelumnya sudah terbukti Prabowo kalah dari Jokowi. Kalau pilpres tahun 2019 dipaksakan lagi dengan formasi yang sama, kubu Prabowo merasa akan menerima kekalahan untuk kedua kalinya. Itu sebabnya, Sandi dikedepankan untuk head to head melawan Jokowi.
Memang ada berbagai faktor yang memberi harapan kemenangan jika Sandi yang maju di depan, antara lain; Sandi masih muda dan bisa mendekati kaum melineal yang populasinya membengkak. Sandi kaya raya dan berwajah tampan sehingga dia pastinya disukai emak-emak. Sandi sebagai bisnisman yang handal dianggap mampu meningkatkan kualitas UMKM.Â
Dalam skala yang lebih besar, Sandi diharapkan juga mampu memperbaiki perekonomian negeri ini. Pokoknya, banyak kelebihan Sandi yang bisa lebih laku daripada menjual Prabowo. Kekurangannya apa? Agama? Itu gampang. Tugas PKS lah yang melabeli embel-embel ulama padanya. Lengkap sudah perlengkapan berperang.
Umpan Sandi keliatannya sudah dimakan ikan. Kita melihat bagaimana Jokowi memberi respon terhadap sepak terjang Sandi. Jokowi melakukan blusukan lalu berfoto sambil memegang tempe dan menggengam pete sebagai counter untuk mengatakan bahwa apa yang dikatakan Sandi sama sekali tidak benar alias hoax. Relawan Jokowi, tentu saja, membantu memviralkannya. Dan Sandi pun bersorak-sorak kegirangan ketika melihat Jokowi yang sedang terjerat jaring menjadi viral.
Terus terang saya agak kecewa dengan move Jokowi belakangan ini. Presiden kita yang biasanya kalem dan selalu berbicara dengan simbol-simbol, sekarang terlihat sudah tidak mampu lagi mengelola emosi seperti sebelumnya.Â
Dia berbicara tanpa simbol bahkan memaki lawan politiknya dengan istilah politisi sontoloyo. Buat saya ini adalah blunder yang perlu segera diperbaiki.Â
Jokowi malah mengaku secara verbal bahwa dia jengkel dan juga mengatakan sabar itu ada batasnya... buat saya itu bukanlah Jokowi yang kita kenal. Buat Jokowi seharusnya kesabaran itu tidak berbatas.