Volendam terletak di sebelah utara Belanda. Jaraknya cuma sekitar 30 Km dari Amsterdam. Penduduknya tidak sampai 25 ribu jiwa. Banyak orang menyangka Volendam adalah sebuah kota padahal dia adalah kampung nelayan. Uniknya, kampung nelayan ini lebih dikenal sebagai obyek pariwisata daripada sebagai daerah penghasil ikan. Begitu terkenalnya sehingga orang sering berkata 'Anda belum ke Belanda kalau belum ke Volendam'.
Kampung nelayan ini letaknya di bawah permukaan laut sehingga pemerintah membangun tembok yang kuat untuk membendung datangnya air laut. Ada cukup banyak daerah di Belanda yang letaknya lebih rendah dari permukaan laut. Tapi tidak seperti di Jakarta, di sini tidak pernah ada banjir. Pemerintah membangun dam dan kanal-kanal untuk mencegah banjir. Misalnya kanal-kanal yang ada di kota Amsterdam, selain berfungsi untuk menampung air, juga dimanfaatkan sebagai wisata air untuk melakukan City Tour. Jasa City Tour lewat air ini biasa disebut dengan Amsterdam Canal Cruise. Kalau bicara soal menaklukkan air, negara kita memang harus belajar banyak dari Belanda.
Perumahan para nelayan di Volendam semuanya menghadap ke arah laut lepas, ukuran rumahnya kecil-kecil tapi cantik. Atap dan dindingnya dicat berwarna-warni dengan pilihan warna yang mencolok sehingga kita lebih merasa berada di taman hiburan daripada di sebuah kampung nelayan. Di sini, Dinas Tata Kotanya sangat bagus. Mereka membangun lokasi, bukan membangun rumah. Semua elemen direncanakan dengan baik. Karena itulah rumah-rumah di Volendam terlihat sangat apik dengan arsitektur dan desain yang mirip satu sama lain.
Saya sedang menuju Volendam membawa 30 orang tamu dari Indonesia dengan bus yang saya sewa. Perhentian di Volendam umumnya saya batasi sekitar 3 sampai  4 jam, termasuk makan siang. Sesampainya di tujuan, semua tamu saya lepas di sebuah Mall yang penuh dengan pengunjung. Boleh percaya boleh tidak, sebagian besar pengunjung didominasi oleh orang Indonesia. Dan rombongan kami pun langsung ikut berdesak-desakan untuk membeli produk bermerk yang memang harganya miring dibandingkan dengan tempat-tempat lain.
Sambil menunggu tamu berbelanja, saya dan Torro pergi  ke restoran De Koe. Torro adalah supir bus yang selalu saya sewa setiap kali pergi ke Amsterdam. Dia imigran dari Spanyol yang sudah lama menjadi warganegara Belanda. Kami mampir dan makan di restoran De Koe karena kami berdua bisa makan gratis di sana. Makan gratis tersebut diberikan resto sebagai servis pada tour leader yang telah membawa rombongan ke restoran mereka.
Kalau Anda pergi ke Volendam, sangat mudah untuk menemukan Restoran De Koe karena letaknya sangat strategis. Plang namanya pun besar dengan logo bergambar sapi. Restoran De Koe sudah berdiri sejak tahun 1922. Mereka menyajikan hidangan khas Belanda, kebanyakan menunya berupa variasi sandwich. Salah satu ciri dari restoran De Koe adalah semua staff restoran memakai kostum tradisional khas Volendam.
Sehabis makan, Torro memesan kopi dan saya memesan es krim sebagai penutup.
"You don't have a plan to visit Raoul, Yo?" tanya Pak Supir ini sambil menghirup kopinya.
Aduh! Untung Torro mengingatkan, "You're right! Thanks for reminding me, "kata saya langsung bangkit dari tempat duduk dan berjalan pergi.
"Hey! You don't want me to company you?" tanya Torro bingung karena tidak saya ikutsertakan.
"No! You wait here. How long do I have?"