Pendahuluan
Fenomena Corona Virus Disease atau yang lebih di kenal dengan Covid-19 rasanya tak kunjung selesai untuk di bahas sebab kasus yang berawal dari Wuhan, China ini terus mengalami kenaikan walaupun memang tidak separah awal kemunculan dari virus ini. Data yang dilansir dari laman worldmeters pada Selasa, 26 Agustus 2020 kasus Covid-19 di dunia telah mencapai 23.966.804 (23,9 juta) terdiri dari pasien yang telah sembuh mencapai 16.484.127 (16,4 juta) dan pasien yang meninggal dunia sebanyak 820.543. Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan dari segi jumlah kasus, kematian, hingga tingkat kesembuhan dengan jumlah yang cukup banyak dengan menyentuh angka 157.859 kasus, dengan 6.858 meninggal dunia dan 112.867 total kesembuhan.
 Tentu itu baru masalah dari aspek kesehatan yang diakibatkan oleh virus ini, belum lagi masalah yang menyentuh hingga tataran sendi fundamentil negara seperti keamanan dan perekonomian. Dalam memutus mata rantai penyebaran sejak virus ini ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) hampir seluruh negara menerapkan langkah lockdown, social ataupun  physical distancing untuk segera memutus rantai penyebaan virus ini. Namun, buah dari kebijakan ini ialah terjadi penurunan aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh turunnya konsumsi konsumen, bahkan tidak hanya UMKM yang tidak dapat menjalankan usahanya, usaha menengah keatas seperti garmen, kemudian kegiatan ekspor impor tidak dapat berjalan dan yang lebih mengkhawatirkan terkait pengagguran massal disebabkan oleh ketidakmampuan pengusaha menggaji karyawannya.
Dari serangkaian peristiwa ekonomi yang menerpa Indonesia menimbulkan dampak yang serius. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal II-2020 minus hingga 5,32 persen. Secara kuartalan, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen. Hal inilah yang bisa menyebabkan Indonesia mengalami resesi seperti yang telah dialami oleh Amerika Serikat, dan negara maju lainnya. Dalam hal ini tentu pemerintah sebagai garda terdepan yang memegang kendali negara yang sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk menyelamatkan rakyat tidak tinggal diam, berbagai regulasi pun telah dikeluarkan. Dimulai dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 sampai yang terbaru Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.Â
Pemerintah tak hanya mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan sebagai paying hukum untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 akan tetapi, disini pemerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai safe social net atau jaring pengaman sosial bagi masyarakat. Namun, dari berbagai upaya yang dilakukian oleh pemerintah belum optimal hal ini dikarenakan  masih lemahnya implementasi dari masyarakat akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan  yang di buat oleh pemerintah terlebih saat memasuki era new normal antara lain seperti menjaga jarak satu dengan yang lain minimal 1 meter, selalu menggunakan masker saat berpergian, dan rajin mencuci tangan  hingga mengubah pola hidup menjadi lebih bersih dan sehat. Dalam hal ini penulis menjadi teringat akan gagasan mengenai revolusi mental yang di cetuskan oleh Presiden Jokowi di awal periode kepemimpinannya. Melalui tulisan ini penulis mecoba mengelaborasi sebenarnya apa revolusi mental dan apa relevansi dengan masa pandemi seperti sekarang.
Pembahasan
Pengertian Revolusi Mental
Untuk mengetahui apa itu revolusi mental kita harus membedah dua suku kata yang terdiri dari "revolusi" dan "mental". Revolusi diartikan sebagai perubahan yang cukup  mendasar dari suatu bidang, sedangkan mental bersangkutan dengan batin dan watak manusia. Dapat disimpulkan bahwa revolusi mental ialah bagaimana kita mengubah hal yang fundamental dari diri kita secara mendasar dimana dari perubahan tersebut diharapkan dapat mengubah juga pola hidup yang lama dan dampaknya dapat dirasakan terhadap lingkungan sekitar. Dari definisi ini tidak serta merta revolusi mental yang di maksud oleh Presiden Jokowi seperti itu. Untuk itu, definisi ini harus di elaborasi lebih lanjut.
Revolusi mental yang dikatakan oleh Jokowi banyak dipandang oleh orang sebagai hal yang sia-sia sebab karakter masyarakat Indonesia semakin buruk seiringnya perkembangan arus globalisasi dan berkembangnya sikap individualistik yang hanya ingin bekerja dan menguntungkan diri sendiri. Terlepas dari berbagai pandangan yang ada, revolusi mental tetap harus menjadi sebuah konsep di mana yang mampu menjawab kebutuhan bangsa ini akan sebuah sikap positif dalam segala hal yang berhubungan dengan pola pikir, cara memandang masalah, dan tingkah laku dalam bertindak.
Pendapat lain berpendapat mengenai revolusi mental adalah perubahan jiwa yang meliputi unsur-unsur psikologi dan spiritual yang dilandasi atas kemampuan daya-daya uang ada di dalam manusia. Daya-daya tersebut meliputi: nalar, berfikir, berempati, berkasih sayang dan seterusnya yang dikorelasikan dengan tugas-tugas yang diemban oleh seorang manusia.
Sehingga benang merah mengenai revolusi mental ini berhubungan dengan cara pandang, tingkah laku, dan cara mengelola berbagai kebijakan berdasarkan nilai-nilai yang ada, yang tujuan dari revolusi mental ini bagaimana melakukan build character untuk mengubah kebudayaan yang negatif dan sudah mengakar di masyarakat demi terciptanya Indonesia yang lebih baik.
Implementasi Revolusi Mental di era New Normal
Sudah hampir 6 bulan kita merasakan hidup berbeda dari yang sebelumnya. Sejak virus Covid-19 menghantui hampir seluruh negara tak terkecuali Indonesia mau tidak mau masyarakat mengubah pola hidupnya, yang tadinya masyarakat jarang menggunakan masker ketika berada di luar ruangan, jarang mencuci tangan, dan saling berinteraksi tanpa adanya jarak.
Sekarang mau tidak mau masyarakat mengubah semuanya itu. Namun, sejak diberlakukannya new normal oleh pemerintah malah masyarakat seakan lepas kontrol, petugas yang ada dilapangan seperti stasiun, halte busway, dan sumber tempat yang membuat sebuah antrian hal ini di perparah oleh beberapa masyarakat yang berpergian tanpa masker menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil jauh lebih dari itu daerah tersebut telah dinyatakan zona merah yang artinya kasus peningkatan orang yang positif Covid-19 semakin banyak perharinya.
Menariknya masyarakat yang berada zona hijau hingga kuning terkesan masih menyepelekan Covid-19 ini, mereka berpikiran ketika daerah mereka masih belum banyak yang terkena atau terdeteksi positif Covid-19 mereka memiliki ruang gerak yang lebih dari masyarakat daerah lain. Padahal banyak orang yang terkena Covid-19 tapi ia tidak memilik gejala atau orang tanpa gejala (OTG). Justru yang harus dilakukan adalah meningkat kewaspadaan dan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Di sinilah menurut hemat penulis urgensi harus di lakukannya revolusi mental, tentu revolusi mental disini ialah mengubah perilaku yang keliru selama ini menjadi perilaku yang baru, lebih sehat, dan lebih mampu menghambat penularan virus. Terlebih memasuki era new normal kita bukan hanya dituntut untuk survive di masa-masa sekarang tetapi, bagaimana membawa bangsa ini kembali kuat dan kokoh di masa yang akan datang.
Dalam menghadapi masalah pandemi yaitu masalah bersama tentu antara pemerintah dan masyarakat harus kompak, beredarnya doktrin di media sosial bahwa Covid-19 adalah hanya akal-akalan kaum elite tentu harus segera di berantas oleh pemerintah, mengingat masyarakat Indonesia mudah sekali disusupi akan hal-hal seperti itu, selain itu pemerintah pula juga harus menggandeng relawan, tokoh masyarakat, pemuka agama dan gencar melakukan ajakan untuk bersikap awareness terhadap Covid-19, pembagian masker dan pemberian bantuan berupa bahan pangan harus lebih di maksimalkan pemerintah, pembukaan data secara trasparan pun harus dilakukan agar jumlah masyarakat tahu berapa jumlah sebenarnya masyarakat yang positif Covid-19 dan yang terakhir selalu bersyukur dan berdoa agar terhindar dari virus Covid-19 karena pengalaman spiritual juga salah satu bagian dari revolusi mental.
Penutup
Melihat belum optimalnya protokol kesehatan tentu menjadi cambuk bagi masyarakat dan pemerintah untuk membenahi dan bangkit dari masalah ini. Pemerintah yang tadinya hanya melakukan pendekatan structural kepada masyarakat sekarang harus di tuntut melakukan pendekatan kultural. Sekaligus ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan menciptakan Peraturan Prundang-undangan atau policy yang adil tanpa ada unsur sarat akan kepentingan.
Â
Daftar Pustaka
 Worldmeters, Corona Virus Update Live, di akses dari https://www.worldometers.info/coronavirus/? (Pada Rabu, 26 Agusutus, 2020).
Ulya, Nurul, F. "Pertumbuhan Ekonomi RI Minus Pada Kuartal II-2020". https://money.kompas.com/read/2020/08/05/120854826/pertumbuhan-ekonomi-ri-minus-532-persen-pada-kuartal-ii-2020. (diakses pada 28 Agustus 2020, Pukul 15:53 WIB).
Kemendikbud, KBBI Daring, Diakses melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Revolusi, 31 Agustus 2020
Kemendikbud, KBBI Daring, Diakses melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Mental, 31 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H