Mohon tunggu...
Yoshua Consuello
Yoshua Consuello Mohon Tunggu... Lainnya - Hello readers

Menulis itu seperti laut. Ketika kamu semakin menyelami, maka kamu akan semakin mencintai.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Generasi Muda sebagai Agen Perubahan Harus Tetap Mempertahankan Jati Diri Bangsa

2 Juli 2020   06:00 Diperbarui: 2 Juli 2020   06:28 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam era globalisasi seperti sekarang tidak heran apabila kemajuan teknologi tak dapat di bendung. Globalisasi menjadikan antar negara sekarang semakin tak memiliki jarak yang jauh, hal ini di sebabkan karena semakin banyak perusahaan dunia yang berlomba-lomba untuk menciptakan terobosan baru yang tujuan utamanya adalah untuk membantu pekerjaan manusia.

Dampak yang di timbulkan dari era 4.0 seperti sekarang tentu semakin kompleks, di sisi lain membawa membawa beragam manfaat, tetapi di sisi lain membawa segudang masalah dan berbagai tantangan terutama dari negara yang masih tergolong sebagai negara berkembang. 

Walaupun Amerika sudah mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang yang artinya Indonesia masuk kelompok negara maju. Namun menurut hemat penulis predikat ini belum cocok di sandang Indonesia. Mengingat kualitas sumber daya manusia di negara ini masih jauh di bawah negara maju lainnya. Bahkan untuk bersaing dengan negara dari negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Thailand, atau Vietnam dalam hal sumber daya manusia.

Di sini yang menjadi fokus penulis adalah ingin menyampaikan gagasan apa yang harus Indonesia lakukan terutama dalam hal pendidikan, dan sosial budaya. Karena kedua ini saling berkesinambungan dan akan berkolerasi satu sama lain. 

Mengingat Indonesia adalah negara yang "multikultural" karena terdiri dan berdiri dari berbagai kelompok suku, etnis, budaya, bahasa, dan agama. Sehingga tidak salah Indonesia menempati urutan kedua di dunia, sebagai negara yang paling banyak bahasa komunikasinya. 

Ini merupakan kosekuensi logis dari kondisi geografis Indonesia yang melintang dari Sabang sampai Merauke, dari Nias sampai pulau Rote, terangkum secara utuh dalam Nusantara.

Keberagaman yang dimiliki Indonesia ini apabila tidak di jaga kelestariannya akan hilang dari peradaban. Genarasi millenial sebutan untuk masyarakat suatu negara kelahiran a1980-seterusnya di tuntut bukan hanya sebagai generasi penerus bangsa, melainkan juga di tuntut untuk menjadi masyarakat yang mampu mengubah bangsa ini ke arah yang lebih baik seperti yang di cita-citakan oleh para founding fathers di awal berdirinya republik ini.

Menurut hemat penulis kebudayaan-kebudayaan bangsa sudah mulai luntur. Kelunturan ini bukan hanya dari faktor eksternal, melainkan juga faktor internal, namun yang mencengangkan justru faktor internalnyalah yang lebih memengaruhi. 

Contoh, generasi yang diharapkan oleh bangsa malah justru ikut arus globalisasi, terutama para pemuda-pemudi yang lebih bangga ketika mereka menggunakan atau membeli  produk dari luar negeri. 

Contoh kecilnya adalah ketika belum lama ini penutupan McDonald's Sarinah yang di padati oleh ratusan pengunjung, mirisnya adalah kejadian ini terjadi saat PSBB di masa pandemi Covid-19. 

Bisa kita simpulkan bahwa kecintaan masyarakat terhadap produk luar negeri sudah mulai mendarah daging, mereka tidak peduli lagi dengan kemanusiaan karena Virus Covid-19 bisa menyebar kapan saja. 

Seakan kejadian ini menunjukkan bahwa antara moral dan etis negara ini pun mulai merosot, walaupun pengunjung berdalih ingin merasakan untuk terakhir kalinya merasakan makan di tempat makan yang penuh kenangan tersebut.

Generasi sekarang yang seharusnya menjadi Agent Of Change atau agen perubahan harus mampu meningkatkan kemampuan penalaran, skill, dan manajemen dalam hal apapun. Hal ini dapat di optimalkan melalui bangku pendidikan dengan di berikan di bangku pendidikan. 

Namun, yang menjadi titik fokus sekarang bagi Pemerintah dan tenaga pendidik adalah bagaimana memberikan output terhadap murid-muridnya berupa hal yang sifatnya akademis, tetapi juga menanamkan kembali nilai-nilai hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan jati diri bangsa. 

Sehingga bukan saja pengetahuan yang bertambah melainkan juga pemahaman akan kebudayaan di ibu pertiwi yang sangat kaya dan perlunya penerus-penerus untuk melestarikan yang sudah ada.

Bebeapa kasus claim kebudayaan yang di lakukan oleh negara tetangga yakni, Malaysia menunjukkan bagaimana lemahnya perlindungan Pemerintah, dan ini merupakan kosekuensi dari budaya yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. 

Sangat menyayat hati tentunya hal seperti ini jika terus menerus terjadi dan tidak ada kesadaran dari pemerintah dan masyarakat untuk menjaga peninggalan nenek moyang kita. 

Bangsa ini semakin tidak ada harga dirinya membiarkan satu per satu kebudayaan kita diambil oleh asing. Terkadang sikap Primordialisme ataupun etnosentris di perlukan namun perlu di tempatkan semestinya agar tidak merusak keutuhan negara Indonesia sendiri karena gesekan antar suku, dll.

Untuk itu penulis menawarkan beberapa gagasan kepada siapapun pembaca, syukur-syukur dapat dibaca oleh Pemerintah untuk tetap mempertahankan kebudayaan bangsa Indonesia.

Pertama, menggalakkan kembali kesenian tarian di tingkat dasar, menengah, hingga atas bahkan diadakan kompetisi yang diselenggarakan Kemendikbud agar para siswa mampu untuk mengenal kebudayaan yang ada di Indonesia.

Kedua menghidupkan kembali sanggar-sanggar di daerah-daerah hal ini dapat di lakukan dengan mengirim Mahasiswa yang bersinggungan dengan jurusan kesenian untuk mengajar agar selain mendapat pengetahuan yang berhubungan dengan kesenian tersebut, mereka juga mendapatkan bekal berbasis pengetahuan. 

Ketiga, memberikan perlindungan hukum yang lebih dan pemerintah harus melakukan upaya preventif dan upaya represid apabila ada claim kebudayaan oleh negara lain, langkah persuasif yang dapat dilakukan adalah mendaftarkan kebudayaan atau ciri khas yang kita miliki ke UNESCO. 

Keempat, lebih mendorong parisiwita dengan hal inovatif yang berhubungan dengan situs sejarah agar Wisatawan lebih tertarik mengunjungi tempat-tenpat peninggalan nenek moyang. 

Kelima, menumbuhkan kecintaan terhadap produk-produk asli dalam negeri hal ini juga akan menumbuhkan perekonomian. 

Keenam, dan yang terkahir semua gagasan ini hanya akan seperti awan yang tidak dapat menginjak bumi apabila tidak ada rasa kecintaan terhadap bagsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun