Mohon tunggu...
Yos Winerdi
Yos Winerdi Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Hobi menulis tentang politik dan hukum. Saat ini sedang menyelesaikan studi S2 Hukum di Jayabaya. Sebagai pengacara berkantor di Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tumbangnya Hasyim Asy'ari Sang Ketua KPU

6 Juli 2024   16:46 Diperbarui: 11 Juli 2024   07:10 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini ketua KPU Hasyim Asy'ari oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dijatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap dari jabatannya sabagi ketua KPU. Sanksi ini terkait kasus asusila terhadap salah seorang bawahannya Cindra Aditi Tejakinkin alias CAT, yang merupakan salah seorang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) untuk wilayah Belanda-Eropa.  yang nota bene bawahan dari Hasyim sebagai Ketua Umum KPU.

Perbuatan Hasyim tersebut secara sah dan terbukti telah dilakukannya kata ketua Majelis DKPP Heddy Lukito pada Tanggal 3 Juli 2024. Dalam pernyataannya setelah mengabulkan permohonan pengaduan CAT terhadap pelecehan seksual yang telah dialaminya dan dilakukan oleh Ketua KPU tersebut. Hasyim melalui sidang kode etik diputuskan untuk dipecat karena terbukti melanggar pasal seperti yang diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Peyelengara Pemilu. 

Putusan yang telah dibacakan oleh dewan kehormatan DKPP dengan putusan Nomor 90/PKE-DKPP/VI/2024,  Menyatakan resmi dan terbukti bahwa Hasyim Asy'ari melakukan pelecehan seksual. Sehingga dijatuhkan sanksi pemberhentian tetap dari Ketua KPU. Ada pertanyaan menggelitik dalam kasus ini tentang apakah kasus ini ada kaitannya dengan Politik? Menurut penulis kasus ini tidak ada kaitannya dengan politik, karena Hasyim sebagai ketua KPU selama proses Pilpres berlangsung mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam keberpihakan. 

Sanksi kode etik yang bersifat internal tersebut (kelembagaan), bermula pertemuan Hasyim dengan CAT pada bulan Agustus tahun 2023. Pertemuan pertama dan berikutnya membuat hubungan mereka semakin berwarna apalagi dilakukan secara long distance relationship (LDR). Berjalannya waktu, di duga keduanya sudah memiliki hubungan yang special. Terbukti sudah beberapa kali melakukan perjalanan bersama bahkan memiliki tempat tinggal berselebahan di sebuah apartemen mewah yang berada di wilayah Kuningan, Jakarat Selatan.

Hasyim, yang statusnya sudah bercerai dari istrinya, seorang dosen salah satu Universitas Negeri terkenal di Semarang. Pada setiap pertemuan berupaya membujuk CAT untuk melakukan hubungan lebih jauh, sehingga pada suatu kesempatan perbuatan dasar suka sama suka tersebut berhasil dilakukan. Tentunya disertai janji-janji manis, seperti siap menikahi CAT dan akan diberikan fasilitas khusus yang tentunya membuat perempuan seperti CAT mau saja melakukan perbuatan yang hanya layak dilakukan oleh pasangan suami-istri. 

Tuduhan pelecehan seksual yang dilaporkan CAT yang telah dilakukan Hasyim sesuai statusnya sebagai ketua KPU adalah  merupakan suatu pelanggaran serius karena perbuatan tersebut membuat citra buruk sebuah lembaga dan citra yang melekat dirinya sebagai ketua KPU. Namun yang lebih parah lagi perbuatan yang merendahkan dan melecehkan bagian tubuh perempuan yang paling sensitif itu disertai janji-janji yang tidak ditepati. Tindakan tercela sangat berisiko terjadinya penderitaan psikis bagi CAT. Berdasarkan survei, korban dari perilaku pelecehan seksual selalu mengalami trauma sehingga perlu dilakukan penanganan khusus dalam  rehabilitasi untuk pemulihan sehingga dapat menerima keadaan baru yang baru saja melekat pada dirinya sebagai korban pelecehan seksual.

Perbuatan perendahan martabat akhir-akhir ini sudah tidak asing lagi dan hal ini tidak saja dialami oleh perempuan, namun juga oleh laki-laki. Sedemikian besar pengaruh perbuatan ini terhadap kejiwaan korban, membuat Komnas HAM RI mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Titik krusial pengesahan RUU PKS secapatnya karena mengandung aspek pencegahan yang tidak diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Substansi di KUHP hanya menyebutkan pencabulan dan hukumannya. Seperti pada Pasal 289 pemerkosaan dengan ancaman kurungan 9 tahun. Kemudian Pasal 284  tentang perzinahan diancam hukuman 1 tahun. Tapi tidak menjelaskan lebih detail tentang pencegahannya. 

Terkait RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) dalam Rapat Paripurna yang digelar pada tanggal 12 April 2022. DPR berhasil menghasilkan poin-poin penting. Yang kemudian RUU PKS  diubah menjadi TPKS (Tindak Pidana Kejahatan Seksual). Pengesahan ini sudah melalui proses panjang dan memakan waktu selama 6 tahun, serta sempat menjadi polemik. Adapun poin-poin atau isi RUU PKS yang kini menjadi TPKS mengandung empat unsur pokok

1.  Pihak berwajib tidak boleh menolak perkara apapun tentang pelecehan seksual  

2. Perkara pelecehan seksual tidak mengenal ada prinsipnya keseimbangan dan keadilan (restorative justice)  

3. Didalam mempermudah penegakan hukum yang berhubungan dengan pelecehan seksual, Barang Bukti bisa dijadikan Alat Bukti 

4. Kewajiban Restitusi (ganti rugi) bagi para pelaku pelecehan sesksual terhadap korban.  

Setelah disahkannya aturan TPKS, para korban yang merupakan kaum disabilitas, perempuan, dan anak-anak kini seharusnya lebih terlindungi dari para predator seksual.

Banyaknya bentuk pelecehan seksual yang merupakan salah satu bentuk dari Kekerasan Seksual, sehingga Kekerasan Seksual menurut bentuknya terbagi lagi dalam beberapa jenis. Penggolongan ini ditujukkan untuk memudahkan penanganan terhadap korban berdasarkan jenis dan klasifikasi perbuatan yang telah dialaminya. Ada 15 perbuatan bentuk kekerasan seksual yang sudah diakui oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan sejak tahun 2013. Dari ke 15 perbuatan tersebut, memiliki perbedaan perlakuan hukuman terhadap terdakwa dan rahabilitasi korban. Bentuk kekerasan seksual tersebut meliputi: Perkosaan, Intimidasi seksual, Pelecehan seksual, Eksploitasi seksual, Perdagangan Perempuan, Prostitusi paksa, Perbudakan seksual, Pemaksaan perkawinan, Pemaksaan kehamilan, Pemaksaan aborsi, Pemaksaan kontrasepsi, Penyiksaan seksual, Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa sekssual,  Sunat Perempuan dan Kontrol seksual termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas. 

Aspek keadilan dan penegakan hukum dalam pelecehan dan kekerasan seksual menjadi hal yang penting. Upaya keberpihakan selalu dilakukan terhadap korban melalui upaya rehabilitasi. Setiap keputusan yang diambil diupayakan berdasarkan perspektif korban dengan prinsip empati, partisipasi dan mengedepankan keadilan bagi korban dan menghormati prinsip privasi bagi korban. Karena rehabilitasi berkaitan dengan hak-hak privat korban untuk dilindungi. Sahnya pengesahan aturan TPKS oleh DPR dan akan berlakunya RKUHP dua tahun mendatang yakni tahun 2026, diharapkan tidak ada lagi korban lain seperti CAT korban janji palsu. Cukup ini yang terakhir apalagi dilakukan oleh seorang pejabat negara terhadap anak buahnya yang seharusnya dilindungi dan diayomi.

Menilik kronologis pelecehan seksual yang telah dilakukan oleh ketua KPU tersebut, ada hal yang menarik tentang pristiwa ini dan kemungkin-kemungkinan perkembangannya apabila salah satu pihak mengambil inisiatif mengembangkannya kearah keadilan retributif (pembalasan) seperti tiga kemungkinan dibawah ini.

Pertama, Sanksi kode etik, erat kaitannya dengan penyimpangan prosedural pedoman perilaku seseorang dalam menjalankan tugasnya. Sanksi kode etik tidak memiliki sanksi pidana karena peraturan tersebut hanya dibuat oleh suatu kelompok (lembaga) tertentu, sehingga sanksi atau denda hanya berasal dari induk organisasi profesinya saja. Pertanyaanya apakah CAT sudah cukup berpuas diri dengan putusan tersebut atau malah melanjutkannya ke jenjang yang lebih memiliki kepastian hukum baginya. Hal itu sah-sah saja dilakukannya sepanjang penuntutan atas pengembalian hak-hak tersebut dilakukan dengan cara-cara hukum yang berlaku.

Kedua, Pemecatan Hasyim dilakukan karena sudah melanggar kode etik sebagai pejabat publik.  Sanksi yang dijatuhkan DKPP sudah sesuai dengan kebijakan atau aturan yang ada. Pertanyaannya apakah kasus ini bisa berlanjut ke ranah pidana? Hal ini sangat menungkinkan apabila CAT membuat laporan ke kepolisian dengan tuduhan pencabulan yang di definisikan sesuai pasal 148 ayat (1) dan RKUHP "Laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkari janji tersebut karena tipu muslihat yang lain dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun  RKUHP ini baru bisa digunakan 3 Tahun lagi tepatnya 2026  mendatang. Atau CAT dapat juga mengajukan gugata ke pengadilan Perdata dengan tuduhan Perbuatan Melawan Hukum merujuk pada Pasal 1365 KUHPer dalam arti yang luas.

Ketiga, Apakah Hasyim dapat melaporkan CAT ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Tentu saja bisa. Apalagi kasus ini sudah ter-blow up secara masif dan berakibat diberhentikannya Hasyim dari Ketua KPU secara permanen. Toh tidak mungkin peristiwa ini terjadi tanpa ada kesekapatan kedua belah pihak sebagai mahluk yang sudah dewasa. Secara Etimologi, Pencemaran nama baik adalah suatu hinaan termasuk dalam kategori penghinaan, merendahkan, ataupun menyebarkan informasi yang tidak benar terkait reputasi seseorang. Pasal yang dapat dituduhkan sesuai Pasal 310, 311 KUHP dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hasyim dapat saja menggunakan haknya dengan cara menunutut balik CAT untuk membuktikan tuduhan perbuatan pelecehan seksual yang telah dilakukannya seperti yang dilaporkan CAT ke DKPP.

Kasus seperti ini, menurut pengalaman tidak akan pernah berhenti pada satu titik dan dengan alasan sederhana karena hal ini berkaitan dengan harga diri dan  reputasi seseorang yang sudah dibangunnya bertahun-tahun. Namun apapun itu, semua sudah terjadi. Hasyim tidak dapat lagi mengembalikan posisinya sebagai ketua KPU selain hanya penyesalan karena tidak pernah berpikir konsekuensinya sebelum melakukan perbuatan tersebut. Hasyim mungkin tidak pernah belajar, atau tidak tahu atau bahkan lupa bahwa sebuah jabatan strategis yang dimilkinya sangat rentan terhadap godaan Perempuan dan Uang. Jika tidak berhati-hati maka sejarah akan mencatat untuk kesekian kalinya bahwa sebuah kekuasaan telah banyak menumbangkan orang-orang besar sebelum Hasyim Asy'ari.

Penulis

Ir. Yos Winerdi. DFE, S.H. M.H (CAND)

Pengacara, Konsultan Hukum dan Advocat

Kantor Hukum LAWFIRM INTEGRATED SOLUTION (L.I.S)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun