Kasus kematian Vina dan Eky kembali viral. Kasus ini menjadi bahan perdebatan dipicu ketika cerita kematian mereka diangkat ke layar lebar. Kasus ini bermula Vina dan Eky di eksekusi oleh gang motor pada hari Sabtu tanggl 17 Agustus 2016, awalnya dianggap kematian biasa, Â kecelakaan tunggal yang menewaskan Vina dan Eky. Tidak butuh lama, kasus ini terungkap oleh polres Cirebon bahwa Vina dan Eky adalah korban penganiayaan berat disertai permerkosaan oleh gerombolan onar geng motor atas laporan Iptu Rudiana yang tidak lain adalah ayah Eky.Â
Dari Hasil autopsy pada tanggal 13 September,2016 menunjukan Ada tanda-tanda penganiayaan berat, Â tanda trauma tumpul pada kepala yang ditandai patah tulang atap tengkorak dan tulang rahang bawah, dan trauma tumpul pada pada kanan dan tungkai bawah kanan yang ditandai luka terbuka pada tungkai bawah kanan kemudian Terdapat tanda-tanda trauma tajam berupa luka terbuka pada pipi kanan dan punggung tangan kiri. Ada juga tanda-tanda trauma tumpul berupa luka lecet pada perut kiri dan paha kiri, serta warna kemerahan pada paha kanan. Menurut pemeriksaan apus lubang kemaluan dan anus, ditemukan sperma pada sediaan apus lubang kemaluan.
Para pelaku dipusaran kematian Vina dan Eky telah ditangkap dan dijerat Pasal 338, 351, 170, dan 285 KUHP dengan ancaman penganiayaan dan pemerkosaan serta Undang-Undang Perlindungan Anak. Awalnya, ditetapkan sebelas tersangka, delapan orang sudah di vonis sesuai derajat keterlibatan mereka, dalam bahasa hukumnya hukuman harus setimpal dengan kejahatannya (Culpae Poena Par Esto).Â
Berdasarkan kebenaran formil dan kebenaran materil yang sudah dibuktikan di depan persidangan para terdakwa secara nyata dan meyakinkan sah terbukti bersalah, Vonis telah dijatuhkan dan inkracht oleh hakim. Azas kepastian hukumnya terhadap putusan sudah jelas dan mengikat artinya kepastian substansi hukum dan kepastian penegakkan hukumnya sudah sejalan.Â
Secara teoritis kepastian hukum tidak boleh bergantung pada tekstual tapi yang lebih penting implemetasinya sebagaimana mestinya, sesuai dengan prinsip dan norma hukum. Prinsipnya pembuktian perbuatan pidana bukan hal susah untuk dibuktikan asal prosesnya dilakukan secara professional dan oleh aparat yang memiliki integritas terutama pada kasus Vina Cirebon ini.
Merunut kasus Vina Cirebon, 7 orang dari 8 tersangka di vonis penjara seumur hidup dan sedang menjalani masa hukumannya, Sedangkan 1 orang lagi bernama Saka saat ini telah bebas setelah menjalani masa hukumannya. Berdasarkan bukti dan keterangan saksi dipersidangan para tersangka secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan pidana penganiayaan berat disertai pemerkosaan, ada ceceran sperma di alat vital korban.Â
Vina diperkosa secara bergilir sesuai hasil visum di atas. Kemudian bersama Eky disiksa secara sadis. Tiga orang dari sebelas tersangka  dinyatakan sebagai dpo yakni Egy, Andi dan Dani. Status ini bertahan sampai ditangkapnya Egy atau Egy Setiawan alias Perong, Ketiga DPO sudah menjadi buronan selama delapan tahun.Â
Bahkan Egy sesuai perannya berdasarkan penyidikan disangkakan sebagai pelaku utama, Egy dendam terhadap Vina karena cintanya pernah ditolak oleh Vina. Tapi banyak pihak yang meragukan statemen polisi, yang menarik setelah ditangkapnya Egy, polisi merilis berita bahwa dua nama sebagai dpo di coret dari daftar dengan alasan dua nama itu adalah fiktif dan sengaja di rekayasa oleh para tersangka.
Keputusan polisi mengenai hal ini menimbulkan polemik ditengah Masyarakat, kalangan praktisi seperti pangacara dan akademisi. Polisi dinilai terlalu ceroboh dan tidak bekerja secara professional karena telah mencoret dua dpo tersebut. Ada lagi hal yang menarik dalam kasus ini,untuk dicermati, salah satu tersangka yang sudah bebas Saka mengatakan tidak pernah tahu apalagi terlibat kasus penganiayaan dan pemerkosaan Vina dan Eky.Â
Dia disiksa oleh penyidik supaya mengaku bagian dari para pelaku tindak pidana. Pertanyaan lain mengusik kenapa si Egy atau Pegi Setiawan alias Perong yang diduga keras sebagai otak pelaku utama tidak pernah bisa diitangkap sampai peristiwa ini menjadi viral. Amat disayangkan prestasi polisi yang telah berhasil menangkap Egy harus tercoreng tentang status dua orang dpo adalah fiktif.Â
Pertanyaannya kalau cuma satu orang dpo kenapa nama Andi dan Dany masuk kedalam daftar. Padahal penetapan dpo terhadap seseorang persyaratannya tidak main-main karena penetapan itu haruslah sesuai dengan alat bukti yang benar dan cukup ketika melakukan tindak pidana. Penetapan dpo sudah diatur dalam KUHAP dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang ke polisian jadi ini tidak bisa dibuat main-main.
Menyangkut penyangkalan Saka tentang keterlibatannya dalam kasus Vina Cirebon sebenarnya saat ini tidak ada manfaatnya lagi, karena hukumannya sudah selesai dijalani. Â
Tapi yang menjadi pertanyaan publik apa iya Saka benar-benar telah melakukan perbuatan pidana tersebut. Apalagi ketika itu dia masih dibawah umur dan jika dilihat-lihat tampang Saka sebagai anggota gang motor bergengsi tidak meyakinkan. Umumnya anggota gang motor identik dengan orang berduit. Saka tetap kekeh bahwa dia tidak terlibat. Dia hanya dipaksa dan disiksa untuk mengakui sebuah perbuatan yang tidak pernah dilakukannya menurut Saka. Bisa saja Saka dikorban oleh teman-temannya sebagai bentuk dari solidaritas.Â
Tidak ada yang tahu hal ini secara pasti tapi yang jelas vonis sudah dijatuhkan sehingga pembuktian sudah terbukti dan berkekuatan hukum. Kedepan, yang dialami Saka seharusnya tidak terjadi lagi masih banyak cara yang lebih manusiawi untuk mendapatkan keterangan dan pengakuan dari tersangka. Tidak perlu disiksa apalagi masih dibawah umur. Peristiwa ini pasti akan menimbulkan trauma berat dan sangat melanggar ham.
Dalam aturan hukum pidana tugas dan tanggung jawab polisi adalah membuat sebuah peristiwa pidana menjadi terang benderang, tapi bukan dengan cara menyiksa atau intimidasi karena cara-cara seperti itu melanggar hukum. Hukum pidana sudah mengatur bahwa tersangka karena perbuatannya diancam hukuman lebih dari lima tahun maka wajib didampingi pengacara pada setiap tingkat pemerikssaan. Hal ini diatur pada Pasal 54 KUHAP. Pasal ini adalah bentuk perlindungan negara kepada tersangka/terdakwa terhadap intimidasi atau penyiksaan ketika diperiksa.Â
Masih banyak cara bagaimana mengungkap sebuah perbuatan pidana melalui alat bukti dan barang bukti yang ada. Pengakuan tersangka tidak melenyapkan kewajiban aparat untuk melakukan pembuktian. Mengenai Saka kalau benar terbukti salah tangkap dan sudah menjalani putusannya ini merupakan kasus pelanggaran hak asasi manusia dan termasuk dalam kejahatan serius, korban dapat mengajukan tuntutan balik. Â Kompensasinya maka dia wajib mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi (pemulihan hak).Â
Rehabilitas ini ditentukan secara limitatif dan dicantumkan dalam putusan pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). dan berdasarkan Pasal 95 ayat (1) merupakan hak setiap orang yang tidak terbukti bersalah atas vonisnya berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian berupa imbalan sejumlah uang. Tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Sayangnya dalam KUHAP tidak diatur sanksi bagi penyidik yang melakukan salah tangkap namun hanya mewajibkan bagi penyidik memberikan ganti rugi dan rehabilitasi terhadap korban salah tangkap seperti dijelaskan di atas.Â
Mengenai daftar pencarian orang dari tiga orang menjadi satu orang dan kenapa baru bisa ditangkap setelah delapan tahun, itupun setelah kasus ini menjadi viral. Bagaimana kalau kasus ini tidak kembali viral. Apa benar polisi tidak mampu melacak keberadaan Egy. Jawabannya hanya pihak  penyidik yang tahu pastinya.Â
Selama ini kalau penyidik mau lebih kritis berdasarkan jejak digital di facebook, Egy pada tahun 2017 pernah shareloc alamatnya sendiri. Â Apa ini tidak terlacak, padahal kepolisian memiliki perangkat yang canggih serta memiliki cakupan akses sangat luas. Rasanya tidak mungkin sebagai perbandingan kasus Vina garut tentang video panas yang keajadiannya pada tahun 2019, hanya butuh waktu 3-4 jam, tersangka sudah ditangkap. Bukan apa-apa, terlalu lama membiarkan seorang tersangka pemerkosaan dan pembunuhan berkeliaraan terlalu beresiko. Bisa saja dia melakukan perbuatan yang sama. Atau yang ditangkap saat ini bukan Egy sebenarnya. Ini masih tanya besar dan perlu waktu untuk investigasinya.
Kasus penetapan dpo Andi dan Dani dan dimasukan sebagai dpo kedalam BAP lalu kemudian meralatnya menimbulkan tandatanya besar. Pada prinsipnya BAP tidak bisa dihapus atau dirubah isinya, ini melanggar hukum dan bisa kena sanksi kode etik. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jabar Kombes Surawan bersikeras bahwa dua dpo itu hanya karangan dari para tersangka. Tersangka sebenarnya hanya 9 orang bukan 11 orang, dan 7 orang sedang menjaani hukumannya  di voins dan 1 orang lagi sudah bebas. Â
Saat ini Tersangka dpo Egy sedang dalam pemeriksaan intensif. Masyarakat semakin liar beropini tentang sosok Egy yang ditangkap, berdasarkan jejak digital foto-foto, kesaksian teman-teman Egy, komentar atau analisa para pakar yakinkan yang ditangkap bukanlah si Egy pelaku tindak pidana. Sejatinya polisi harus mengumpulkan dulu bukti-bukti yang menguatkan bahwa Egy merupakan pelakunya.Â
Ada opini berkembang saat ini bahwa keberadaan Egy sudah diketahui, tinggal mau atau tidaknya polisi untuk menangkap Egy. Polemik ini seharusnya jangan dibiarkan terus beropini sehingga menjadi bola salju liar. Polisi harus dapat membuktikan bahwa opini-opini itu adalah hoak dengan cara membuktikan bahwa Egy setiawan yang ditangkap, merupakan Egy yang dicari dan benar telah melakukan tindakan pidana. Ada kendala lain untuk membuktikannya secara akurat tentang keterlibatan Egy dalam kasusVina Cirebon sebab alat bukti yang ada masih memakai alat bukti lama yang tentunya memiliki tingkat akurasi rendah, dan keterlengkapan alat bukti tersebut.
Sementara dari pihak Vina, pengacara keluarga masih terus mencari fakta sesungguhnya kematian Vina, apa latar belakang kasusnya dan siapa dalang sebenanrnya. Secara perlahan tapi pasti cerita mulai mencari jalannya sendiri. Di beberapa media berapa pihak mulai berani bicara memberi kesaksian seperti Saka, Linda, Egy, Kakak Vina, Ibu Egy, Bul-bul, Aep dan masih banyak lainnya. Kesaksian yang diberikan berbeda-beda. Kebenaran dan peristiwa  kasus ini perlahan tapi pasti mulai terusik, kalau benar maka para penegak hukum telah melupakan sebuah pameo hukum In Dubio Pro Reo yang memiliki pengertian Lebih Baik Membebaskan 1000 Orang yang Bersalah, Daripada Menghukum 1 (satu) Orang yang Tidak Bersalah, Hal ini menggambarkan pentingnya prinsip kehati-hatian (prudent) bagi penegak hukum dalam memeriksa, mengadili dan memutus sebuah perkara pidana agar tidak keliru menjatuhkan vonis terhadap tersangka atau terdakwa.Â
Keyakinan hakim adalah hal yang esensial, hakim harus yakin bahwa terdakwa bersalah dalam teori hukum pidana dikenal Beyond Reasonable Doubt (alasan yang tak dapat diragukan lagi (Beyond Reasonable Doubt). Disinilah di tuntut keprofesionalan aparat untuk mengungkap kejadian sebenarnya dan membuktikan bahwa mereka tidak salah, benar terhadap pemidanaan. Profesionalisme POLRI sebagai institusi penegak hukum tengah menjadi sorotan. Apakah masih ada profesionalitas dan integritas ketika menjalankan tugas pokok dan fungsinya seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masayarakat.
Pekerjaan Rumah terbesar bagi polri saat ini adalah mengungkap secara professional, presisi dan berintegritas kasus Vina tanpa ada kepentingan lain seperti isu yang sudah berkembang yang mana akurasi dan kebenarannya masih diragukan seperti:
- Polisi sedang melindungi Seseorang atau Coorporate,
- Polisi sedang  berusaha menutup-nutupi perkara salah tangkapnya.
- Polisi menyembunyikan 2 dpo yang diduga berkaitan dengan bandar narkoba tersebesar. Â Â
- Polisi sedang bekerjasama dengan pihak lain pengalihan isu terhadap kasus mega korupsi sebesar 271 T yang baru-baru ini viral yang melibatkan para pejabat. Â
Sehingga seluruh polemik yang ada dapat meredah dengan sendirinya. Â Mudah-mudahan pakta integritas yang pernah dibuat oleh setiap polisi tidak menggoyahkan intergritasnya yang telah berjanji kepada diri sendiri tentang komitmen melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggungjawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta kesanggupan untuk tidak melaksanakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Saat ini reputasi polisi sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat sedang dipertaruhkan.Â
Tunjukan bahwa polisi dapat bekerja secara professional dan berintegritas. Â Sehinga penilaian negatif terhadap polri sebagai sebuah institusi akan perlahan hilang. Apabila hal sebaliknya terjadi maka marwa polri sebagai punggawa pengamanan dan pengayom Masyarakat akan semakin hancur dan tidak dipercaya lagi semuanya hanya bisa diselesaikan dengan niat baik, terbuka, jujur dan penuh dedikasi terhadap tugas dan fungsinya. Â Â
Secara umum kompetensi dan kapabilitas SDM polri tidak diragukan tapi hal ini sepertinya tidak diimbangi dengan integritas. Ini berbahaya dan jangan terus sampai terjadi. Kemana dan Kesiapa lagi Masyarakat akan mencari keadilan, dan perlindungan hukum terutama bagi mereka tersangkut masalah hukum. Penurunan integritas polri akhir-akhir tidak ada hubungannya dengan proses rekruitmen pendidikan dan pelatihan sdm nya, tapi hal ini kaitannya erat dengan lingkungan kerja serta pengawasan yang buruk terhadap kinerja polisi. Ini tantangan berat buat bapak Kapolri Sigit Sulistyo untuk membenahi institusinya yang akhir-akhir ini tingkat kepercayaan masayarakat terus menurun.Â
Apalagi sejak kasus ferdy sambo terungkap. penuh drama, intrik dan rekayasa kemudian  disiarkan melalui media masa. Hal ini membuat Masyarakat tidak respek lagi dengan dengan institusi ini. Benahi polri dengan sepenuh hati agar menjadi institusi yang professional dan berintegritas sebelum Masyarakat mencari jalannya sendiri untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan yang seharusnya sudah menjadi hak mereka.Â
Penulis : Ir. Yos Winerdi. DFE. SH.
Pengacara, Advocat dan Konsultan Hukum
Lawyer Integrated Solution (LIS)
Saat ini Sedang Menyelesaikan Study  S2Â
Hukum, Universitas Jayabaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H