Mohon tunggu...
YOSUA YANUAR SATRIYO
YOSUA YANUAR SATRIYO Mohon Tunggu... Insinyur - Environmental Engineering, Oil and Gas Sector

Sains, Teknologi, Geopolitik, Sejarah, Sastra, Ekonomi, Olahraga, Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sengketa dan Tantangan Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Republik Indonesia

1 Juni 2024   00:07 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:35 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awal 2020, tiga kapal perang Republik Indonesia (KRI), yakni KRI Karel Satsuit Tubun (356), KRI Usman Harun (USH) 359, dan KRI Jhon Lie 358, mengusir kapal ikan Tiongkok saat mencari ikan di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau. Sejumlah 30 kapal Nelayan menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia bahkan dengan kawalan Coast Guard Tiongkok. Kejadian ini hayalah satu diantara banyaknya kejadian trespassing dan illegal fishing kapa lasing di area Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di area Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan.

Berikut Peta Laut China Selatan, yang disederhanakan dengan memberi gambaran umum konflik/dispute di area Laut China Selatan.

Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/5d/South_China_Sea_claims_map.svg
Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/5d/South_China_Sea_claims_map.svg

 

China menggunakan "nine dash line" sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan Laut China Selatan seluas 2 juta km persegi. Klaim sepihak ini melanggar ZEE sejumlah negara di Kawasan Laut China Selatan: Filipina, Malaysia, Indonesia, Brunei, Vietnam, dan kawasan Taiwan. Klaim ini tumpeng tindih dengan area ZEE Indonesia sebesar sekitar 83.000 km persegi atau 30%  dari luas laut Indonesia di area Natuna.

Tidak hanya itu, beberapa konflik territorial yang pernah/masih terjadi antara lain:

- Dispute Malaysia-Vietnam atas wilayah laut tumpang tindih di Kepulauan Spratly.

- Brunei mengklaim wilayah laut berbentuk persegi panjang di tepi selatan Kepulauan Spratly, bersengketa dengan wilayah Malaysia.

Negara-negara seperti India, Jepang, dan Amerika Serikat juga terlibat sebagai aktor eksternal dalam sengketa Laut Cina Selatan. Walaupun tidak secara langsung memiliki area perairan di wilayah Laut China Selatan, negara-negara ini sangat berkepentingan dan bergantung dengan maritime trade, maritime traffic dan juga hasil alam Laut China Selatan.

Taktik "salami slicing" yang dilakukan Tiongkok di wilayah Laut Cina Selatan menyebabkan perselisihan dan meningkatnya ketegangan dengan negara tetangga di kawasan tersebut. Inti dari taktik ini adalah "mengiris/slicing" perlahan lahan sambil perlahan bergerak maju. Tiongkok secara konsisten berpatroli, bahkan mengawal nelayan illegal masuk ke ZEE negara tetangga. Reaksi awal adalah penolakan dan protes. Namun taktik ini merupakan taktik jangka Panjang, sehingga harapannya, negara tetangga "menyerah" dan akhirnya perlahan menyerahkan wilayah dan menyepakati kepentingan Tiongkok. Taktik ini juga bermain di "gray zone" dengan cara sengaja tidak mendefinisikan secara jelas arti nine/ten dash line, tidak mendaftarkan area sengketa dan menyelesaikannya di pengadilan internasional, sambal tetap mendorong aktivitas Tiongkok di area ZEE negara tetangga.

Tiongkok bahkan menimbun beberapa terumbu karang dan juga membuat pulau buatan, untuk dijadikan pangkalan militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun