Nah, kalau pencatat ini lain lagi. Mereka bukan penulis yang mengejar deadline, bukan juga pengarang yang sibuk mencari makna hidup. Pencatat lebih mirip detektif rahasia yang suka mencatat hal-hal kecil yang sering luput dari perhatian orang lain. Kalau seseorang pernah merasa diawasi di angkot atau dalam warteg, mungkin itu intel Mossad. Ah......, ngaco. Itu ulah pencatat.
Pencatat sering kali jadi orang yang pendiam di keramaian. Mereka duduk di pojokan, mencatat obrolan orang-orang, ekspresi wajah, sampai detail kecil seperti cara seseorang memegang sendok. Mereka tidak langsung mempublikasikan catatannya, tapi suatu hari, catatan mereka bisa jadi bahan untuk tulisan, entah oleh mereka sendiri atau "dipinjam" oleh penulis atau pengarang.
Lucunya, pencatat sering kali tidak sadar bahwa catatan mereka sebenarnya luar biasa. Mereka bisa menulis dialog yang terdengar begitu nyata, sampai-sampai pembaca merasa, "Ini pasti diambil dari kehidupan sehari-hari!" Ya, benar sekali. Itu memang diambil dari obrolan tetangga Anda kemarin sore.
Namun, pencatat juga punya kelemahan. Mereka sering kebanyakan mencatat, tapi lupa memproses. Kalau ditanya, "Mana hasil tulisannya?" Mereka mungkin akan bilang, "Oh, belum. Tapi aku punya 500 halaman catatan untuk nanti." Nanti kapan? Tidak ada yang tahu, bahkan pencatat itu sendiri.
Karena sifat dan gaya kerja yang berbeda, penulis, pengarang, dan pencatat sering kali merasa diri mereka yang paling penting. Penulis merasa bahwa mereka adalah pekerja keras yang menggerakkan roda industri tulisan. Pengarang merasa bahwa mereka adalah penjaga seni dan makna. Sementara pencatat merasa bahwa tanpa mereka, tidak ada yang punya bahan cerita.
Debat mereka sering terdengar seperti ini.
Penulis mengatakan, "Kalau tidak ada aku, siapa yang akan menulis berita, artikel, atau cerita sehari-hari? Dunia akan kacau tanpa penulis!"
"Ya. Tapi tulisanmu itu cuma memenuhi kebutuhan pasar. Tulisan yang sebenarnya adalah yang punya kedalaman, yang membuat pembaca merenungkan eksistensi mereka," kilah pengarang. Lalu kembali meneruskan lamunannya.
Dan jawab pencatat, "Kalian berdua tidak akan punya bahan kalau aku tidak mencatat detail kehidupan."
Jadi, begitulah mereka. Terus bertengkar. Sampai akhirnya, mereka sadar bahwa sebenarnya, mereka saling membutuhkan. Penulis butuh pencatat untuk mendapatkan detail yang nyata. Pengarang butuh penulis untuk menerjemahkan ide mereka ke sesuatu yang lebih ringan. Dan pencatat? Mereka butuh keduanya untuk memastikan catatan mereka tidak berakhir jadi tumpukan kertas tak berguna.
Pada akhirnya, tidak ada yang lebih penting di antara penulis, pengarang, dan pencatat. Semua punya peran masing-masing dalam dunia literasi. Penulis adalah mesin yang menjaga agar dunia terus berputar dengan tulisan mereka yang cepat dan praktis. Pengarang adalah pemikir yang menjaga kedalaman dan seni. Sementara pencatat adalah mata-mata kehidupan yang menangkap detail tersembunyi.