Mohon tunggu...
Yoss Prabu
Yoss Prabu Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang hobby menulis tapi tak pernah dipublikasikan. Aktivis teater, tapi jarang-jarang kumpul dengan insan teater. Agak aneh, memang. Ya, begitu. Biarkan saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Debat di Warung Tegal

25 Januari 2025   16:03 Diperbarui: 25 Januari 2025   16:03 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sesi berikutnya

Penulis, Pengarang, dan Pencatat Itu Beda

 

Sebuah Debat di Warung Tegal

Yoss Prabu

Di sebuah warung tegal (warteg) di sudut kota. Sepi. Tiga onggokan manusia tengah duduk di meja bundar, padahal panjang, dengan secangkir kopi yang mengepul di hadapan masing-masing. Mereka adalah Penulis, Pengarang, dan Pencatat. Sebuah diskusi panas telah dimulai beberapa menit lalu. Tapi bukan soal kopi, melainkan soal siapa di antara mereka yang paling penting.

"Jelas aku," ujar Penulis, sambil mengangkat gelasnya dengan percaya diri. "Akulah yang paling penting. Sebab, aku yang menciptakan artikel-artikel viral, caption Instagram penuh makna, dan skrip sinetron 1000 episode. Tanpa aku, dunia literasi pasti berantakan."

Pengarang tertawa kecil, gaya tertawanya mirip villain di sinetron yang katanya ditulis oleh Penulis. "Kamu cuma bikin kata-kata praktis. Aku ini seniman sejati! Aku melahirkan novel epik, puisi romantis, dan cerita pendek yang bikin pembaca menangis. Karyaku hidup selamanya!"

Lalu, di sudut meja, Pencatat meletakkan bolpennya. "Aku? Aku cuma mencatat, sih. Kadang catatan belanja, kadang rapat kantor. Kalau nggak dicatat, semuanya lupa. Jadi, ya... sebenarnya aku cukup penting juga."

Penulis dan Pengarang langsung memandangnya, mencoba menahan tawa. "Kamu? Alaaah.... Pencatat? Penting? Yang benar saja!" ujar Penulis sambil menggeleng-geleng.

"Kalau bukan aku," jawab Pencatat dengan santai, "siapa yang mencatat resep rahasia ibumu? Siapa yang mendokumentasikan nomor pin ATM yang lupa kamu ingat? Dan siapa yang bikin catatan rapat yang selalu diabaikan itu?"

Pengarang mulai merasa terpojok, jadi dia beralih menyerang Penulis. "Tapi jujur saja, Penulis, kamu tuh sering terlalu serius! Tulisanmu kebanyakan formal dan kaku, bahkan kucing pun malas baca!"

Penulis membalas, "Oh, dan kamu, Pengarang? Kamu bikin novel yang butuh tiga tahun selesai, lalu pembacanya cuma tiga orang. Itu pun karena mereka kasihan sama kamu."

Pencatat hanya tersenyum di tengah perang ego itu. "Coba kalian pikir. Tanpa catatan kecilku, siapa yang tahu kapan utang kalian harus dibayar atau kapan tenggat tulisan kalian datang? Aku ini seperti oli mesin. Tidak kelihatan, tapi kalau tidak ada, semuanya macet!"

Perdebatan kian panas, dan akhirnya pelayan bertanya, "Maaf," katanya, "tadi siapa, ya. Yang tadi pesan kopi ?"

Mereka saling pandang. "Jelas aku!" ujar Penulis.

"Mana mungkin, itu pasti aku," tegas Pengarang.

"Aku mencatatnya tadi," jawab Pencatat dengan santai, sambil menunjukkan notepad kecilnya. Di sana tertulis: "Pesanan: 1 Inspirasi Kopi Pahit untuk Penulis, Pengarang, dan Pencatat."

Semua terdiam. Akhirnya, mereka sepakat bahwa masing-masing punya peran penting. Penulis dengan rangkaian kata praktisnya, Pengarang dengan karyanya yang mendalam, dan Pencatat dengan dokumen kecilnya yang menjaga semuanya tetap terorganisir.

Namun, di akhir diskusi itu, Pencatat berbisik sambil tersenyum penuh kemenangan. "Tapi tetap, kalau aku nggak mencatat, kalian pasti lupa kalau kita bertiga sudah sepakat mau traktir aku hari ini."

Dan begitulah, hari itu Pencatat pulang dengan perut kenyang dan hati penuh kemenangan, sementara Penulis dan Pengarang hanya bisa saling tatap, bingung bagaimana mereka bisa kalah dalam diskusi ini.

*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun