Pengarang mulai merasa terpojok, jadi dia beralih menyerang Penulis. "Tapi jujur saja, Penulis, kamu tuh sering terlalu serius! Tulisanmu kebanyakan formal dan kaku, bahkan kucing pun malas baca!"
Penulis membalas, "Oh, dan kamu, Pengarang? Kamu bikin novel yang butuh tiga tahun selesai, lalu pembacanya cuma tiga orang. Itu pun karena mereka kasihan sama kamu."
Pencatat hanya tersenyum di tengah perang ego itu. "Coba kalian pikir. Tanpa catatan kecilku, siapa yang tahu kapan utang kalian harus dibayar atau kapan tenggat tulisan kalian datang? Aku ini seperti oli mesin. Tidak kelihatan, tapi kalau tidak ada, semuanya macet!"
Perdebatan kian panas, dan akhirnya pelayan bertanya, "Maaf," katanya, "tadi siapa, ya. Yang tadi pesan kopi ?"
Mereka saling pandang. "Jelas aku!" ujar Penulis.
"Mana mungkin, itu pasti aku," tegas Pengarang.
"Aku mencatatnya tadi," jawab Pencatat dengan santai, sambil menunjukkan notepad kecilnya. Di sana tertulis: "Pesanan: 1 Inspirasi Kopi Pahit untuk Penulis, Pengarang, dan Pencatat."
Semua terdiam. Akhirnya, mereka sepakat bahwa masing-masing punya peran penting. Penulis dengan rangkaian kata praktisnya, Pengarang dengan karyanya yang mendalam, dan Pencatat dengan dokumen kecilnya yang menjaga semuanya tetap terorganisir.
Namun, di akhir diskusi itu, Pencatat berbisik sambil tersenyum penuh kemenangan. "Tapi tetap, kalau aku nggak mencatat, kalian pasti lupa kalau kita bertiga sudah sepakat mau traktir aku hari ini."
Dan begitulah, hari itu Pencatat pulang dengan perut kenyang dan hati penuh kemenangan, sementara Penulis dan Pengarang hanya bisa saling tatap, bingung bagaimana mereka bisa kalah dalam diskusi ini.
*