Tetiba terdengar suara kereta api samar-samar dari kejauhan. Sontak aku berdiri dan berjalan minggir dari jalur kereta.  Sebuah kereta api uap lewat dengan membawa 3 gerbong berisi turis mancanegara. Kesempatan ini saya manfaatkan untuk mengambil beberapa foto dan video saat kereta  ini melintas di depan saya.  Menurut penduduk sekitar, kereta api bertenaga uap hanya lewat hanya pada hari Sabtu dan Minggu saja untuk melayani wisatawan yang berkunjung di Museum Kereta Ambarawa.  Menurut informasi yang pernah saya dapatkan saat berkunjung ke Museum, beaya per gerbong antara 7-8 juta dengan isi penumpang sekitar 20-30 orang. Cukup mahal memang, karena bahan bakar yang digunakan adalah kayu gelondongan dan tidak sembarang kayu bisa dipakai untuk bahan bakarnya.
      "Paling bagus memakai kayu jati Bu, karena selain awet dan tidak cepat menjadi abu, juga temperatur panasnya lebih tinggi untuk menghasilkan uap panas sebagai penggerak kereta api kami." jawab salah satu penjaga di Museum Kereta Api saat saya menanyakan alasan pemakain kayu jati sebagai bahan bakarnya.
      Bayangkan, sebuah kereta kuno yang eksotis, melintas di antara rawa dan hamparan tanaman padi yang subur dan menghijau, diikuti dengan suara khas kereta dan nyaringnya bunyi peluitnya. Menakjubkan! Ada rasa haru, trenyuh dan merinding saat menyaksikan secara langsung kereta itu lewat di hadapan saya. Entah mengapa. Â
       Tak terasa, waktu terus berjalan. Saat menoleh ke jam tangan yang kukenakan, aku sedikit terperangah.
      "Pah, sudah jam sembilan lebih sepuluh menit loh. Ayo kita pulang, sudah mulai panas nih, " ujarku kepada suamiku sambil menggamit tangannya.
      Hari itu, cukup banyak ilmu kehidupan yang berhasil aku peroleh dari orang-orang yang kami temui. Pelajaran hidup yang sangat berharga untuk kami ambil hikmahnya.                                                                                                  Akhirnya, kami berjalan kembali menuju parkiran untuk mengambil motor dan pulang kembali untuk melanjutkan aktifitas kami. Wah, ternyata parkiran yang semula  hanya diisi oleh beberapa motor dan mobil, kini sudah penuh sesak. Dusun Sumurup memang mempunyai pesona tersendiri di hati masyarakat terutama orang-orang yang hobi memancing. Alhamdulillah, puji syukur selalu tak lupa kami panjatkan atas segala karuniaNya kepada kita.
Nama asli tokoh dalam cerita di atas, disamarkan.
Dusun Sumurup, kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang
Sabtu, 24 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H