Tanya jawab ini menegaskan bahwa apa yang sudah dijelaskan Maryam diterima dengan baik oleh mereka. Tak terasa waktu berbuka telah tiba. Seperti biasa, anak-anak menyambut buka puasa dengan doa, membatalkan puasa dengan minum dan makan kurma, lalu dilanjutkan shalat magrib berjamaah. Dan saat yang paling menyenangkan adalah saling berbagi takjil dan makan bersama. Jika mengingat tingkah laku, kepolosan dan kejujuran anak-anak santrinya, ia selalu merasa trenyuh sekaligus bangga, bisa membersamai mereka. Memberikan pondasi akhlak agama yang baik sebagai bekal kelak mereka dewasa nanti.
“Ya Allah, semoga kelak mereka menjadi generasi sholeh sholehah, untuk berdakwah di jalanMu, Aamiin,” tanpa sadar air matanya menitik kala mendoakan mereka.
Setelah memastikan Zahra tidur, Maryam kemudian berjalan ke belakang mengambil wudhu. Malam itu begitu hening dan syahdu, angin berhembus pelan. Sang rembulan tampak sangat indahnya, pesonanya menggetarkan hati Maryam ketika memandangnya.
“MasyaAllah, begitu Agungnya Engkau Ya Rabb. Allahumma Bariklana fi Syahri Romadhana wa Ballighna Lailatal Qadr wa 'Ibadatan Fiha. Ya Allah, berkahilah kami di bulan Ramadhan ini dan pertemukanlah kami dengan Lailatul Qadr dan beribadah di malamnya. Aamiin,” doa Maryam sambil menengadahkan keduaa tangannya.
Setelah menggelar sajadah dan mengenakan mukena, lalu ia mengambil mushaf. Sesaat ia memandangi mushaf, peninggalan Bapaknya. Ia teringat ketika Bapak yang sangat dicintainya berpulang dua tahun lalu, tepat satu bulan usai Maryam menikah dengan Mas Tarjo.
Maryam sedang berada di sekolah saat berita itu sampai di telinganya. Bapaknya dipanggil Sang Maha Kuasa saat menjadi imam shalat dhuhur di masjid At Taqwa. Maryam sungguh tidak pernah menyangka Bapaknya akan berpulang secepat itu. Pagi ketika Maryam berangkat mengajar, Bapak masih dalam kondisi sehat, tidak mengeluhkan apapun. Rupanya Allah lebih mencintai hambaNya, Pak Sofyan dinyatakan meninggal karena serangan jantung pada sujud di rakaat kedua.
“Allahummaghfir lahum, warhamhum, wa 'afihim, wa'fu 'anhum. Allahumma anzilir rahmata, wal maghfirata, was syafa'ata 'ala ahlil quburi min ahli la ilaha illallahu Muhammadun rasulullah. Ya Allah, berikanlah ampunan, kasih sayang, afiat, dan maaf untuk mereka,” doanya saat mengingat peristiwa itu.
Pikiranya tiba-tiba melayang. Ia juga teringat Mas Tarjo, suaminya yang belum bisa pulang di hari lebaran nanti. Sebenarnya hatinya perih, namun ia yakin suatu saat nanti Allah akan memberikan hadiah terindah atas kesabarannya selama ini.
“Allahumma inni ‘abduka wabnu ‘abdika wabnu amatik, naashiyatii biyafik, maadlin fi hukmika, adlun fi qadlaika, as’aluka bikulli ismin huwa laka sammaita bihi nafsak, aw anzaltahu fi kitabik, aw ‘allamtahu ahadan min khalqik, awis ta’tsarta bihi fi ilmil ghaibi ‘indak, an taj’ala qur’ana rabi’a qalbi wanuura shadri wajalaa’a huzni wadzahaba hammi.
“ Ya Allah, sungguh aku ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu, ketentuan-Mu berlaku pada diriku, keputusan-Mu adil terhadapku. Aku memohon kepada-Mu dengan semua nama yang merupakan milik-Mu, nama yang engkau lekatkan sendiri untuk menamai diri-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang di antara hamba-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihanku dan pelenyap keresahanku.”
Malam semakin larut. Maryam merasakan betapa nikmatnya malam ini dengan mushaf di tangan dan bersujud pada Penciptanya. Maryam meneruskan tadarusnya. Akhirnya Maryam menyelesaikan tadarusnya. Lalu ia menengadahkan tangan dan berdoa.