“Makasih, Ibu,” ucap Syifa sambil menganggukan kepalanya.
“Yuk, ambil buku Iqra’nya, di taruh mana ya kemarin?” kata Ranti pura-pura bertanya. Ranti mencoba mencari tahu, apakah putrinya masih ingat di mana ia meletakkan buku iqra’nya.
“Di situ Bu, dekat meja TV,” sahut Syifa dengan cepat. Jam di dinding menunjukkan pukul 15.45 wib. Biasanya Bunda Nana, begitu biasanya Syifa memanggilnya datang tepat waktu. Pukul 16.00 wib. Beliau adalah Ustadzah yang rumahnya cukup dekat dengan rumah Ranti, hanya selisih 5 rumah.
Sembari menunggu Bunda Nana, Ranti duduk sambil menyelonjorkan kakinya di sofa. Matanya menerawang jauh, kembali ia teringat perkataan putri kecilnya yang membuat Ranti menjadi malu dan galau.
Hari Minggu adalah hari di mana Ranti bisa beristirahat setelah sepekan bekerja. Ranti bekerja sebagai seorang designer baju anak di sebuah garmen terkenal di Semarang. Setelah selesai dengan pekerjaan rumah tangganya, Ranti duduk sambil menikmati secangkir teh manis dan sepotong roti tawar isi selai strawberry kesukaannya. Mas Dimas, suaminya sedang pergi membeli pakan burung di pasar hewan yang berada tak jauh dari rumahnya. Dilihatnya Syifa sedang asyik mencoret-coret buku kosong dengan sebuah pensil. Entah coretan apa yang dibuatnya.
“Mungkin dia mengikuti bakatku mendesain baju,” gumam Ranti sambil tersenyum.
Lalu, Ranti kembali sibuk dengan gadgetnya sambil menyeruput teh manis hangatnya. Tiba-tiba, Syifa menghampiri Ranti sambil berkata,”Bu, ini bacanya apa?” sambil menunjukkan sebuah huruf Arab. Buku yang dipegangnya sudah ganti dengan sebuah buku kecil berwana biru yang berjudul "Iqra Jilid 1." Ranti terkesiap.
“Eh, eemm oh ... apa ya bacanya ... Ibu kok lupa ya?” jawab Ranti gugup. Detak jantungnya terasa lebih cepat. Perasaannya campur aduk. Malu, bingung, gugup, rasa bersalah, bagaimana tidak? Putri kecilnya menanyakan tentang cara membaca huruf Arab dalam sebuah buku kecil yang dibawanya dan Ranti gagal menjawabnya. Ranti tahu itu buku untuk belajar mengaji. Banyak anak-anak seusia Syifa yang pergi mengaji sore hari di Masjid dekat rumahnya.
“Ihh ... ibu, gimana sih, kan ibu sudah besar, masak enggak bisa baca ini? Ayo, diingat-ingat dong bu bacanya apa ini?” sahut Syifa sambil merajuk manja.
"Iya, iya, Ibu nanti akan mencoba mengingat-ingat apa nama huruf itu ya," jawab Ranti sambil berusaha menenangkan putrinya. Hal itulah yang akhir-akhir ini membuat perasaan Ranti campur aduk tidak karuan. Ia sadar ini adalah sebuah teguran yang entah kesekian kalinya tentang hubungannya dengan Sang Khalik.
Sebetulnya Ranti tahu dari mana putrinya memperoleh buku kecil itu. Suatu hari, Ibunya pernah bercerita bahwa Syifa merengek minta diikutkan mengaji di masjid. Sebuah teguran halus dari Allah yang pada saat itu belum bisa ia dirasakan hikmahnya.