Mohon tunggu...
yose piliang
yose piliang Mohon Tunggu... -

16 tahun jadi jurnalis dan belum menemukan jati diri...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerpen: Akhir Sebuah Pilihan

30 Agustus 2010   14:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:35 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Assalamualaikum..." kataku pelan, nyaris tak terdengar karena suaranya lebih mirip teriakan ditengah malam seperti ini.

Breeet....tirai di dekat pintu terbuka. Seorang wanita dengan wajah tirus melongok dari balik tirai. Kimono yang dipakainya terbuka di bagian dada, hingga aku bisa melihat jelas payudaranya yang ketat tak terbalut apapun.

"Siapa?" Tanya si wanita dari balik tirai, wajahnya menyelidik dan diisi rasa curiga.

"Saya Yani, mbak. Temannya Tommy, maaf saya datang jam segini," kataku terpatah-patah. Kudengar langkah kakinya menjauh meninggalkan aku di balik pintu.

Hanya beberapa detik, aku melihat si wanita kembali dengan Tommy. Dadaku gemuruh.....tak tahu apa yang kurasakan. Aku yakin Tommy bahagia dengan putusanku. Yakin, saat Tommy melihatku berada di depan pintu rumahnya, langsung memelukku dengan penuh kehangatan seorang kekasih. Mataku nanar, rasanya air mataku ingin tumpah tak sabar menunggu pintu terbuka.

Rasanya butuh waktu bermenit-menit hanya membuka kunci pintu. Darr!!! Aku langsung lari ke pelukan Tommy saat pintu terbuka. Menangis tersedu-sedu hingga tak menyadari Tommy kaget dengan sikapku. Aku juga tak menyadari wanita yang berada disamping Tommy langsung pucat dan memandang marah ke arah Tommy. Aku masih tak menyadari saat Tommy melepaskan pelukanku dengan marah dan nyaris menghempaskanku ke dinding. Perasaanku begitu dalam, begitu yakin bahwa Tommy akan mengacungkan jempol untuk semua pengorbananku.

"Ada apa, Yan? Kamu datang malam-malam begini, nggak tau sopan santun kamu ya? Apa kata orang nanti?" kata Tommy dengan wajah marah.

Aku menangis tersedu-sedu. "Aku mau kita bahagia Tom, aku sudah memutuskan pergi dari rumah," kataku di sela tangis.

Braaak!!! Wanita tirus itu langsung membantingkan kursi dan pergi. Aku terdongak, bukannya dia kakak Tommy, bathinku.

Tommy sontak melepaskanku. Berlari mengejar wanita tirus tanpa bra dan tak sempat mengikat ikan pinggangnya hingga siluet tubuhnya terlihat jelas dibalik cahaya.

"Ratna....tunggu!! Dengar dulu!" Aku terpaku, nanar memandang fhoto perkawinan ukuran 1 kali 2 meter yang terpajang di pojok kanan. Ada wajah Tommy dan wanita tirus mengenakan longdress warna hijau dewangga. Lututku terasa goyah, langit-langit terasa menghimpitku. Teganya Tommy membohongiku selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun