Mohon tunggu...
Yosi Wulandari
Yosi Wulandari Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar, penulis, peneliti, pengabdi, dan pembelajar

Yosi Wulandari memiliki motto "Aku adalah Batas Impianku". Merupakan dosen di Universitas Ahmad Dahlan sejak tahun 2014, mengajar pada program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Saat ini sedang menempuh pendidikan S-3 di Universitas Gadjah Mada. Penulis aktif menulis kolom opini, cerpen, puisi, cerita sejarah, di beberapa media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merayakan Puisi dengan Apresiasi

26 Juli 2021   09:00 Diperbarui: 26 Juli 2021   09:01 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang fana adalah waktu. Kita abadi:

memungut detik demi detik, merangkainya bagai bunga

sampai suatu hari

kita lupa untuk apa.

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?"

tanyamu.

Kita Abadi." (Sapardi Djoko Damono)

Kutipan puisi tersebut mungkin dapat mengawali perayaan Hari Puisi Nasional tahun ini. Mengingat, Hari Puisi Nasional diperingati dalam dua waktu di Indonesia, yaitu pada 28 April dan 26 Juli. Perayaan ini tentu menjadi hal menarik sekaligus menggelitik. 

Menarik dan membahagiakan karena apresiasi terhadap karya-karya penyair kian menggema terkhusus perkembangan media sosial yang semakin menjadi kebutuhan berbagai kalangan. 

Akan tetapi, di lain sisi dua peringatan ini  tentu menggelitik karena terkesan terjadi "sengketa" antara dua kubu tersebut meskipun sama-sama menetapkan Hari Puisi Nasional tersebut dengan menghargai maestro puisi Indonesia, yaitu Chairil Anwar. 

Kubu yang merayakan pada 28 April menetapkan berdasarkan hari wafatnya sang Maestro dan yang merayakan pada 26 Juli menetapkan berdasarkan hari lahirnya sang pujangga "Aku ini Binatang Jalang".

Terlepas dari alasan penetapan tersebut, tentu dengan adanya perayaan hari puisi Internasional pada tanggal 21 Maret pun turut meramaikan dunia perpuisian di tanah air. Selain meramaikan, tiga kali peringatan hari puisi pun dapat menjadi sarana bagi masyarakat Indonesia menyalurkan bakat puitis dan melepaskan pikiran dari hiruk pikuk permasalah lain. 

Hal ini kita dapat sepakat dengan pendapat Khrisna Pabichara yang dikutip oleh Amel Widya dalam tulisannya berikut "Bagi saya, setiap hari adalah puisi. Dua versi perayaan itu hanyalah perayaan belaka, biar kita lebih gigih mencintai puisi. Sejatinya, puisi mesti dirayakan setiap hari."  Oleh karena itu, hal terpenting yang perlu diambil dalam perayaan ini adalah bagaimana memberikan apresiasi terhadap puisi dan si empunya.

Hari Raya Puisi

Merayakan puisi dengan apresiasi sudah pernah disinggung oleh Ketua Yayasan Hari Puisi, Maman S. Mahayana pada perayaan hari puisi dua tahun lalu. Maman S. Mahayana menyatakan bahwa puisi dapat mempererat renjana ke-Indonesiaan, merayakan kebhinekaan, memperkaya makna toleransi, dan menutup lahirnya ujaran kebencian (Jakarta, 11/7/18). 

Hal tersebut sangat berkaitan dengan kekuatan bahasa pada puisi dan kemampuan puisi menyentuh secara diam-diam. 

Permainan bahasa pada puisi menjadi hal yang substansial sehingga bahasa puisi yang inspiratif dapat memperluas bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia. 

Selain itu, kekuatan bahasa pun yang menyuarakan perlunya sastra diajarkan kepada anak-anak. Mungkin dapat kita ingat kembali pesan Umar bin Khattab "Ajarkanlah sastra kepada anak-anak kalian karena sastra dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani."

Dengan demikian, dapat dirujuk dengan jelas bahwa merayakan puisi dengan apresiasi adalah bagian dari mendukung program pemerintah pula untuk meningkatkan literasi bagi masyarakat Indonesia.

Selain itu, hari raya puisi adalah bentuk mempelajari puisi dengan kekhusyukan. Puisi dengan kekuatannya yang tersembunyi pun dapat mengajarkan seseorang berbahasa tanpa menyakiti. 

Mengutip nasihat Chairil Anwar "Ada yang tidak diucapkan, sebelum pada akhirnya kita menyerah". Lain dari itu, kekuatan puisi adalah mendokumentasikan dorongan batin yang lahir dengan berbagai cerita. 

Jadi, tentu tidak berlebihan jika hal ini perlu dirayakan. Bahkan, dengan merayakan kita telah menyelamatkan hati dari gelisah yang tak tentu arah.

Ada dua cara yang ditawarkan di sini untuk merayakan Hari Puisi Nasional dengan mengapresiasinya. Pertama, menulis puisi, aktivitas apresiasi ini dapat memanfaatkan berbagai sarana. 

Sarana yang paling mudah adalah dunia digital. Puisi dapat dirayakan sebagai melepas segala gundah dengan menulisnya di berbagai akun media sosial, yaitu facebook, twitter, Instagram, dan sebagainya. Perayaan lain dapat dilakukan dengan menulis puisi di media massa, mengikuti lomba penulisan puisi, bahkan dapat menerbitkan antologi puisi. 

Merayakan puisi dengan menulisnya dapat mengingat pesan Sang Penyair Hujan Bulan Juni  seperti berikut "Menulis puisi itu tidak gampang, tapi bisa dengan Bahasa yang sederhana dan SDD disukai berbagai kalangan. Bahkan, karya-karya ini hadir melengkapi berbagai media sosial untuk dikutip atau disuarakan kembali sebagai perwakilan isi hati pengunggahnya.

Kedua, merayakan puisi dapat dengan mengutip puisi para pujangga atau penyair yang disukai dan menguggahnya di akun media sosial. Puisi yang dikutip sebaiknya karya-karya yang selama ini jarang hadir kepermukaan dan memiliki muatan motivasi dan inspiratif. 

Dengan demikian, aktivitas apresiasi yang kedua ini akan bermanfaat bagi bagi masyarakat awam. Jadi, cara perayaan kedua ini selain memberikan informasi tentu juga wujud apresiasi dan kecintaan kepada para penyair.

Begitulah puisi sekiranya dirayakan dengan penuh apresiasi, semoga segala pelik bisa menjadi peluk segala gundah. Upaya sederhana dengan bahasa sederhana dan penuh makna adalah perayaan terbaik yang dapat dihadirkan dari relung masing-masing. 

Menulislah, berpuisilah, mungkin dapat menjadi pengobat segala resah. Selamat Hari Puisi Nasional, semoga apresiasi puisi dapat memberi esensi positif terhadap perayaan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun