Novel setebal 296 halaman ini kuselesaikan lebih dari empat bulan lamanya. Bukan sebab membosankan, sebaliknya aku menjaga jarak setiap hampir tenggelam dalam cerita ini.
Kisah ini tentang sepasang suami-istri tua yang henda mengunjungi anak-anak mereka di kota. Sang suami yang terbiasa berjalan cepat menaiki kereta. Setelah melewati beberapa stasiun, barulah ia menyadari istrinya tertinggal. Perempuan itu hilang entah dimana.
Suami dan anak-anak perempuan ini berusaha mencari sepanjang tahun. Pencarian ini mengantarkan mereka pada banyak kenangan sekaligus titik buta yang kejam. Sebagai keluarga, mereka ternyata tidak mengenal sosok istri dan ibu yang hilang.
Perempuan itu, apakah mimpi-mimpinya? Sedang saat sakit saja mereka tak pernah benar-benar bisa mengetahuinya.
3. Membina Angkatan Mujahid.
Ini buku lama tulisan Said Hawaa, terbitan Era Intermedia di tahun 2000. Aku meminjamnya dari seorang kawan senior yang aktif di dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Buku ini merupakan analisis Said Hawwa terhadap gerakan dakwah Hasan Al Banna yang ditulis dalam Risalah Ta'lim. Kenapa perlu dianalisi segala? Risalah Ta'lim sendiri memang butuh penjelasan bagi awam sepertiku. Ia ditulis apa adanya tanpa dijelaskan latar belakang situasi atau kondisi Hasan Al Banna sebagai penulisnya.
Aku mencoba memahami dari buku ini alasan sebagian teman-teman aktivis dakwah islam seperti PKS memilih berdakwah melalui parlemen. Pada bagian tingkatan amal di buku ini, ada penjelasan tujuh tujuan yang hendak dicapai. Baik secara personal, keluarga, masyarakat, pemerintah sampai kepemimpinan global.
Salah satu poin yang kudapat dari buku ini, kolaborasi dalam pemerintahan tidaklah dilarang. Masuk ke pemerintahan dan bekerja sama dalam kebaikan bukan hal tabu. Ini bagian dari cara dakwah mereka. Kader PKS, bolehlah lain waktu menjelaskan lebih detail padaku.
Nah, ini 3 buku yang menemaniku di tahun 2020. Bagaimana denganmu? Apa buku favoritmu tahun ini?