Mohon tunggu...
Yosi Prastiwi
Yosi Prastiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Gudeg, Cara Asyik Makan Ayam dan Telur Sekaligus

29 Desember 2020   09:55 Diperbarui: 30 Desember 2020   00:50 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepiring nasi gudeg dengan ayam suwir, areh dan sambal krecek cocok dinikmati dengan teh panas. (Gambar dari Shutterstock/Ariyani Tedjo via Kompas.com)

Alih-alih mengedukasi anak-anak soal manfaat makan ayam dan kandungan gizinya, saya lebih sering mengumandangkan aturan pembatasan konsumsi ayam harian di rumah.

Pasalnya olahan ayam jenis apapun- selama tidak pedas- selalu diterima dengan baik oleh lidah dan perut anak-anak. Tapi tidak demikian dengan kami orangtuanya.

Wisata kuliner Jogja mengalami perkembangan sepuluh tahun terakhir. Amat berbeda jika dibandingkan awal tahun 2000an semasa saya kuliah. Bagi mahasiswa proleter macam saya, kuliner Jogja terdiri dari angkringan, burjo, dan penyetan. Ini belum termasuk warung nasi bungkus ramesan yang jumlahnya sepadan dengan jumlah kos-kosan.

Kala itu, saya makan hanya untuk bertahan hidup. Puasa Senin-Kamis adalah wujud penghematan hakiki dan perjalanan menuju keshalihan pribadi. Nongkrong di tempat makan bukan tindakan bijak bagi generasi saya.

Selain perkara kantong, mahasiswa baru mana berani nongkrong di luar. Sekadar warung makan sekalipun. Serba malu kalau ketemu anak laki-laki. Opsi paling sering adalah beli makanan-bungkus-bawa pulang-makan di kos. 

Satu-satunya tempat makan yang bisa saya tunggui lama-lama adalah angkringan Ponorogo. Mereka menjual pecel di samping masjid Al Falah di gang guru. Itupun sebab mereka menyediakan televisi maka kami nongkrong. Alangkah jadulnya.

Diantara kenangan kuliner selama kuliah di Jogja, gudeg menjadi salah satu makanan istimewa bagi mahasiswa. Meski demikian, mahasiswa luar Jogja perlu beradaptasi dengan rasa gudeg yang didominasi manis. Sampai-sampai teman saya dari luar Jawa menyebut gudeg sebagai kolak. How come?

Hari ini mungkin tren kuliner para mahasiswanya bergeser. Kafe, kopi, dan space working menjadi kebutuhan mereka eksis, belajar, dan bekerja. Tapi, Anda musti percaya mantra ini: tren kuliner boleh berganti tapi, gudeg tetap menjadi salah satu makanan wajib bagi mahasiswa. Minimal sekali mencobanya seumur hidup.

Gudeg amat mudah ditemui di Jogja. Hampir di tiap sudut jalan ada penjual gudeg. Beberapa bahkan melegenda sebagai tujuan wisata kuliner khas kota ini. Belum ke Jogja kalau Anda tidak menyempatkan mencicipi gudeg.

Gudeg merujuk pada sayur nangka muda yang dimasak lama sampai lunak dan berwarna kecoklatan. Warna coklat ini berasal pewarna makanan alami berupa dari daun jati sehingga menimbulkan aroma khas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun