​
Hujan Pandemi di Bulan DesemberÂ
(I)
Pada hari hari singkat
yang berat dan masih hujan
aku memintamu menulis wasiat
sebab usia
hari-hari ini makin rahasia.
Desember hari ini
kita masih bertahan dalam abu-abu
yang kelu.
Keluarga tangguh impian
kita simpanÂ
di saku terdalam
Aku berharap kita masih hidup
dua tiga bulan nanti
hingga seterusnya
Tidak perlu ada kematian warga lagi
Tidak perlu ada pengorbanan juru obat
dan keluarganya yang malang
***
(II)
Ini hari-hari singkat
yang berat lagi hujan.
Kau menggelengkan kepala.
Ide berwasiat tentu menyebalkan.
"Kita tidak tahu mahkota itu sudah bersarang
di tubuh kita atau tidak, Abang."
Tiap demam, kita saling curiga dan menguatkan.
"Bayarlah hutangku nanti kalau mati,"
pesanmu mengerikan.
Aku menggeleng kepalaÂ
Aku tidak mengijinkanmu mati
Kau harus pastikan dulu
kita masuk ke surganya Allah,
baru kau boleh mati.
Bukankah kau sudah berjanji
menjauhkan kami dari api neraka?
sungutku kesal.
Kau tertawa entah karena apa
Aku diam-diam dilanda cemas
yang menganga.
Aku ingin melarangmu keluar pagar
Mari berhemat saja sampai tahun depan
Seperti kata orang-orang
Tapi tak semua pekerjaan
leluasa dikerjakan dari rumah
Tetap bekerja keluar adalah pilihan logis
paling menakutkan
Juga memberatkan juru rawat
***
(III)
Ah, ini hari-hari singkat
lagi berat
andai tidak ada hikmah
di dada setiap muslim
Lalu,
kau lupa soal rencana
menulis surat wasiat
Kecuali barangkali satu dua pesanku,
"Bang, segeralah menikah jika aku mati duluan.Â
Carilah perempuan yang mau mengurusmuÂ
dan empat anakmu."
Aku khawatir benar,Â
kau tak pandai mengurus diri
Kau tertawa lagi,
entah karena apa
Aku diam-diam berdoa
soal kita
Panjang umur di dunia
bertemu lagi di surga
Masa bodoh kau nanti bosan.
***