Pada saat itu dengan umur yang masih muda ia kehilangan kehormatannya, direndahkan, dan dihancurkan masa depannya. Ia sempat ingin mengakhiri hidupnya tetapi dengan nasihat sang Ayah hal tersebut tidak dilakukannya. Hingga akhirnya ia menjalani hidup dengan tabah dan mencoba menahan penderitaan hidup sekuat tenaga. Ia tidak hanya mengalami kekerasan seksual saja, tetapi juga fisik seperti yang dilakukan oleh Cikada (pengelola Ian-Jo di Tilawang) dengan memukuli dan menendangnya berkali-kali.Â
Penyiksaan yang berupa tamparan, pukulan dan tendangan telah dilakukan oleh tentara Jepang saat keadaan mereka mabuk. Bahkan tidak hanya itu saja, mereka bisa lebih memperlakukan para wanita Jugun Ianfu layaknya binatang. Dampak dari perilaku tentara Jepang yang begitu kejam, membuat para Jugun Ianfu mengalami cacat fisik dan psikis trauma hubungan seks.Â
Hingga para wanita Jugun Ianfu hanya bisa pasrah menjalani penderitaan hidup. Bahkan mereka tidak mempunyai kesempatan untuk kabur, dikarenakan jarak perjalanan pulang yang cukup jauh, tidak tau arah karena keterbatasan dalam pengetahuan, dan tidak mempunyai uang untuk berpergian. Begitu menderitanya para wanita zaman dahulu yang selalu direndahkan harkat dan martabatnya. Padahal wanita begitu mulia, tetapi justru dijadikan seorang budak seks.Â
Kita para wanita yang hidup zaman modern harus pintar-pintar menjaga kehormatannya dan bersyukur dengan adanya emansipasi wanita. Itulah kisah pilu wanita Jugun Ianfu yang menjalani hidup dengan berbagai penderitaan baik fisik atau psikis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H