Masa penjajahan Jepang di Indonesia telah banyak meninggalkan kepedihan yang mendalam hingga kini. Penjajahan yang dilakukan selama tiga setengah tahun lamanya, begitu menyengsarakan rakyat Indonesia.
Semua rakyat bahkan negara Indonesia pun sangatlah dirugikan dengan penjajahan Jepang. Jepang telah banyak menetapkan berbagai kebijakannya, tidak hanya untuk mengerahkan potensial lelaki saja tetapi wanita juga turut berperan.
Pemerintah Jepang mengerahkan potensi perempuan tidak hanya dalam kepentingan formal saja layaknya Fujinkai, tetapi untuk kepentingan lainnya seperti memenuhi kebutuhan biologis. Banyak perempuan Indonesia yang menjadi korban kebijakan Jepang , salah satunya yaitu Jugun Ianfu.
Istilah jugun ianfu kalau diartikan secara harafiah menjadi ju=ikut, gun berarti militer/ balatentara, sedangkan ian= penghibur, dan fu= perempuan, dengan demikian arti keseluruhannya “perempuan penghibur yang ikut militer”.
Sehingga Jugun Ianfu adalah perempuan yang diculik secara paksa dan dijadikan budak seks tentara militer Jepang yang ditempatkan di barak-barak militer atau bangunan yang dibangun di sekitar markas militer Jepang selama perang Asia Pasifik.
Jadi peran wanita di sini menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan juga di negara-negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu tahun 1942-1945.
Pada saat itu melalui kebijakan ini, Jepang telah merekrut para wanita dari desa secara paksa dengan berbagai kekerasan atau ancaman. Tidak hanya itu saja Jepang juga memberi iming-iming seperti akan dipekerjakan sebagai guru atau perawat, tetapi ternyata mereka dijadikan wanita penghibur bagi tentara Jepang.
Para wanita itu terpaksa melakukan pekerjaan yang tidak senonoh tersebut karena posisi mereka yang lemah, namun membutuhkan pekerjaan untuk menyambung hidup mereka dan keluarga. Dan kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, bahkan tidak berpendidikan dan buta huruf. Sehingga mereka terjebak dalam kebodohan dan kemiskinan yang membuat mereka percaya begitu saja kepada tawaran kerja yang diberikan Jepang. Perekrutan wanita Jugun Ianfu ini dibantu oleh beberapa pejabat daerah seperti Tonarigumi (Rukun Tetangga), lurah dan camat.
Para pejabat ini menawarkan dan memaksa para perempuan baik gadis, atau yang sudah bersuami dan mempunyai anak bersedia mengikuti kebijakan ini. Jepang telah mendirikan tempat khusus untuk Jugun Ianfu di setiap wilayah komando militer dengan tujuan mencegah terjadinya pemerkosaan tentara Jepang terhadap penduduk lokal, menjaga moral tentara Jepang, serta mencegah penyakit kelamin yang akan melemahkan kekuatan militernya.
Para wanita Jugun Ianfu dimasukkan ke rumah-rumah bordil Jepang (Ian-Jo). Setiap wanita di Ian-Jo mendapat kamar dengan nomor masing-masing, dan namanya diganti dengan nama Jepang pada pintu kamar (Marwati Djoened, 2008: 68-69).
Salah satu contoh wanita mantan Jugun Ianfu ialah Mardiyem dari Yogyakarta. Ia telah mengalami hubungan seks secara paksa, dimana usianya baru 13 tahun.