Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Thiago Motta, Repetisi Sarri dan Pirlo di Juventus?

17 Januari 2025   11:43 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:43 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thiago Motta, pelatih Juventus (Goal.com)

Pada musim 2024-2025, Juventus tampil dengan warna baru, seiring kedatangan Thiago Motta di kursi pelatih. Sebelumnya, eks pemain Timnas Italia itu mampu membawa tim gurem Bologna lolos ke Liga Champions, untuk pertama kalinya di era modern. 

Dengan capaian seperti itu, wajar kalau Juventus dan Juventini banyak berharap, pelatih kelahiran Brasil ini bisa membawa pembaruan. Seperti diketahui, manajemen Tim Zebra mendatangkan eks pemain Inter Milan itu, menyusul kemandekan tim di periode kedua Massimiliano Allegri.

Meski pernah sukses besar pada periode pertama, periode kedua eks pelatih AC Milan itu di Turin terbilang kurang memuaskan. Selain tidak maksimal secara prestasi dan performa, gaya taktiknya dianggap terlalu pragmatis bin monoton. 

Maka, ketika ada pelatih dengan ide taktik segar seperti Motta, pembaruan menjadi satu ide utama. Kebetulan, ide taktik eks pemain Barcelona ini terbilang modern, karena memadukan pertahanan yang disiplin dengan kombinasi serangan yang cair, lengkap dengan proses membangun serangan dari bawah. 

Masalahnya, seiring berjalannya waktu, harapan ini tampak jauh panggang dari api. Meski baru sekali kalah di babak penyisihan Liga Champions, dan belum pernah kalah di Serie A, kesan solid ini terlihat meragukan, karena ada juga inkonsistensi di sana. 

Ada saatnya Dusan Vlahovic dkk tampil memukau, seperti saat mengalahkan Manchester City di Liga Champions, dan ada saatnya mereka kecolongan. Celakanya, dalam hal kecolongan, masalah ini terlihat langsung dari performa tim di Serie A.

Hingga pekan ke 20, Bianconeri memang belum pernah kalah di Serie A. Tapi, rekor impresif ini diwarnai 13 hasil imbang. Apa boleh buat, mereka jadi agak tertinggal dalam pacuan Scudetto.

Memang, pertahanan Si Nyonya Tua cukup solid. Jumlah kebobolan mereka (17) sama dengan Inter Milan,  dan hanya kalah dari Napoli (12) yang duduk di puncak klasemen sementara Liga Italia. 

Uniknya, dalam hal mencetak gol, tim asuhan Thiago Motta menyamai catatan Napoli (32 gol). Bedanya, sang Capolista masih jauh lebih efektif, karena meraih 15 kemenangan dari 20 pertandingan. Catatan gol kedua tim menjadi yang terendah di antara tim lima besar Serie A.

Dengan ide taktik yang dibawa Motta, plus perombakan tim, dengan antara lain menjual Federico Chiesa ke Liverpool di musim panas 2024, hasil yang sejauh ini didapat, justru menampilkan kebuntuan taktik.

Kebuntuan ini terlihat, dari 13 hasil imbang di 20 pertandingan, dengan tim sering dibuat kesulitan, saat lawan bermain defensif. Di sisi lain, Juve juga masih beradaptasi dengan formasi 4 bek ala Motta, setelah sebelumnya cukup akrab dengan formasi tiga bek tengah selama bertahun-tahun. 

Di sisi lain masalah performa Juventus di musim 2024-2025, khususnya di liga domestik, menunjukkan, ide taktik modern dan sepak bola menyerang tampak masih belum cocok dengan budaya khas "calcio" yang menekankan permainan disiplin saat bertahan, tapi efektif dalam meraih hasil akhir.

Andrea Pirlo dan Maurizio Sarri (Skysports.com)
Andrea Pirlo dan Maurizio Sarri (Skysports.com)

Sebelum Motta datang, ide serupa juga pernah dicoba rival sekota Torino, saat dilatih Maurizio Sarri dan Andrea Pirlo, antara tahun 2019-2021. Meski menghasilkan satu Scudetto dan satu trofi Coppa Italia, gaya taktik modern yang dihadirkan kedua pelatih ini terbilang gagal, karena dukungan yang diberikan manajemen klub tidak maksimal.

Uniknya, kedua pelatih ini datang setelah periode pertama Massimiliano Allegri tuntas, sebelum akhirnya digantikan lagi oleh Massimiliano Allegri.

Jika manajemen Juventus bisa cukup bersabar, dan klub bisa meraih prestasi bersama Motta, berarti, ada harapan gaya main cantik dan prestasi bisa seiring sejalan di Allianz Stadium. Jika ternyata (kembali) gagal, berarti mereka memang harus memilih salah satu: antara bermain cantik tapi kering prestasi, atau panen prestasi tapi kering kreativitas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun