Setelah menang 5-3 (1-1) atas Arsenal di ajang Piala FA, akhir pekan lalu, optimisme menjadi satu warna yang muncul di Manchester United. Maklum, ada tren positif yang muncul, khususnya sejak ditangani Ruben Amorim, bulan November 2024 silam.
Meski masih tertahan di papan tengah Liga Inggris, Setan Merah terlihat berbeda setiap kali bertemu tim "Big Six". Diluar kekalahan 3-4 dari Tottenham Hotspur di Carabao Cup, kemenangan 2-1 di Derby Manchester, ditambah hasil imbang 2-2 melawan Liverpool melengkapi progres mereka bersama Amorim.
Jelas, ada sedikit harapan di sini, tapi harapan itu ternyata berjalan beriringan dengan ancaman krisis keuangan. Seperti diketahui, sejak kedatangan Sir Jim Ratcliffe, klub kesayangan Manchunian itu mulai melakukan langkah penghematan.
Dimulai dengan pemberhentian sejumlah pegawai klub dan membebastugaskan Sir Alex Ferguson dari peran duta klub, situasi tampak semakin rumit, karena klub harus bersiap melepas pemain demi menjaga keseimbangan neraca keuangan.
Pada bursa transfer musim dingin 2025, bintang muda seperti Kobie Mainoo dan Alejandro Garnacho masuk radar transfer klub besar Eropa. Mainoo dibidik Bayern Munich dan Chelsea, sementara Garnacho dibidik Napoli sebagai pengganti Khvicha Kvaratskhelia, yang merapat ke PSG.
Selain dua pemain jebolan akademi itu, Diogo Dalot juga masuk radar transfer Real Madrid, yang memang sedang mencari bek sayap baru. Jika ketiganya bisa dijual dalam satu periode, United bisa mendapatkan dana lebih dari 100 juta pounds, yang bisa menyelamatkan klub dari sanksi pelanggan aturan finansial Liga Inggris, sekaligus memberi dana transfer.
Jika tak terjadi di bulan Januari, kepergian bek asal Portugal itu bisa terjadi di musim panas 2025. Kebetulan, pada periode yang sama, Diego Leon, bek sayap asal Paraguay, akan bergabung dari Cerro Porteno, tepat saat usianya sudah genap 18 tahun.
Satu langkah lain yang coba diupayakan (dan masih dalam proses) adalah transfer peminjaman Marcus Rashford ke AC Milan. Â Selain karena performa sang pemain yang turun, gajinya yang mencapai 325 ribu pounds per pekan menjadi beban tersendiri.
Nama lain yang juga berpeluang pergi adalah Antony. Pemain Brasil bergaji 200 ribu pounds per pekan ini bahkan dissbut sudah masuk daftar jual klub, segera setelah Erik Ten Hag didepak.
Untuk ukuran klub yang biasanya royal di bursa transfer, situasi ini jelas sebuah krisis. Klub yang dulunya lebih sering "jual rugi" pemain "dipaksa" untuk mencari keuntungan lewat transfer pemain.
Meski terlihat mengenaskan, situasi ini menjadi wajar, karena sejak ditinggal pensiun Sir Alex Ferguson tahun 2013, Manchester United akrab dengan masalah mismanajemen, dan tak jarang menghadirkan transfer flop.
Dari segi infrastruktur, mismanajemen dan masalah keuangan juga membuat
rival sekota Manchester City ini belum bisa berbuat banyak, ketika tribun Stadion Old Trafford rawan kebanjiran saat hujan, dan fasilitas latihan klub sempat dianggap usang Cristiano Ronaldo, dalam wawancara kontroversial, yang membuat bintang Portugal itu didepak.
Mereka masih terlalu percaya diri dengan popularitas global klub, dan berani royal berbelanja pemain, disaat pemasukan cenderung berkurang akibat prestasi menurun, ditambah efek gangguan di masa pandemi.
Sampai era Erik Ten Hag, MU memang masih bisa belanja jor-joran sampai ratusan juta pounds, tapi itu membuat Ruben Amorim terlihat seperti "turunan kedelapan" dari sebuah klub yang sempat punya situasi layaknya "kaya tujuh turunan" dalam sedekade terakhir.
Apa boleh buat, selain harus bersiap dengan kemungkinan melepas pemain bintang klub, Amorim tampaknya harus bersiap melupakan target transfer idealnya. Apalagi, kalau The Red Devils kembali absen di Liga Champions musim depan.
Praktis, kalaupun bisa memboyong eks anak asuhnya di Sporting Lisbon, jumlahnya mungkin tak akan sebanyak saat Erik Ten Hag membawa gerbong eks pemain asuhannya di Ajax Amsterdam.
Dengan situasi seperti ini, United jelas membutuhkan waktu lebih lama, untuk kembali konsisten di papan atas. Ada banyak masalah yang harus diatasi, untuk bisa ke sana.
Tapi, jika kesabaran manajemen klub dan suporter masih setipis tisu dibagi lima, rasanya MU tidak akan kemana-mana. Mereka malah akan semakin mundur perlahan, dengan kondisi makin parah dari waktu ke waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H