Meski terlihat mengenaskan, situasi ini menjadi wajar, karena sejak ditinggal pensiun Sir Alex Ferguson tahun 2013, Manchester United akrab dengan masalah mismanajemen, dan tak jarang menghadirkan transfer flop.
Dari segi infrastruktur, mismanajemen dan masalah keuangan juga membuat
rival sekota Manchester City ini belum bisa berbuat banyak, ketika tribun Stadion Old Trafford rawan kebanjiran saat hujan, dan fasilitas latihan klub sempat dianggap usang Cristiano Ronaldo, dalam wawancara kontroversial, yang membuat bintang Portugal itu didepak.
Mereka masih terlalu percaya diri dengan popularitas global klub, dan berani royal berbelanja pemain, disaat pemasukan cenderung berkurang akibat prestasi menurun, ditambah efek gangguan di masa pandemi.
Sampai era Erik Ten Hag, MU memang masih bisa belanja jor-joran sampai ratusan juta pounds, tapi itu membuat Ruben Amorim terlihat seperti "turunan kedelapan" dari sebuah klub yang sempat punya situasi layaknya "kaya tujuh turunan" dalam sedekade terakhir.
Apa boleh buat, selain harus bersiap dengan kemungkinan melepas pemain bintang klub, Amorim tampaknya harus bersiap melupakan target transfer idealnya. Apalagi, kalau The Red Devils kembali absen di Liga Champions musim depan.
Praktis, kalaupun bisa memboyong eks anak asuhnya di Sporting Lisbon, jumlahnya mungkin tak akan sebanyak saat Erik Ten Hag membawa gerbong eks pemain asuhannya di Ajax Amsterdam.
Dengan situasi seperti ini, United jelas membutuhkan waktu lebih lama, untuk kembali konsisten di papan atas. Ada banyak masalah yang harus diatasi, untuk bisa ke sana.
Tapi, jika kesabaran manajemen klub dan suporter masih setipis tisu dibagi lima, rasanya MU tidak akan kemana-mana. Mereka malah akan semakin mundur perlahan, dengan kondisi makin parah dari waktu ke waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H