Saat melawan Filipina, tim yang seharusnya cukup mengamankan hasil imbang malah kalah 0-1. Padahal, di partai lain, Vietnam sudah "membantu" dengan kemenangan 5-0 atas Myanmar.
Secara kualitas, tim yang bertanding di Piala AFF 2024 juga berbeda jauh dengan tim yang main di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Marselino Ferdinan terbukti masih inkonsisten, sementara strategi serangan tim terlalu banyak bergantung pada umpan silang, khususnya lemparan jauh Pratama Arhan.
Satu-satunya hal positif yang muncul di turnamen ini hanyalah lini belakang yang mampu menjadi kreator serangan dan mencetak gol.
Dari empat gol yang tercipta, semuanya dicetak pemain belakang, yakni Asnawi Mangkualam, Kadek Arel dan Muhammad Ferrari (2 gol). Semua gol ini bahkan berawal dari bola silang, dengan 3 diantaranya berawal dari lemparan jauh Pratama Arhan.
Di satu sisi, ini menjadi solusi yang cukup mampu menutup tumpulnya kreasi lini tengah dan daya gedor lini depan. Masalahnya, ketika lini belakang dibuat sibuk, seperti saat kalah 0-1 melawan Vietnam, atau tampil ceroboh, tim langsung mati kutu.
Di laga melawan Filipina, lini belakang yang agak ceroboh menjadi sasaran empuk lawan. Muhammad Ferrari mendapat kartu merah langsung, setelah kedapatan sengaja menyikut wajah pemain lawan akibat terprovokasi. Donny Tri Pamungkas juga kedapatan handball di kotak penalti, saat berupaya menahan serangan Filipina.
Sebelumnya, di laga melawan Laos, ada Kakang Rudianto yang tampil tidak maksimal. Akibatnya, pemain nomor punggung 5 ini hanya tampil di babak pertama.
Dengan kekacauan separah itu, wajar kalau Tim Merah Putih akhirnya masuk kotak di fase grup Piala AFF 2024. Satu-satunya kemenangan, yakni saat menang 1-0 di Myanmar juga termasuk beruntung, karena tim lawan kurang klinis di penyelesaian akhir.
Satu-satunya hal positif dari kegagalan ini adalah, tidak adanya ekspektasi tinggi suporter seperti dulu. PSSI juga tidak memasang target juara di sini.
Seharusnya, ini bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan evaluasi lebih jauh, karena kualitas Liga Indonesia terbukti masih tertinggal cukup jauh, bahkan di Asia Tenggara.
Itulah kenapa PSSI belakangan rajin mendatangkan pemain diaspora Indonesia di luar negeri, dan mereka terbukti cukup mampu mengangkat kualitas Timnas Indonesia senior. Tapi, apakah Timnas Indonesia juga butuh banyak pemain diaspora di level junior?