Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Piala ASEAN 2024, Eksperimen Gagal Total Tim Garuda

22 Desember 2024   06:44 Diperbarui: 22 Desember 2024   21:18 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Ferrari mendapat kartu merah dalam laga melawan Filipina di matchday akhir grup B (Foto Kompas.com/Suci Rahayu). 

Gagal total. Begitulah kesimpulan kiprah Timnas Indonesia di Piala AFF 2024. Tim yang bermaterikan pemain muda, sebagian besar dari klub Liga 1, tersingkir di fase grup, setelah takluk 0-1 dari Filipina, Sabtu (21/12).

Kekalahan di laga terakhir ini menjadi episode suram tim asuhan Shin Tae-yong di turnamen level Asia Tenggara. Terlepas dari materi pemain yang ada, tim ini memang belum cukup siap untuk bersaing, apalagi dibebani target prestasi.

Pada Piala ASEAN 2024, Asnawi Mangkualam dkk menampilkan juga sekuel kekacauan yang begitu lengkap. Lini depan melempem, lini tengah pun kedodoran.

Di atas lapangan, sikap para pemain juga terlihat mengkhawatirkan. Mereka kerap membuat kesalahan sendiri, dan "terbawa arus" oleh gaya main lawan. Sudah begitu, kelemahan ini berhasil dimanfaatkan lawan dengan sukses.

Kesalahan sendiri ini jugalah, yang menghukum tim berkali-kali. Kebobolan tiga gol dari serangan balik cepat saat bermain imbang 3-3 melawan Laos, dan kebobolan gol tendangan penalti, akibat kedapatan handball saat melawan Filipina, bahkan terjadi di partai kandang.

Soal alur permainan, Garuda Muda juga masih rentan terbawa arus. Padahal, tim-tim yang bertanding di Piala ASEAN, khususnya di grup B, cenderung bermain kasar.

Apa boleh buat, titik lemah ini jadi sasaran empuk, karena para pemain malah ikut-ikutan bermain kasar. Catatan satu kartu merah saat melawan Laos dan Filipina, bahkan berasal dari pelanggaran tak perlu Marselino Ferdinan dan Muhammad Ferrari.

Dengan kerentanan segawat itu dalam hal mendasar, tidak mengejutkan juga kalau Timnas Indonesia juga belum bisa mengkalkulasi keadaan secara normal.

Di aspek mendasar seperti alur permainan saja masih gagap, jadi wajar kalau tim juga kacau di aspek lanjut seperti kalkulasi keadaan.

Laga melawan Laos, yang seharusnya bisa dimenangkan malah berakhir imbang 3-3.

Saat melawan Filipina, tim yang seharusnya cukup mengamankan hasil imbang malah kalah 0-1. Padahal, di partai lain, Vietnam sudah "membantu" dengan kemenangan 5-0 atas Myanmar.

Secara kualitas, tim yang bertanding di Piala AFF 2024 juga berbeda jauh dengan tim yang main di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Marselino Ferdinan terbukti masih inkonsisten, sementara strategi serangan tim terlalu banyak bergantung pada umpan silang, khususnya lemparan jauh Pratama Arhan.

Satu-satunya hal positif yang muncul di turnamen ini hanyalah lini belakang yang mampu menjadi kreator serangan dan mencetak gol.

Dari empat gol yang tercipta, semuanya dicetak pemain belakang, yakni Asnawi Mangkualam, Kadek Arel dan Muhammad Ferrari (2 gol). Semua gol ini bahkan berawal dari bola silang, dengan 3 diantaranya berawal dari lemparan jauh Pratama Arhan.

Di satu sisi, ini menjadi solusi yang cukup mampu menutup tumpulnya kreasi lini tengah dan daya gedor lini depan. Masalahnya, ketika lini belakang dibuat sibuk, seperti saat kalah 0-1 melawan Vietnam, atau tampil ceroboh, tim langsung mati kutu.

Di laga melawan Filipina, lini belakang yang agak ceroboh menjadi sasaran empuk lawan. Muhammad Ferrari mendapat kartu merah langsung, setelah kedapatan sengaja menyikut wajah pemain lawan akibat terprovokasi. Donny Tri Pamungkas juga kedapatan handball di kotak penalti, saat berupaya menahan serangan Filipina.

Sebelumnya, di laga melawan Laos, ada Kakang Rudianto yang tampil tidak maksimal. Akibatnya, pemain nomor punggung 5 ini hanya tampil di babak pertama.

Dengan kekacauan separah itu, wajar kalau Tim Merah Putih akhirnya masuk kotak di fase grup Piala AFF 2024. Satu-satunya kemenangan, yakni saat menang 1-0 di Myanmar juga termasuk beruntung, karena tim lawan kurang klinis di penyelesaian akhir.

Satu-satunya hal positif dari kegagalan ini adalah, tidak adanya ekspektasi tinggi suporter seperti dulu. PSSI juga tidak memasang target juara di sini.

Seharusnya, ini bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan evaluasi lebih jauh, karena kualitas Liga Indonesia terbukti masih tertinggal cukup jauh, bahkan di Asia Tenggara.

Itulah kenapa PSSI belakangan rajin mendatangkan pemain diaspora Indonesia di luar negeri, dan mereka terbukti cukup mampu mengangkat kualitas Timnas Indonesia senior. Tapi, apakah Timnas Indonesia juga butuh banyak pemain diaspora di level junior?

Sayangnya, performa jeblok tim di Piala ASEAN 2024 seolah menjawab "iya" untuk itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun