"Berhentilah, atau aku akan menghentikanmu."
Itulah peringatan keras yang diberikan tubuh ini, ketika serangan burnout mencapai tahap berikutnya. Tanpa basa-basi, mimisan terjadi dalam rentang satu-dua hari.Â
Dia benar. Diri ini kadang terlalu nnai. Masih  memberi perhatian, saat seharusnya sudah berhenti, bahkan masih mendengar saat seharusnya gantian didengar.
Tapi, tidak ada yang bisa diharapkan, dari orang yang selalu ingin didengar dan memegang kendali. Atas nama rasa sakit, mereka terlanjur  biasa melihat kata "tidak" sebagai satu kejahatan.
Ketika ada celah berinteraksi di dunia maya, apalagi secara langsung, mereka biasa meluapkan semua "overthinking" di kepala, untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Ini membuat orang lain terlihat bodoh.
Sekalipun sudah kenal lama dan bisa mengikuti alur berpikirnya, ini sangat melelahkan. Sebesar apapun energimu, setulus apapun niatmu, mereka akan semakin menguras semuanya. Kalau bisa, mereka juga akan coba mendikte dalam segala hal.Â
Setiap mereka bersikap keterlaluan, hanya inilah yang bisa mereka katakan.Â
"Tolong maklumi kami, karena kami masih belajar memperbaiki."
Inilah wajah termanis yang bisa mereka pasang. Tapi tidak pernah ada perbaikan. Semuanya sama lagi, terus seperti itu, entah sampai kapan.Â
Tubuh renta ini akhirnya bertemu dengan jiwa yang kelelahan, dikuras habis ego tanpa batas dari mereka yang tak kenal timbal balik. Tak ada lagi tenaga untuk marah, ketika tubuh ini dipaksa harus jeda sebelum tumbang dengan lebih parah.