Setelah dibabat Jepang 0-4 pada Jumat (15/11) lalu, Timnas Indonesia secara luar biasa langsung "move on" dengan menekuk Arab Saudi 2-0 di laga keenam Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, Selasa (19/11). Dengan kemenangan ini, Indonesia menjaga nafas untuk tetap bersaing.
Kebanyakan orang mungkin akan langsung  menyorot Marselino Ferdinan, karena dua gol yang dicetaknya, plus selebrasi epik sang pemain di pinggir lapangan. Tapi, ada satu hal menarik yang juga muncul, dalam kemenangan pertama Tim Garuda atas Arab Saudi, yakni dari cara mereka bermain secara kolektif.
Secara permainan dan catatan statistik, Arab Saudi sebenarnya bermain dominan. Catatan 80% penguasaan bola dan total 22 tembakan, mampu memaksa lini belakang Timnas Indonesia bekerja keras sepanjang pertandingan.
Beruntung, gelombang serangan ini membentur lini belakang solid, yang digalang Jay Idzes dkk. Alhasil, hanya 2 tembakan saja yang tepat sasaran. Itupun mampu diamankan Maarten Paes yang tampil tenang di bawah mistar.
Secara taktis, tim asuhan Herve Renard ini coba memanfaatkan keunggulan postur pemain, dengan berkali-kali mengirim umpan silang. Ketika bola silang tidak efektif, percobaan lewat tendangan jarak jauh pun beberapa kali dilakukan, meski hasilnya nihil juga.Â
Sepintas, dominasi ini membuat gol hanya soal waktu saja. Masalahnya, kendali dan keunggulan statistik ini justru membuat mereka lengah.Â
Lini belakang yang digalang Ali Al Bulayhi (Al Hilal) kerap kedodoran saat ditekan. Dari situlah, Timnas Indonesia dapat leluasa bergerilya lewat serangan balik cepat. Hasilnya, sepasang gol Marselino Ferdinan pun tercipta di kedua babak.
Dengan mencetak satu gol di masing-masing babak, Tim Garuda sukses memegang kendali situasi. Situasi ini otomatis merusak rencana taktik Arab Saudi, yang sejak awal berusaha mencetak gol, untuk mengontrol situasi, dan bermain dengan nyaman.
Tentu saja, ini menjadi satu kemajuan besar lainnya buat tim asuhan Shin Tae-yong, karena mampu bermain lebih efektif saat menyerang, dan disiplin saat harus bertahan. Mereka juga mampu menjaga fokus di "injury time" kedua babak, bahkan saat wasit Rustam Lutfullin memberi "tambahan waktu" ekstra di injury time babak kedua.
Sepintas, keputusan wasit asal Uzbekistan ini terlihat aneh. Meski begitu, secara situasi, keputusan sang wasit masih cukup adil, karena pada prosesnya, menit-menit awal injury time babak kedua memang sempat "diinterupsi" insiden kartu merah Justin Hubner, dan pergantian pemain di Timnas Indonesia, setelah insiden itu.Â
Faktor-faktor seperti ini biasanya menghasilkan tambahan waktu kurang lebih 2-3 menit, tergantung seberapa parah insidennya. Jadi, tidak ada kontroversi.Â
Meski secara permainan sangat pragmatis, strategi "catenaccio" ala Timnas Indonesia menunjukkan, mereka sudah belajar banyak dari pengalaman di laga melawan Bahrain. Kali ini, boleh dibilang tim sudah naik level dibanding sebelumnya.Â
Tak ada lagi aksi-aksi nakal khas tim Timur Tengah, karena situasi mampu dikontrol dengan baik. Ada juga keberanian untuk bermain lugas tanpa kompromi saat dibutuhkan.
Jika kematangan seperti ini (minimal) bisa dipertahankan, rasanya tiket lolos ke Piala Dunia 2026 bukan sebuah "bonus" yang mustahil dikejar. Minimal, Tim Merah Putih  bisa bersaing hingga tahap akhir kualifikasi, bukan sebatas jadi pelengkap.
Kemenangan atas Arab Saudi sendiri merupakan satu wujud "remontada" istimewa, karena mereka mampu mengatasi tekanan besar, dan merespon kekalahan 0-4 dari Jepang dengan kemenangan atas Arab Saudi, untuk pertama kalinya dalam laga resmi internasional level senior.Â
Meski begitu, insiden kartu merah Justin Hubner dan akumulasi kartu kuning untuk Ragnar Oratmangoen menjadi satu catatan. Masih ada titik rawan kena provokasi pemain lawan, terutama di menit-menit krusial.
Titik rawan ini perlu diwaspadai, karena masih ada laga tandang ke Australia dan Jepang di sisa babak kualifikasi. Jangan sampai, tim terlalu sering tak bisa tampil dengan kekuatan penuh, karena akumulasi kartu para pemain kunci.Â
Kemenangan atas Arab Saudi di Jakarta menjadi satu momen bersejarah secara statistik, karena menjadi yang pertama buat Indonesia, khususnya di pertandingan dalam kalender resmi FIFA. Jadi, wajar kalau ada luapan kegembiraan dan euforia setelah ini.
Inilah satu titik yang bisa jadi menentukan. Kalau bisa memotivasi, satu momen bersejarah bisa jadi titik awal menuju momentum bersejarah yang lebih besar. Tapi, kalau momen bersejarah ini malah membuat lupa diri, mungkin semua memang selesai sampai di sini saja.
Manakah yang akan kau pilih, Garuda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H