Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Amstirdam, Titik Mula Perjalanan Kopi Robusta di Indonesia

17 November 2024   19:48 Diperbarui: 17 November 2024   19:54 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kopi Robusta merupakan jenis kopi yang paling banyak tumbuh di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (2023) mencatat, pada tahun 2020, Robusta menjadi varietas kopi dengan persentase terbesar, yakni 80%.

Karena jumlahnya yang melimpah, kopi Robusta banyak digunakan sebagai bahan baku kopi kekinian atau kopi kemasan di Indonesia. Dalam keseharian, kopi Robusta juga menjadi jenis kopi yang paling banyak dikonsumsi.

Fenomena inilah yang turut membentuk persepsi "kopi itu punya rasa pahit yang pekat dan kandungan kafein yang kuat", juga "Kopi itu pahit, dan bikin melek." seperti karakter kopi Robusta.

Alhasil, tren konsumsi kopi di Indonesia cenderung berbanding terbalik dengan tren konsumsi kopi global. Dimana, van Noordwijk et.al (2021) mencatat kopi Arabika merupakan jenis kopi yang diproduksi dan dikonsumsi terbanyak secara global, dengan  persentase hampir 70%.

Uniknya, meski saat ini punya banyak wilayah produksi yang tersebar di seluruh Indonesia, budidaya kopi Robusta Nusantara ternyata berawal di satu wilayah bernama Amstirdam.

Benar, Anda tidak salah baca.
Nama wilayah ini bukan versi salah ketik dari kota Amsterdam di Belanda.

Amstirdam adalah sebuah akronim yang mengacu pada empat kecamatan di kabupaten Malang bagian selatan, yakni Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo dan Dampit, yang berada di kawasan lereng Gunung Semeru, Jawa Timur.

Baca juga: Kopi

Kopi Robusta di wilayah ini pertama kali datang pada tahun 1900 sebagai sampel penelitian. Pemerintah kolonial Belanda mendatangkan bibit kopi Robusta asal Kongo (Afrika) dari Brussels (Belgia) ke Malang, melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Ketika itu, Kongo masih menjadi wilayah koloni Belgia, sebelum akhirnya merdeka menjadi Republik Demokratik Kongo, pada tahun 1960.

Bibit kopi Robusta itu sendiri diharapkan dapat menjadi pengganti kopi Liberica yang didatangkan pada tahun 1876 dari Liberia, tapi nyaris ludes dihantam wabah karat daun pada tahun 1890.

Sebelumnya, nasib serupa juga pernah dialami kopi Arabika pada tahun 1876, setelah selama hampir dua abad sebelumnya menjadi jenis komoditas kopi tunggal di Nusantara.

Setelah melalui proses penelitian di kebun percobaan wilayah Bangelan (Malang), bibit kopi Robusta inj lalu dikirim ke pulau Sumatera, dengan Solok (Sumatra Barat) dan Jambi sebagai lokasi budidaya awal di luar pulau Jawa, sebelum akhirnya menyebar di seluruh Nusantara, dan menciptakan ciri khas masing-masing.

Kopi Robusta sendiri lalu ditetapkan pemerintah kolonial Belanda sebagai komoditas kopi andalan pengganti Liberica pada tahun 1907. Kopi Robusta dari Malang secara khusus sempat dikenal dengan sebutan "Amstirdam Java Coffee" di pasar global.

Selain karena tahan hama dan cocok ditanam di dataran rendah, kopi Robusta punya tingkat produktivitas lebih tinggi dari kopi Arabika. Dari sinilah kopi Robusta lalu berkembang menjadi komoditas kopi terbesar di Indonesia.

Uniknya, dalam hal jenama kopi, di era kekinian, kopi Amstirdam dikenal juga sebagai Kopi Dampit, mengacu pada lokasi pasar utama jual beli komoditas (termasuk kopi) setempat.

Pada masa lalu, nama kopi Amstirdam sempat populer, dan mencapai puncaknya di era 1950-1970an, sebelum akhirnya surut di era 1990-an dan belakangan hidup lagi berkat kehadiran kopi Dampit.

Dalam hal karakteristik rasa, kopi Amstirdam alias kopi Dampit mempunyai aroma legit dengan menghadirkan sensasi after taste berupa perpaduan rasa karamel dan coklat yang khas, dengan kadar asam lebih rendah dari kopi Arabika.

Karakter khas yang cenderung konsisten ini menjadikannya salah satu kopi Robusta populer dari Jawa Timur. Selain itu, nilai historis sebagai "titik mula" perjalanan kopi Robusta di Indonesia, menjadikannya semakin menarik untuk dicoba.

Di sisi lain, nama Amstirdam sendiri layak diangkat pemerintah dan pihak terkait sebagai ciri khas atau identitas utama kopi Dampit, karena pernah populer, bahkan sampai mancanegara. 

Jadi, selain menikmati rasa khas kopi Robusta, di sini kita juga bisa menghidupi semangat "jasmerah" (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) yang dulu pernah dipopulerkan Bung Karno, tentunya dalam perspektif kekinian.

Referensi:

-  BPS-Statistics Indonesia. (2023). Indonesian coffee statistics 2022. BPS-Statistics Indonesia
 
  - van Noordwijk, M., Martini, E., Gusli, S., Roshetko, J. M., Leimona, B., & Nguyen, M. P. (2021). Cocoa and coffee in Asia: contrasts and similarities in production and value addition. Minang PA, Duguma LA, van Noordwijk M, eds.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun