Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Roda Nasib Kopi Arabika di Indonesia

14 November 2024   20:34 Diperbarui: 14 November 2024   20:35 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak lama, budaya minum kopi sudah lekat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari melimpahnya ketersediaan kopi, yang wilayah budidayanya tersebar dari Aceh sampai Papua.

Marsilani & Sukartiko (2020) bahkan menyebut, Indonesia merupakan salah satu negara produsen kopi terbesar di dunia, bersama Vietnam, Brasil dan Kolombia

Dari beragam jenis kopi yang tumbuh di Indonesia, kopi Robusta memang menjadi yang paling banyak secara jumlah. Data dari Kementerian Pertanian (2019) mencatat, Robusta menjadi varietas kopi dengan persentase terbesar, yakni 68,95%, disusul Arabika dengan 27.98%.

Baca juga: Kopi

Karena itulah, kopi Robusta banyak digunakan sebagai bahan baku kopi kekinian atau kopi kemasan di Indonesia. Dalam keseharian, kopi Robusta juga menjadi jenis kopi yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia.

Meski begitu, ternyata pernah ada jenis kopi yang menjadi "pemain tunggal" di Nusantara. Rekam jejak sejarahnya bahkan terbilang begitu panjang, karena sudah terdokumentasi sejak lebih dari 1000 tahun silam. Kopi itu adalah kopi Arabika.

Ervine (1969) mencatat, kopi Arabika pertama kali tumbuh di bagian barat daya Ethiopia (Afrika) lalu berkembang di Yaman, antara abad ke 6 sampai 13. Pada tahun 1600-an, kopi Arabika sudah meninggalkan Yaman dan tumbuh subur di India.

Wahyudi dan Jati (2012) menyebut, kopi, dalam hal ini varietas Arabika, mulai dibudidayakan sejak tahun 1600 di Chikmaglur, area dataran tinggi di Mysore,  India Selatan, dan berkembang sampai wilayah Kananur, Malabar (sisi selatan pantai barat India. Saat ini mencakup wilayah Negara Bagian Kerala, Tamil Nadu dan Karnataka).

Kopi Arabika dari wilayah Kananur inilah, yang pertama kali didatangkan VOC ke Nusantara. pada tahun 1696, lewat bantuan Andrian van Ommen (Gubernur Jenderal Belanda di Malabar) atas prakarsa  Nicolaas Witsen, Gubernur Jenderal VOC

Berawal dari ambisi bisnis kompeni Belanda (VOC) untuk mengembangkan produksi kopi di Nusantara, Arabika menjadi varietas kopi yang datang pertama kali, dan menjadi satu-satunya yang tumbuh di Nusantara.

Awalnya, pulau Jawa, yang dinilai subur, dipilih sebagai lokasi awal budidaya kopi di Nusantara. Kelak, dari sinilah kopi Arabika lalu dibudidayakan ke berbagai wilayah di Indonesia, dan menjadi seperti yang kita ketahui sekarang.

Pada prosesnya, Panggabean (2011) memaparkan, selama hampir 2 abad sejak tahun 1696, kopi Arabika menjadi satu-satunya varietas kopi yang dibudidayakan dan diperdagangkan di Nusantara sebagai komoditas unggulan.

Dominasi itu berakhir, ketika wabah penyakit karat daun (hemileia vastatrix) merebak tahun 1876, membuat produksi kopi Arabika turun drastis. Sebagai gantinya, pemerintah kolonial Belanda mendatangkan kopi Liberica dari Liberia (Afrika), yang juga nyaris ludes dihantam wabah karat daun pada tahun 1890.

Tak patah arang, pemerintah kolonial Belanda lalu kembali beralih ke varietas kopi lain, dengan mendatangkan kopi Robusta dari Kongo (Afrika) yang pada masa itu merupakan wilayah koloni Belgia.

Pada akhirnya, setelah diteliti dan dinyatakan bebas penyakit karat daun, kopi Robusta ditetapkan sebagai kopi komoditas utama pada tahun 1907. Dari sinilah, kopi Robusta berkembang pesat dan menjadi varietas kopi terbesar di Indonesia hingga sekarang.

Van Noordwijk et.al (2021) mencatat, fenomena penyakit karat daun pada kopi Arabika juga pernah terjadi di Brasil dan wilayah Amerika Selatan pada tahun 1970, tapi berkat teknologi pertanian yang sudah lebih maju, dampaknya tak sampai sedrastis di Nusantara.

Faktor inilah yang membuat posisi kopi Arabika sebagai jenis kopi yang diproduksi terbanyak secara global, dengan  persentase hampir 70%, tetap terjaga.

Di Indonesia, tepatnya sejak tahun 1876, kopi Arabika menjadi satu varietas kopi yang cukup rentan terhadap penyakit atau hama, dan hanya bisa tumbuh di dataran tinggi. Kerentanan ini belakangan semakin lengkap, karena adanya fenomena El Nino dan La Nina, yang menghasilkan suhu ekstrem.

Akibat kompleksitas lingkungan dan kondisi rentan inilah, harga kopi Arabika cenderung lebih mahal dari Robusta. Meski begitu, kopi Arabika tetap menghadirkan karakter khas yang kompleks, sepadan dengan harganya.

Mempunyai rasa khas pahit cenderung masam, kopi Arabika di Indonesia lalu berkembang menjadi "specialty coffee", dengan setiap daerah produsen kopi Arabika punya karakter rasa khas.

Kopi dari pulau Sumatera misalnya, identik perpaduan dengan rasa masam, pahit dan aroma rempah. Ada juga kopi Arabika Kintamani dari Bali, dan Flores (Nusa Tenggara Timur) yang cenderung "fruity". Di Jawa, ada kopi Priangan yang punya aroma harum.

Dengan demikian, meski bukan lagi komoditas kopi terbanyak seperti dulu, kopi Arabika di Indonesia tetap menjadi sesuatu yang unik. Berbagai dinamika perubahan (dari era kolonial sampai kekinian) tidak membuatnya lenyap, tapi mengubahnya menjadi sesuatu yang istimewa.

Referensi:

-  Ervine, F.R. (1969). West African Agriculture: West African Crops, 3rd Edition, Volume 2.

-  van Noordwijk, M., Martini, E., Gusli, S., Roshetko, J. M., Leimona, B., & Nguyen, M. P. (2021). Cocoa and coffee in Asia: contrasts and similarities in production and value addition. Minang PA, Duguma LA, van Noordwijk M, eds.

-  Ditjenbun, Statistik Perkebunan Indonesia 2018-2020: Kopi, 77 (Kementan, Jakarta, 2019)


  - Panggabean I E 2011 Buku Pintar Kopi (Jakarta: Agromedia Pustaka)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun