Dari klasik (depan ke belakang) ke modern (belakang ke depan, ada juga yang menyebutnya sebagai "format jilid ala Jepang) perubahan itu semakin unik, karena membawa serta elemen desain grafis yang semakin kompleks.Â
Uniknya, kerumitan yang semakin berkembang itu pada akhirnya kembali lagi ke titik simplifikasi, ketika komik digital muncul, dan fokus pada aspek estetika dan cerita, bukan lagi keawetan.
Seiring berjalannya waktu dan makin berkembangnya tren komik digital, mungkin jejak "rekaman" waktu komik cetak akan semakin pudar di masa depan, tapi, kita (yang pernah menikmati era komik cetak) tetap layak bersyukur.
Pernah ada masa, di mana tidak ada rasa khawatir mata cepat "lelah", atau perangkat kehabisan daya saat membaca komik.
Pada masanya, komik cetak telah menjadi satu "alat perekam" jejak inflasi, yang membuat generasi muda sadar soal ekonomi, tanpa harus melihat berita di media. Waktu terus berjalan, angka nominal tetap sama, tapi nilainya selalu berubah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H