Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kompasiana, Rumah yang Akan Selalu Jadi Rumah

15 Oktober 2024   13:55 Diperbarui: 15 Oktober 2024   15:39 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang "anak rumahan", saya termasuk orang yang susah berpaling, jika sudah menemukan tempat yang memberi rasa nyaman. Rasanya seperti berada di rumah sendiri.

Dalam hal tulis-menulis, Kompasiana adalah satu tempat yang membuat saya merasa seperti di rumah sendiri, karena ada ruang bebas untuk menulis apapun yang ingin saya tulis.

Pada gilirannya, kebebasan ini, dan penerimaan begitu baik dari Kompasianer, menciptakan rasa nyaman, yang ternyata masih sama, meski sudah bergabung dan menulis di Kompasiana sejak 2016.

Rasa nyaman itu membuat saya tak terlalu memikirkan statistik, karena saya yakin masih banyak Kompasianer yang membuat lebih banyak tulisan, dan diganjar lebih banyak label pilihan maupun artikel utama. Selama bisa bebas menulis, itu sudah cukup. Soal label artikel, itu sepenuhnya urusan admin, karena merekalah tuan rumahnya.

Awalnya saya bingung harus menyebut siapa. Ada begitu banyak Kompasianer yang "terlibat" di sini. Tapi, kalau harus menyebut satu nama Kompasianer yang berpengaruh, saya akan menyebut nama Prof Pebrianov, karena dari kata-katanya, saya mulai bisa melihat Kompasiana sebagai rumah, bukan hanya ruang belajar.

Momen ini terjadi di tahun 2017, tak lama setelah saya mendapat centang biru dari admin. Ketika itu, ada kesempatan menjadi kontributor di sebuah platform "news aggregator" (yang sudah tutup buku saat pandemi) dan saya meminta pendapat beliau, karena sempat bingung, apakah tetap menulis juga di Kompasiana, atau sepenuhnya fokus di sana.

Waktu itu, Prof Peb memberi satu nasehat:

"Kemanapun kamu pergi mencangkul, jangan lupakan rumahmu, karena disitulah semuanya dimulai"

Ternyata, nasehat ini terbukti ampuh, karena saya masih ber-Kompasiana sampai 7 tahun kemudian. Di saat platform "news aggregator" yang jadi "kantor" itu inalilahi diterpa pandemi, Kompasiana yang jadi rumah masih bertahan dengan santainya.

Dari situ, 16 Tahun Kompasiana menjadi satu momen tepat, yang merefleksikan ciri khas dan "kekuatan" sebuah komunitas: tahan uji jika bersifat organik. Meski perjalanan saya di sini baru separuh usia itu, pengalaman yang sejauh ini saya dapat sudah memberi pelajaran berharga.

Lebih jauh, berkat menulis dan berkomunitas di Kompasiana juga, saya mendapat kesempatan bertemu langsung dengan tokoh-tokoh seperti GKR Bendara (Putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, Raja Keraton Yogyakarta dan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; selengkapnya di artikel ini) dan Sandiaga Uno (Menparekraf RI periode 2019-2024; selengkapnya di artikel ini).

Kalau bisa dirupiahkan, momen langka seperti itu mungkin berharga mahal, tapi Kompasiana mampu membuat momen "mahal" dan "langka" seperti itu jadi terlihat sederhana. Itu baru dua, belum termasuk pengalaman spesial lainnya. 

Di sini kualitas yang dibangun Kompasiana lewat proses panjang, telah membuatnya punya nama baik, yang harus dijaga dengan kesadaran bersama.

Karena itulah, saat dirasa perlu, saya berusaha membantu lewat masukan dalam tulisan, karena memang itulah etika dasar di ruang menulis. Satu tulisan konstruktif dan logis akan jauh lebih diterima dibanding banyak tulisan kosong tanpa arah dan bentuk yang jelas.

Maka, kalau boleh menyebut satu saja (dari 2000-an tulisan saya di Kompasiana) yang paling berkesan, maka saya akan menyebut tulisan berjudul K-Rewards dan Bahaya Laten "Oversharing".

Tulisan yang diunggah pada tanggal 11 Juni 2024 itu menjadi suara kegundahan saya (dan sejumlah Kompasianer lain) tentang adanya gejala ketimpangan pada perolehan K-Rewards. Memang, saat itu belum ada aturan spesifik seperti sekarang, tapi ketimpangan yang ada punya kecenderungan kurang sehat dalam jangka panjang.

Meski bukan pertama kalinya memberi masukan soal K-Rewards, artikel ini menurut saya terasa spesial, karena secara kebetulan, pada awal bulan berikutnya, admin mengumumkan perubahan mekanisme, dengan menempatkan "wajib mempunyai minimal 1 artikel berlabel Artikel Utama" dalam sebulan sebagai syarat.

Sepintas, ini terlihat berat, tapi menjadi satu bentuk pertanggungjawaban Kompasiana dalam hal menjaga kualitas.

Suka atau tidak, kualitas inilah yang menjadi satu alasan, mengapa platform blog keroyokan ini bisa memberi kesempatan para penggunanya lewat wadah komunitas, untuk beraudiensi dengan tokoh-tokoh nasional, seperti KJOG (Kompasianer Jogja) yang tahun 2023 lalu sempat menyambangi Keraton Yogyakarta bersama Koteka.

Di tingkat antarnegara, ada juga komunitas di Kompasiana, dalam hal ini Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana), yang sudah berinteraksi juga dengan Kedubes Indonesia di sejumlah negara.

Itu belum termasuk seabrek pengalaman sejenis yang dimiliki Kompasianer atau komunitas lain di Kompasiana, dalam perjalanan selama 16 tahun terakhir.

Jelas, ada kepercayaan sangat besar di sini, dan itu harus dijaga, karena menjadi satu aset penting. Otomatis, ada tanggung jawab untuk tidak "asal nulis" apalagi "asal narsis", dan tantangan untuk bisa konsisten menjaga, bahkan meningkatkan kualitas.

Kepercayaan ini sudah berlangsung sejak lama, dan perlu dijaga bersama, karena kepercayaan itu pada dasarnya rapuh. Ada kerusakan sedikit saja, efeknya bisa sangat merepotkan.

Kesadaran inilah yang seharusnya lebih dikedepankan, karena ada begitu banyak orang yang membaca tulisan di Kompasiana, yang sejatinya adalah satu ruang publik. Mereka punya perspektif dan persepsi yang tidak bisa kita atur, karena itulah kualitas menjadi satu komponen penting.

Jangan lupa, sebuah tulisan bagus hanya layak disebut demikian, jika orang lain yang mengatakan. Bukan penulisnya.

Satu hal yang melegakan di sini adalah, sejak aturan "wajib artikel utama" itu berjalan, pengelola Kompasiana secara konsisten menyebut, jumlah penerima K-Rewards meningkat sampai 200 lebih Kompasianer, dari yang sebelumnya berada di kisaran angka 60-70 Kompasianer.

Artinya, K-Rewards bukan hanya soal "siapa penerima terbanyak", tapi "seberapa banyak jumlah penerimanya", dan itu ditentukan oleh kualitas tulisan. Tak perlu repot-repot "oversharing" atau membuat banyak grup obrolan sendiri, semua punya kesempatan setara.

Jadi, tidak mengejutkan kalau jumlah penerima K-Rewards di masa depan akan lebih banyak. Ada banyak bakat potensial di sini, yang bisa lebih terpantau potensi kualitasnya, dan bisa lebih berkembang jika mendapat kepercayaan diri, misalnya dari K-Rewards.

Meski nominalnya tidak terlalu besar, ini tetaplah sebentuk apresiasi. Bentuk apresiasi seperti ini akan lebih "berdampak" jika menjangkau lebih banyak orang, bukan hanya dimonopoli segelintir orang. Sebuah "keadilan sosial" bagi mereka yang berusaha menulis sebaik mungkin, bukan mengejar klik sebanyak mungkin.

Secara logis, sebagai sebuah platform yang bukan "news aggregator", jumlah penerima yang semakin banyak akan lebih sehat dalam jangka panjang. Sudah banyak "news aggregator" yang tutup buku akibat terlalu mendewakan jumlah klik, dan Kompasiana (seharusnya) sudah belajar banyak dari situ.

Dengan kontrol kualitas yang baku, kualitas interaksi juga akan lebih sehat, karena berlangsung dua arah. Tidak ada yang merasa superior atau inferior.

Pada akhirnya, kualitas interaksi seperti inilah yang membuat suasana seperti di rumah itu nyata. Semoga itu masih akan berlanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun