Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bertemunya Idealisme Red Bull dan Pragmatisme Juergen Klopp

13 Oktober 2024   01:33 Diperbarui: 13 Oktober 2024   11:53 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara strategis, keputusan Klopp bergabung dengan Red Bull juga menjadi satu langkah cerdik, karena ia juga disebut menyelipkan klausul untuk bisa hengkang, jika ada kesempatan melatih Timnas Jerman di masa depan.

Seperti diketahui, eks pemain Mainz ini sering disebut sebagai kandidat ideal pelatih Timnas Jerman. Jadi, bertugas di Red Bull bisa menjadi batu loncatan, sekaligus menambah kemampuan.

Uniknya, keputusan Red Bull menunjuk Klopp sebagai Direktur Sepak Bola juga menunjukkan seberapa konsisten mereka mempercayai sistem gegenpressing sebagai cetak biru filosofi permainan klub.

Sebelumnya, mereka pernah mempekerjakan Ralf Rangnick (2012-2020) di pos Direktur Sepak Bola. Rangnick sendiri dikenal sebagai mentor Juergen Klopp dan pelatih yang ikut mempopulerkan gegenpressing di Jerman.

Dengan kata lain, sistem gegenpressing andalan Klopp diharapkan dapat meng-update cetak biru filosofi permainan klub-klub milik Red Bull. Kebetulan, meski sudah punya jaringan penemu bakat potensial, mereka belum meng-update cetak biru filosofi permainan warisan Rangnick.

Sebelumnya, pendekatan ini sudah lebih dulu dilakukan City Football Group alias CFG, dengan menjadikan tiki-taka sebagai cetak biru filosofi permainan klub, lewat kedatangan trio Txiki Begiristain, Ferran Soriano, dan Pep Guardiola di CFG dan Manchester City.

Meski dinilai mengingkari idealisme sendiri, keputusan Klopp bergabung di grup Red Bull bisa menjadi satu anomali, karena ini adalah grup yang lebih berfokus menemukan talenta potensial dan mengolahnya jadi pemain bintang, bukan membeli superstar mahal.

Tapi, jika ternyata kiprah pelatih kelahiran tahun 1967 di grup Red Bull berlangsung lama, dan berhasil menuai prestasi, ini akan jadi prestasi unik, karena ia tidak membangun tim dari bawah seperti di Liverpool dan Dortmund, tapi menaikkan level kualitas sistem sebuah grup, yang sebenarnya sudah relatif jadi.

Keunikan ini akan jadi semakin lengkap, karena idealisme Red Bull pada sistem gegenpressing justru bertemu sisi pragmatis sang direktur baru.

Menarik ditunggu, bagaimana kiprah Klopp di pos Direktur Sepak Bola grup Red Bull.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun