Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bertemunya Idealisme Red Bull dan Pragmatisme Juergen Klopp

13 Oktober 2024   01:33 Diperbarui: 13 Oktober 2024   11:53 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juergen Klopp.(AFP/PAUL ELLIS via Kompas.com)

Dalam sepak bola, alih profesi dari pemain menjadi pelatih atau direktur sebuah klub merupakan satu fenomena umum. Tapi, alih profesi yang dialami Juergen Klopp setelah pergi dari Liverpool di akhir musim 2023-2024 terbilang tidak biasa.

Maklum, per Januari 2025, eks pelatih Liverpool itu bertugas sebagai Direktur Sepak Bola Red Bull. Dengan demikian, ia akan menjadi atasan para Direktur Olahraga di beberapa klub milik Red Bull, seperti RB Leipzig, RB Salzburg, RB Bragantino, dan New York Red Bull.

Secara hierarki, sosok asal Jerman ini bisa dibilang mengalami kenaikan dua tingkat, dari yang sebelumnya bertugas sebagai pelatih kepala. Uniknya, Klopp akan kembali bertemu eks asistennya di Liverpool, yakni Pep Linders, yang melatih RB Salzburg bersama Vitor Matos.

Dengan pengalaman panjang sebagai pelatih di level top Eropa, sosok nyentrik satu ini memang punya bekal mumpuni untuk berperan sebagai direktur.

Dari segi rekam jejak, pengalaman Klopp yang pernah juara dan beberapa kali melangkah jauh di Liga Champions bisa menjadi satu gambaran, Red Bull ingin klub mereka bisa berbicara banyak di level domestik dan antarklub Eropa.

Bedanya, grup sepak bola milik perusahaan minuman energi ini cenderung tak akan jor-joran belanja pemain. Mereka malah akan tetap mencari pemain potensial, yang bisa dijual untung di masa depan.

Semasa melatih Liverpool, Klopp pernah mendatangkan Ibrahima Konate, Naby Keita, dan Dominik Szoboszlai dari RB Leipzig. Jadi, memang ada kecocokan diantara Klopp dan grup Red Bull.

Kecocokan ini juga memperlihatkan sisi pragmatis Klopp, yang biasanya dikenal idealis. Eks pelatih Mainz ini bahkan pernah mengkritik model kepemilikan klub ala Red Bull dan City Football Group.

(ESPN.co.uk)
(ESPN.co.uk)

Tapi, dengan keputusannya bergabung ke Red Bull sebagai Direktur Sepak Bola, eks pelatih Borussia Dortmund ini bisa dibilang sudah mengambil langkah "aman", karena sistem yang sudah ada di grup Red Bull sudah relatif jadi dan konsisten.

Secara strategis, keputusan Klopp bergabung dengan Red Bull juga menjadi satu langkah cerdik, karena ia juga disebut menyelipkan klausul untuk bisa hengkang, jika ada kesempatan melatih Timnas Jerman di masa depan.

Seperti diketahui, eks pemain Mainz ini sering disebut sebagai kandidat ideal pelatih Timnas Jerman. Jadi, bertugas di Red Bull bisa menjadi batu loncatan, sekaligus menambah kemampuan.

Uniknya, keputusan Red Bull menunjuk Klopp sebagai Direktur Sepak Bola juga menunjukkan seberapa konsisten mereka mempercayai sistem gegenpressing sebagai cetak biru filosofi permainan klub.

Sebelumnya, mereka pernah mempekerjakan Ralf Rangnick (2012-2020) di pos Direktur Sepak Bola. Rangnick sendiri dikenal sebagai mentor Juergen Klopp dan pelatih yang ikut mempopulerkan gegenpressing di Jerman.

Dengan kata lain, sistem gegenpressing andalan Klopp diharapkan dapat meng-update cetak biru filosofi permainan klub-klub milik Red Bull. Kebetulan, meski sudah punya jaringan penemu bakat potensial, mereka belum meng-update cetak biru filosofi permainan warisan Rangnick.

Sebelumnya, pendekatan ini sudah lebih dulu dilakukan City Football Group alias CFG, dengan menjadikan tiki-taka sebagai cetak biru filosofi permainan klub, lewat kedatangan trio Txiki Begiristain, Ferran Soriano, dan Pep Guardiola di CFG dan Manchester City.

Meski dinilai mengingkari idealisme sendiri, keputusan Klopp bergabung di grup Red Bull bisa menjadi satu anomali, karena ini adalah grup yang lebih berfokus menemukan talenta potensial dan mengolahnya jadi pemain bintang, bukan membeli superstar mahal.

Tapi, jika ternyata kiprah pelatih kelahiran tahun 1967 di grup Red Bull berlangsung lama, dan berhasil menuai prestasi, ini akan jadi prestasi unik, karena ia tidak membangun tim dari bawah seperti di Liverpool dan Dortmund, tapi menaikkan level kualitas sistem sebuah grup, yang sebenarnya sudah relatif jadi.

Keunikan ini akan jadi semakin lengkap, karena idealisme Red Bull pada sistem gegenpressing justru bertemu sisi pragmatis sang direktur baru.

Menarik ditunggu, bagaimana kiprah Klopp di pos Direktur Sepak Bola grup Red Bull.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun